Jelang Pilkada, PDI-P Tertantang Lahirkan ”Jokowi-Jokowi” Baru
PDI-P akan rekrut dan didik kader-kader terbaik jadi pemimpin. Melahirkan ”jokowi-jokowi” baru menjadi tugas partai.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDI-P menegaskan, partai politik memang memiliki tugas dan fungsi untuk merekrut dan mendidik calon-calon pemimpin masa datang. Meski Presiden Joko Widodo dan putranya, Gibran Rakabuming Raka, serta menantunya, Bobby Nasution, bukan lagi bagian dari partai tersebut, PDI-P yakin tidak akan kekurangan kader-kader terbaik untuk menjadi pemimpin nasional.
PDI-P akan berusaha maksimal untuk memenangi Pemilihan Kepala Daerah 2024 karena sebagai momentum menemukan tokoh potensial yang akan menjadi calon pemimpin nasional. Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Bidang Ideologi dan Kaderisasi Djarot Saiful Hidayat saat dihubungi Kamis (25/4/2024) mengatakan, PDI-P memiliki tugas dan fungsi merekrut serta mendidik calon-calon pemimpin. Karena itu, ia yakin PDI-P akan terus melahirkan calon pemimpin terbaik.
”PDI-P akan berusaha memenangi pilkada ini dengan mengajukan calon-calon internal terlebih dahulu. Sebab, kami punya figur-figur yang cukup mumpuni. Kami juga akan mengerucutkan siapa saja yang akan mendapatkan rekomendasi partai untuk maju di pilkada,” kata Djarot.
Menurut Djarot, seluruh kader PDI-P pasti akan mengikuti pendidikan dan kaderisasi di sekolah partai. Dalam menemukan tokoh potensial yang akan diusung dalam Pilkada 2024, PDI-P akan lebih selektif dan mendalami lebih dahulu seperti tingkat popularitas, elektabilitas, kapasitas, dan rekam jejaknya.
PDI-P akan berusaha memenangi pilkada ini dengan mengajukan calon-calon internal terlebih dahulu. Sebab, kami punya figur-figur yang cukup mumpuni. Kami juga akan mengerucutkan siapa saja yang akan mendapatkan rekomendasi partai untuk maju di pilkada.
”Jadi momentum Pilkada 2024 ini tak hanya sekadar evaluasi, tetapi juga konsolidasi kekuatan partai. Konsolidasi antara partai dan rakyat. Kami minta seluruhnya turun ke bawah untuk menemui rakyat,” ucap Djarot.
Dengan lebih selektif, PDI-P tidak ingin kecolongan lagi seperti kasus Jokowi, Gibran, dan Bobby Nasution. Sebab, jelang Pilpres 2024, Jokowi dan keluarganya tersebut mulai meninggalkan PDI-P dengan tak mendukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD, capres-cawapres yang diusung PDI-P. Meskipun Ganjar-Mahfud kalah dalam Pilpres 2024, PDI-P unggul sebagai pemenang Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 dengan perolehan suara paling tinggi, mengalahkan Golkar dan Partai Gerindra serta partai-partai lain.
Jadi momentum Pilkada 2024 ini tak hanya sekadar evaluasi, tetapi juga konsolidasi kekuatan partai. Konsolidasi antara partai dan rakyat. Kami minta seluruhnya turun ke bawah untuk menemui rakyat.
Diketahui, Jokowi telah memulai karier politiknya di PDI-P sejak Pemilihan Wali Kota Surakarta 2005 dan 2010 hingga menjadi presiden selama dua periode, yaitu 2014-2019 dan 2019-2024. Gibran juga mengawali karier politiknya dengan maju pada Pemilihan Wali Kota Surakarta 2020 dari PDI-P dan terpilih. Keberhasilan serupa dirasakan Bobby yang maju pada Pilwalkot Medan 2020 dan kini menjadi Wali Kota Medan.
PDI-P tetap punya modal dan kekuatan
Menurut Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya, kehilangan Jokowi dan keluarganya memang berkontribusi atas kekalahan capres-cawapres PDI-P dalam Pilpres 2024. Namun, dengan kemenangan yang tetap bisa ditorehkan ”banteng” dalam pileg, partai tersebut memiliki modal untuk tetap menjadi kekuatan politik strategis ke depan meski Jokowi dan keluarganya sudah tak bersama partai itu lagi.
Modal PDI-P tetap sebagai parpol yang strategis itu tak lepas dari basis ideologi dan infrastruktur massa yang kuat.
Modal PDI-P tetap sebagai parpol yang strategis itu tak lepas dari basis ideologi dan infrastruktur massa yang kuat. Maka, sekalipun Jokowi, Gibran, dan Bobby tak lagi bersama partai itu, partai akan tetap bertahan. Hanya, untuk kembali ke puncak kejayaan seperti pada Pemilu 2014 dan 2019, partai dituntut untuk lebih mengoptimalkan regenerasi dan kaderisasi partai.
Buah regenerasi dan kaderisasi yang telah dinikmati partai dengan kemunculan Jokowi dan kemenangan berulang partai pada Pemilu 2014 dan 2019 harus direproduksi.
PDI-P harus bisa melahirkan sosok yang sama seperti Jokowi, yakni berprestasi, berasal dari karier politik dari bawah, pernah menjadi kepala daerah atau pernah mengemban jabatan publik yang dinilai baik oleh masyarakat. Dengan demikian, dapat menjadi magnet elektoral baru bagi PDI-P.
”PDI-P harus bisa melahirkan sosok yang sama seperti Jokowi, yakni berprestasi, berasal dari karier politik dari bawah, pernah menjadi kepala daerah atau pernah mengemban jabatan publik yang dinilai baik oleh masyarakat. Dengan demikian, dapat menjadi magnet elektoral baru bagi PDI-P,” ungkap Yunarto.
Terkait hal itu, PDI-P dilihatnya tidak akan kekurangan kader-kader terbaik. Sejumlah kader terbaik sudah terlihat kini, baik di eksekutif tingkat pusat maupun daerah dan legislatif. PDI-P pun dapat memanfaatkan pilkada serentak 2024 untuk melahirkan ”jokowi-jokowi” baru yang bisa menjadi magnet elektoral pada pemilu selanjutnya.
”PDI-P harus memaksimalkan ajang Pilkada 2024 yang baru pertama kali digelar serentak untuk mencari talenta baik dari kader-kader dan bisa berpotensi menjadi pimpinan nasional. Artinya, bagaimana mekanisme penentuan calon, menjaring aspirasi masyarakat yang akan menentukan kualitas kader di pilkada, dan dapat melahirkan efek seperti era Jokowi pada pemilihan gubernur lalu bisa dilakukan kembali oleh PDI-P” pungkas Yunarto.