Setelah Mobil, Kejagung Bidik Pencucian Uang Tambang Timah seperti Smelter
Lima perusahaan pengolah timah disita termasuk smelter. Namun, belum semua pemiliknya ditetapkan jadi tersangka baru.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Smelter atau fasilitas pemrosesan pemurnian timah milik beberapa perusahaan yang disita penyidik diduga merupakan pencucian uang kegiatan penambangan ilegal timah di wilayah izin usaha pertambangan atau IUP PT Timah Tbk dalam kurun 2015-2022. Penyidik memastikan akan terus menelusuri aset milik tersangka yang diduga hasil tindak pidana, termasuk aset berupa pesawat jet.
Pada Senin (22/4/2024), tim penyidik bersama tim dari Badan Pemulihan Aset Kejaksaan menyita fasilitas pemrosesan timah atau smelter PT Refined Bangka Tin (PT RBT). Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, penyitaan tersebut merupakan kelanjutan proses penelusuran aset di Provinsi Bangka Belitung yang terkait kasus penambangan timah ilegal di wilayah di IUP PT Timah Tbk.
”Dari hasil penelusuran, tim penyidik melakukan penyitaan terhadap PT RBT beserta sejumlah aset di dalamnya, antara lain berupa alat berat dan alat pemurnian biji timah,” kata Ketut.
Sebelumnya, penyidik telah menyita smelter milik empat perusahaan dengan total luas bidang tanah 238.848 meter persegi. Fasilitas tersebut milik CV Venus Inti Perkasa (VIP), PT Stanindo Inti Perkasa (SIP), PT TIN (Tinindo Inter Nusa), dan PT SBS. Penyidik juga menyita 51 unit ekskavator dan 3 unit buldoser.
Dari hasil penelusuran, tim penyidik melakukan penyitaan terhadap PT RBT beserta sejumlah aset di dalamnya, antara lain berupa alat berat dan alat pemurnian biji timah.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi, ketika dikonfirmasi, Senin (22/4/2024), mengatakan, penyitaan terhadap aset tersebut terkait dengan dugaan tindak pidana pencucian uang, termasuk smelter milik beberapa perusahaan tersebut.
Saat ini, kata Kuntadi, pihaknya masih melakukan verifikasi terhadap keaslian barang berharga yang disita dari kediaman Harvey, seperti arloji. Kuntadi juga memastikan akan menelusuri aset berupa pesawat jet yang disebut-sebut juga dimiliki oleh Harvey.
Tersangka baru
Terkait hal itu, Kuntadi menyatakan, setiap pihak yang terlibat akan ditetapkan sebagai tersangka. Saat ini, terdapat pemilik smelter yang telah ditetapkan sebagai tersangka, yakni Tamron alias Aon, sebagai pemilik manfaat CV Venus Inti Perkasa. Penyidik juga telah menetapkan Suwito Gunawan selaku Komisaris PT Stanindo Inti Perkasa sebagai tersangka.
Perusahaan-perusahaan smelter tersebut terkait dengan tersangka Harvey. Sebagaimana diberitakan, Harvey diduga merupakan perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (PT RBT). Harvey disebut telah mengakomodasi kegiatan penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah Tbk dengan mengajak beberapa perusahaan smelter timah untuk turut serta mengolah timah, yaitu PT SIP, CV VIP (Venus Inti Perkasa), PT SPS, dan PT TIN (Tinindo Inter Nusa).
Namun, penyidik belum menetapkan sosok pemilik PT Refined Bangka Tin sebagai tersangka. Padahal, yang bersangkutan diduga merupakan pihak yang mengendalikan Harvey. Penyidik baru menetapkan Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT Refined Bangka Tin dan Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan PT Refined Bangka Tin sebagai tersangka.
Sejauh mana (terkait dengan PT RBT), nanti kita kaitkan dengan fakta yang lain. Kalau memang (Robert Bonosusatya) tidak ada kaitannya, ya, kita tidak bisa apa-apa.
Menurut Kuntadi, hingga saat ini pihaknya masih mendalami peran Robert Bonosusatya yang disebut-sebut terkait dengan PT Refined Bangka Tin. Pemeriksaan terhadap Robert terkait dengan informasi yang sudah dimiliki penyidik, bukan asumsi atau desakan pihak lain.
”Sejauh mana (terkait dengan PT RBT), nanti kita kaitkan dengan fakta yang lain. Kalau memang (Robert Bonosusatya) tidak ada kaitannya, ya, kita tidak bisa apa-apa,” ujar Kuntadi.
Masih terkait dengan PT Refined Bangka Tin, Kuntadi menolak menjawab mengenai rencana pemeriksaan komisaris perusahaan tersebut, yakni sosok berinisial A. Menurut Kuntadi, pihaknya tidak mendasarkan penyidikan pada asumsi. ”Apa pun kata orang, ya, kami punya fakta hukum sendiri. Itu yang kami tindak lanjuti,” ujarnya.
Hasil kejahatan
Secara terpisah, pengajar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, berpandangan, dalam suatu kasus, penyidik bisa menyita aset yang digunakan untuk tindak pidana ataupun aset yang merupakan hasil dari suatu tindak pidana. Dalam kasus timah, smelter yang disita penyidik bisa jadi merupakan alat kejahatan ataupun hasil dari tindak kejahatan.
Menurut Fickar, untuk menelusuri hasil kejahatan, penyidik diharapkan bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Sebab, PPATK mencatat semua transaksi keuangan yang terjadi, termasuk transaksi yang terkait dengan tindak pidana. Selain itu, aset hasil tindak kejahatan juga bisa didapatkan dari keterangan beberapa saksi yang menghasilkan satu fakta hukum.
”Pembuktian itu juga bisa lahir dari alat bukti, yakni keterangan saksi, lalu surat, bahkan juga keterangan ahli. Dari situ penyidik bisa menyimpulkan adanya pencucian uang atau tidak,” kata Fickar.