Harapan besar disematkan di pundak hakim MK. Menerima atau menolak gugatan harus benar-benar konstitusional.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harapan besar disematkan di pundak delapan hakim konstitusi yang menangani perkara sengketa hasil Pemilihan Presiden 2024. Mereka diharapkan bertindak sebagai negarawan sekaligus pelindung konstitusi saat mengambil keputusan. Menerima atau menolak gugatan harus benar-benar konstitusional.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Bandung, Susi Dwi Harijanti, melihat, perkara sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 lebih kompleks dibandingkan perkara sengketa hasil di pilpres sebelumnya. Kompleksitas perkara dibasiskannya pada sejumlah hal, salah satunya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/2023 yang melapangkan jalan bagi putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, untuk maju pada kontestasi Pilpres 2024.
Putusan itu seperti diketahui diwarnai pelanggaran kode etik hakim konstitusi. Anwar Usman, paman Gibran, bahkan diberhentikan dari posisi Ketua MK karena pelanggaran etik tersebut. ”Selain itu, dari sisi penyelenggara pemilu juga diwarnai pelanggaran kode etik,” ujarnya saat dihubungi pada Rabu (17/4/2024).
Selain itu, dari sisi penyelenggara pemilu juga diwarnai pelanggaran kode etik.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bahkan telah ”memvonis” Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari melanggar etik dan dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir. Enam anggota KPU lainnya dijatuhi sanksi peringatan keras. Sanksi dijatuhkan karena mereka dinilai melanggar etik terkait tindak lanjut atas putusan MK mengenai syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.
Kompleksitas ketiga, menurut Susi, Presiden Joko Widodo secara terbuka melontarkan pernyataan-pernyataan yang kontroversial, mulai dari boleh ikut cawe-cawe dalam menentukan pemimpin selanjutnya hingga pernyataannya bahwa presiden boleh ikut berkampanye.
Baru dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024, banyak figur publik, akademisi, seniman, hingga mahasiswa yang mengajukan diri sebagai sahabat pengadilan (amicus curiae).
Tak sebatas itu, baru dalam sidang sengketa hasil Pilpres 2024, banyak figur publik, akademisi, seniman, hingga mahasiswa yang mengajukan diri sebagai sahabat pengadilan (amicus curiae). Umumnya, mereka meminta para hakim konstitusi untuk tidak mengabaikan pelanggaran etik pada putusan MK Nomor 90/2023 hingga praktik-praktik kecurangan dalam pemilu yang dinilai terjadi secara terstruktur, masif, dan sistematis.
Maka, menurut Susi, saat ini, harapan besar berada di pundak para hakim MK. Semua berharap para hakim bisa bertindak sebagai negarawan, sekaligus pelindung konstitusi.
Menjadi negarawan itu harus diartikan sebagai kenegarawanan yang berbasis konstitusi.
Menjadi negarawan itu, kata Susi, harus diartikan sebagai kenegarawanan yang berbasis konstitusi. Jadi, siapa pun yang terpilih menjadi hakim konstitusi, mereka harus menempatkan dirinya sebagai pejabat konstitusi yang berada di atas semua golongan. Tugas utamanya adalah melindungi konstitusi.
”Ini yang menjadi tantangan-tantangan mereka. Semua menanti constitutional address yang akan hakim sampaikan dalam putusan nanti, yang akan sangat memengaruhi masa depan ketatanegaraan Indonesia dan sistem konstitusionalisme di Indonesia,” ucap Susi.
Bukan pemilu curang
Kubu calon presiden dan wakil presiden Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menilai para pemohon perkara sengketa hasil pemilihan presiden dan wakil presiden tidak taat pada hukum acara yang diatur Undang-Undang Pemilu. Mereka menilai perkara ini terkait perselisihan hasil pemilu dan bukan persoalan kecurangan pemilu.
Hal itu disampaikan kuasa hukum Prabowo-Gibran seusai menyerahkan kesimpulan ke Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Selasa (16/4/2024). Selain kubu Prabowo-Gibran, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga menyampaikan kesimpulan. Sebelumnya, kubu calon presiden-calon wakil presiden Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD telah pula menyampaikan kesimpulan.
Kuasa hukum Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan, mengatakan, setelah berjalannya perkara ini sampai pada kesimpulan, pihaknya mendapatkan satu hal yang terang dan jelas bahwa perkara ini terkait dengan perselisihan hasil pemilu. Oleh karena itu, hal yang harus dipersoalkan sesuai hukum acara adalah mengenai hasil suara perolehan setiap pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Karena itu, sesungguhnya menurut hukum acaranya, yang harus dipersoalkan adalah berapa sesungguhnya suara yang diperoleh 03 (Ganjar-Mahfud) ataupun 01 (Anies-Muhaimin) dan mana dari KPU yang suara perhitungannya itu yang tidak benar. Itulah sesungguhnya perkara ini.
”Karena itu, sesungguhnya menurut hukum acaranya, yang harus dipersoalkan itu adalah berapa sesungguhnya suara yang diperoleh 03 (Ganjar-Mahfud) ataupun 01 (Anies-Muhaimin) dan mana dari KPU yang suara perhitungannya itu yang tidak benar. Itulah sesungguhnya perkara ini,” kata Otto.
Anggota tim penasihat hukum Prabowo-Gibran, Otto Hasibuan, menunjukkan salah satu berkas kesimpulan persidangan terkait sidang perselisihan hasil pemilihan umum kepada petugas Mahkamah Konstitusi di Jakarta, Selasa (16/4/2024).
Otto menjelaskan, pihak pemohon justru tidak mau tahu dengan hukum acara yang sudah diatur dalam UU Pemilu, yaitu terkait penghitungan suara. Pemohon justru mengajukan gugatan dengan dasar adanya kecurangan yang diduga dilakukan pasangan Prabowo-Gibran sehingga mereka memohon diskualifikasi.
Persoalan kecurangan dalam pemilu bukan ranah MK, melainkan Bawaslu. Di sisi lain, tidak ada bukti-bukti kecurangan yang dituduhkan kepada pihak Prabowo-Gibran.
Menurut Otto, ada dua persimpangan jalan dalam perkara ini. Sebab, hukum acara tidak boleh dilanggar. Persoalan kecurangan dalam pemilu bukan ranah MK, melainkan Bawaslu. Di sisi lain, tidak ada bukti-bukti kecurangan yang dituduhkan kepada pihak Prabowo-Gibran (Kompas.id, 16/4/2024).
Putusan tetap 22 April
Secara terpisah, Juru Bicara MK Fajar Laksono Suroso mengatakan, putusan perkara sengketa hasil Pilpres 2024 tetap akan dibacakan pada 22 April mendatang. Tak ada perubahan jadwal untuk pembacaan putusan.
Sebelum putusan dibacakan, para hakim konstitusi akan menggelar rapat permusyawaratan hakim (RPH). RPH untuk mencermati setiap keterangan saksi dan alat bukti yang dihadirkan selama persidangan sekaligus merumuskan putusan setelah rangkaian sidang pembuktian berakhir pada Jumat (5/4/2024).
Apa yang dibahas di RPH, itulah yang akan muncul dalam putusan.
”Apa yang dibahas di RPH, itulah yang akan muncul dalam putusan,” kata Fajar.
Selain mencermati keterangan saksi dan bukti selama persidangan, hakim konstitusi akan mempertimbangkan kesimpulan tertulis yang telah diserahkan para pihak terkait perkara sengketa hasil pilpres, Selasa (16/4/2024). Para pihak dimaksud, dari kubu pemohon gugatan, yakni pasangan capres-cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, kubu termohon, yakni KPU, serta pihak terkait, kubu capres-cawapres peraih suara terbanyak di Pilpres 2024, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Hakim konstitusi juga akan mempertimbangkan pemikiran dari para amicus curiae atau sahabat pengadilan yang di antaranya diserahkan kepada MK, kemarin, yakni dari Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri dan empat lembaga kemahasiswaan.
Keempat lembaga dimaksud ialah Dewan Mahasiswa Justicia Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FH Universitas Diponegoro, BEM FH Universitas Padjadjaran, dan BEM FH Universitas Airlangga.
Pemohon gugatan hasil pilpres antara lain meminta agar Prabowo-Gibran didiskualifikasi dan menggelar pemungutan suara ulang tanpa pasangan tersebut.