Megawati dan Mahasiswa Serahkan ”Amicus Curiae” ke Mahkamah Konstitusi
Megawati lampirkan tulisan tangannya di ”amicus curiae”. Selain adil, progresif, diminta bukan cuma mahkamah kalkulator.
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri menyerahkan amicus curiae atau sahabat pengadilan ke Mahkamah Konstitusi terkait dengan perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden 2024. Amicus curiae juga disampaikan lembaga kemahasiswaan dari empat universitas.
Amicus curiae Megawati diserahkan oleh Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI-P Hasto Kristiyanto dan Ketua DPP PDI-P Djarot Saiful Hidayat di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Selasa (16/4/2024). Hasto dan Djarot ditugaskan oleh Megawati dengan surat kuasa.
Selain Megawati, empat lembaga kemahasiswaan juga menyerahkan amicus curiae. Mereka berasal dari Dewan Mahasiswa Justicia Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip), BEM Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad), dan BEM Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair).
Kedua amicus curiae tersebut diterima oleh perwakilan dari Biro Humas dan Protokol MK, Immanuel Hutasoit. Hasto mengatakan, amicus curiae Megawati tersebut sesungguhnya akan disampaikan setelah Megawati menulis seluruh pendapatnya di harian Kompas. Namun, mereka terkendala oleh libur panjang dalam rangka perayaan Idul Fitri.
Baca juga: MK yang Mulai, MK yang Mengakhiri
Bukan palu godam, tetapi palu emas
Megawati melampirkan tulisan tangannya di dalam amicus curiae tersebut. Ia mengajak rakyat Indonesia berdoa agar ketuk palu MK bukan merupakan palu godam, melainkan palu emas seperti kata pahlawan nasional RA Kartini pada 1911, ”habis gelap terbitlah terang.” Dengan demikian, fajar demokrasi yang telah diperjuangkan dari dulu timbul kembali dan akan diingat terus-menerus oleh generasi bangsa Indonesia.
Ketuk palu MK bukan merupakan palu godam, melainkan palu emas seperti kata pahlawan nasional RA Kartini pada 1911, ’abis gelap terbitlah terang.’
Hasto menjelaskan, amicus curiae tersebut merupakan perasaan dari Megawati yang dikontemplasikan. Tulisan tangan Megawati mencerminkan keberanian dan tanggung jawab sebagai warga negara Indonesia.
Megawati menambahkan tulisan tangan sebagai ungkapan perjuangan RA Kartini tidak akan pernah sia-sia. ”Karena emansipasi itu merupakan bagian dari demokrasi,” kata Hasto.
Hasto menegaskan, demokrasi yang diperjuangkan RA Kartini merupakan kekuatan untuk menghadapi kegelapan demokrasi akibat penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan Presiden Joko Widodo demi kepentingan nepotisme untuk anak dan keluarganya.
Megawati memahami beratnya tanggung jawab para hakim MK dalam menyelesaikan sengketa pemilu dengan keadilan yang hakiki. Apa yang diputuskan oleh para hakim sangat memengaruhi masa depan bangsa.
Di dalam penutup amicus curiae, Megawati memahami beratnya tanggung jawab para hakim MK dalam menyelesaikan sengketa pemilu dengan keadilan yang hakiki. Apa yang diputuskan oleh para hakim sangat memengaruhi masa depan bangsa.
Indonesia memerlukan pemimpin yang mumpuni dengan rekam jejak pengalaman yang lengkap, berkarakter baik, profesional, dan kepemimpinan yang menyatukan serta kemajuan bagi bangsa dan negara.
Hakim diminta bertindak progresif
Secara terpisah, seusai menyerahkan amicus curiae, Komisioner Bidang Pergerakan Dewan Mahasiswa Justicia Fakultas Hukum UGM Muhammad Emir Bernadine menjelaskan, mereka menyampaikan amicus curiae kepada majelis hakim MK sebagai tanggung jawab moral dan keprihatinan mahasiswa hukum terhadap apa yang terjadi pada Pemilu 2024, khususnya pilpres.
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia agar bertindak progresif dengan mengedepankan nilai-nilai keadilan substantif serta kemanfaatan dalam pengambilan keputusan dan tidak hanya mengedepankan aspek keadilan formil yang sempit atau kepastian hukum semata.
Emir menjelaskan, didalam amicus curiae tersebut disebutkan kronologi kejanggalan-kejanggalan yang bermuara pada hasil Pilpres 2024. Selain itu, mereka mengulas dan menguraikan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang mengundang polemik dan problematik dari segi politis dan hukum. Selain itu, keterlibatan aparat dan politisasi bantuan sosial.
Melalui amicus curiae tersebut, mereka merekomendasikan kepada hakim MK agar membatalkan keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, dan DPRD secara nasional dalam Pemilu 2024. Majelis hakim juga diharapkan memerintahkan KPU untuk mengadakan pilpres ulang secara independen, imparsial, dan berintegritas.
Baca juga: Mahkamah Rakyat Jadi Alternatif Saat Keadilan Pemilu Hadapi Jalan Buntu
”Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia agar bertindak progresif dengan mengedepankan nilai-nilai keadilan substantif serta kemanfaatan dalam pengambilan keputusan dan tidak hanya mengedepankan aspek keadilan formil yang sempit atau kepastian hukum semata,” kata Emir.
Mereka juga meminta majelis hakim MK agar memutus perkara ini berdasarkan hati nurani dan menolak segala bentuk intervensi sehingga dapat menghasilkan putusan yang seadil-adilnya.