KPK Terus Kumpulkan Bukti Dugaan Korupsi Rumah Dinas Jabatan DPR
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, penggeledahan di ruangan di Gedung Setjen DPR untuk kumpulkan bukti.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi terus mengumpulkan alat bukti dugaan korupsi dalam pengadaan sarana kelengkapan rumah dinas anggota DPR tahun 2020. Tak hanya itu, KPK juga masih menanti hasil penghitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan, serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, sebelum akhirnya menetapkan tersangka atas kasus ini.
Penyidik KPK menggeledah Gedung Sekretariat Jenderal DPR, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (30/4/2024) sore. Setelah lima jam memeriksa seluruh gedung, penyidik membawa tiga koper, satu ransel, dan sejumlah barang yang dibungkus dalam kantong plastik.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, saat dihubungi di Jakarta, Rabu (1/5/2024), mengatakan, penggeledahan tersebut dilakukan untuk mengumpulan bukti perkara yang sedang KPK selesaikan. Semua ruangan di Gedung Setjen DPR telah digeledah penyidik KPK, seperti ruang biro dan staf. Namun, Ali enggan mengungkapkan dokumen-dokumen atau alat bukti apa saja yang diperoleh dari hasil penggeledahan tersebut.
Ali hanya menegaskan bahwa KPK saat ini masih fokus melakukan penyidikan terhadap beberapa tersangka. KPK juga belum ingin merilis nama-nama para tersangka tersebut. ”Penyidikan masih berjalan,” tegasnya.
Kumpulkan alat bukti
Berdasarkan informasi yang diterima Kompas, lebih dari dua orang telah ditetapkan oleh KPK menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kelengkapan rumah jabatan DPR tahun anggaran 2020 yang merugikan keuangan negara mencapai puluhan miliar rupiah ini.
Penyidikan masih berjalan.
Bersamaan dengan itu, KPK juga telah mencegah tujuh orang agar tidak bepergian ke luar negeri. Ketujuh orang tersebut salah satunya Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar.
Enam orang lainnya ialah Kepala Bagian Pengelolaan Rumah Jabatan DPR Hiphi Hidupati, Direktur Utama PT Daya Indah Dinamika Tanti Nugroho, Direktur PT Dwitunggal Bangun Persada Juanda Hasurungan Sidabutar, Direktur Operasional PT Avantgarde Production Kibun Roni, Project Manager PT Integra Indocabinet Andreas Catur Prasetya, dan pihak swasta Edwin Budiman.
Ali mengungkapkan, KPK masih terus mengumpulkan alat bukti. Salah satunya, KPK juga masih menanti hasil penghitungan kerugian negara dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) serta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Jika semua alat bukti itu sudah cukup, pihak-pihak yang dicekal tersebut baru akan dipanggil ke KPK.
Itu semua kalau sudah cukup akan dipanggil dan juga dilakukan penahanan. Setelah nanti dari BPK atau BPKP serahkan hasil penghitungan kerugian negaranya.
”Itu semua kalau sudah cukup akan dipanggil dan juga dilakukan penahanan. Setelah nanti dari BPK atau BPKP serahkan hasil penghitungan kerugian negaranya,” ucap Ali.
Diduga terlibat
Secara terpisah, dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti, Azmi Syahputra, berpandangan, tindakan KPK yang sudah sampai mencekal tujuh orang ini sangat penting. Artinya, mereka yang dicekal tersebut bisa jadi karena ada alasan tertentu diduga merupakan pihak yang terlibat dalam kasus ini.
Kalau pun saat ini para tersangka belum ditahan, bisa jadi KPK menerapkan prinsip kehati-hatian dan ketelitian dalam penyidikan. Misalnya, masih melengkapi prosedur dan syarat-syarat formil pembuktian yang cukup, maupun masih ada pemeriksaan keterangan atau klarifikasi terkait dari saksi lain yang masih diperlukan.
Atau bisa juga apakah ada faktor diduga calon tersangka dekat dengan organ pemegang kekuasaan sehingga menjadi hambatan bagi KPK dalam melakukan penahanan atas pelaku.
”Atau bisa juga apakah ada faktor diduga calon tersangka dekat dengan organ pemegang kekuasaan sehingga menjadi hambatan bagi KPK dalam melakukan penahanan atas pelaku,” katanya.
Terlepas dari itu, menurut Azmi, KPK harus transparan dan membuka selebar-lebarnya atas dugaan korupsi ini. Siapa pun pihak yang merintangi atau menghambat secara langsung maupun tidak langsung pengungkapan kasus korupsi pengadaan kelengkapan rumah jabatan anggota DPR ini, harus dijerat pidana.
”Dan bagi siapa pun yang terlibat dalam penyimpangan proyek ini atau mendapatkan pembagian atas uang korupsi tersebut harus dimintai pertanggungjawaban hukum. Jangan ada yang dikecualikan,” tegas Azmi.