Hakim MK ”Ngamuk”, Anggap KPU Tak Serius Hadapi Sengketa Pemilu
Sidang sengketa Pemilu Legislatif 2024 berlanjut tanpa dihadiri komisioner KPU. Hakim MK pun menilai KPU tak serius.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hakim Konstitusi Arief Hidayat marah saat mendapati tak satu pun komisioner Komisi Pemilihan Umum hadir dalam sidang perkara perselisihan hasil pemilihan umum atau PHPU Pemilihan Legislatif 2024 di panel 3 yang dipimpinnya. Ia menilai KPU tidak serius dalam merespons permasalahan sengketa hasil pemilihan. Ketidakseriusan tersebut bahkan sudah terlihat sejak penyelesaian sengketa pilpres lalu.
”Ini KPU, kok, enggak serius, ini gimana sih? Tolong sampaikan! KPU harus serius. Jadi, sejak pilpres, KPU enggak serius menanggapi persoalan-persoalan ini. Ya… ini harus disampaikan terhadap komisioner. Komisionernya ada berapa?” kata Arief saat mengetahui tak satu pun komisioner KPU hadir di panel 3, Kamis (2/5/2024).
Saat itu, Arief hendak mengonfirmasi informasi yang disampaikan kuasa hukum Partai Amanat Nasional (PAN) yang menyampaikan adanya pembukaan kotak suara di Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan, pada 27 April 2024 lalu. Menurut keterangan kuasa hukum tersebut, KPU Lahat membuka kotak suara dapil Lahat 2 dengan alasan untuk mengambil alat bukti guna pembuktian di sengketa pemilu legislatif.
Namun, kuasa hukum PAN tersebut mempertanyakan mengapa alat bukti yang diambil tidak sesuai dengan yang dibutuhkan dalam persidangan. Menurut dia, seharusnya KPU mengambil dokumen C hasil, tetapi yang diambil justru D hasil.
Mendapatkan informasi tersebut, majelis hakim yang memimpin persidangan ingin mengonfirmasi kebenaran pembukaan kotak suara tersebut kepada KPU. Namun, setelah ditanya beberapa kali, tidak ada yang bisa menjawab hal tersebut.
Ini KPU, kok, enggak serius, ini gimana sih? Tolong sampaikan! KPU harus serius. Jadi, sejak pilpres, KPU enggak serius menanggapi persoalan-persoalan ini. Ya… ini harus disampaikan terhadap komisioner. Komisionernya ada berapa?
Seorang anggota staf sekretariat KPU yang hadir dalam persidangan pun mengungkapkan, pihaknya belum mendapatkan informasi mengenai hal tersebut. Demikian pula kuasa hukum yang ditunjuk KPU untuk menangani sengketa pemilu legislatif yang diajukan PAN dari kantor hukum Bengawan.
”Saya dari Sekretariat KPU RI. Izin, pimpinan lagi ada acara…,” kata salah seorang pegawai KPU.
Saya dari Sekretariat KPU RI. Izin, pimpinan lagi ada acara….
”La nggak bisa. Penting di sini. Gimana ini responsnya,” Arief menimpali. Ia kembali bertanya, ”Komisionernya ada berapa?”
Petugas KPU itu pun menjawab bahwa yang seharusnya berada di panel 3 sidang sengketa pemilu legislatif adalah dua komisioner, yaitu Yulianto Sudrajat dan Idham Holik. Namun, Idham sedang ada agenda teknis persiapan pilkada, sedangkan Yulianto menerima KPU provinsi untuk konsultasi.
”Berarti di MK dianggap tidak penting,” kata Arief.
”Sudah ada kuasa hukum,” jawab pegawai KPU.
”Kalau begitu, kuasa hukumnya yang menjawab. Siapa kuasa hukumnya?” Arief balik bertanya.
Kalau begitu, kuasa hukumnya yang menjawab. Siapa kuasa hukumnya?
Mendapat pertanyaan itu, kuasa hukum KPU dari kantor hukum Bengawan pun mengatakan, KPU daerah belum memberikan informasi mengenai hal tersebut. ”Dan, kami belum konfirmasi,” kata kuasa hukum KPU.
Arief pun kembali meminta KPU dan kuasa hukumnya untuk lebih serius. Sebab, penyelesaian sengketa hasil pileg merupakan persoalan yang serius. ”Ini menyangkut hak konstitusional warga, pemilih, hak konstitusional para caleg. Harus diselesaikan sebaik-baiknya, ya. Mahkamah saja menyelesaikan ini dengan serius,” katanya.
Ini menyangkut hak konstitusional warga, pemilih, hak konstitusional para caleg. Harus diselesaikan sebaik-baiknya, ya. Mahkamah saja menyelesaikan ini dengan serius.
Ia melanjutkan, ”Negara demokrasi Indonesia itu negara demokrasi berdasar Pancasila. Semua harus serius. Pasal 22 UUD 1945 mengamanatkan, pemilihan umum harus diselenggarakan luber dan jurdil. Stakeholder yang terlibat harus benar-benar menyelenggarakan sebaik-baiknya dengan itikad baik. Itu harus jadi catatan kita.”
Perjuangkan kursi di Lahat dan OKI
Di Sumatera Selatan, PAN memperjuangkan suara di dua dapil berbeda, yaitu dapil Ogan Komering Ilir 6 dan dapil Lahat 2. Di dapil OKI 6, PAN mempersoalkan penambahan suara untuk Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan sebesar 119 suara. Mereka mendalilkan adanya kekeliruan penghitungan suara di 20 tempat pemungutan suara.
Kami minta adanya penghitungan suara ulang.
”Kami minta adanya penghitungan suara ulang,” kata kuasa hukum PAN.
Sementara itu, PAN juga mempersoalkan perolehan suara di dapil Kabupaten Lahat 2 yang diklaim ada pengurangan hingga 155 suara. Suara PAN tersebut diduga bergeser ke Perindo dengan jumlah yang sama.
”Atas adanya selisih angka itu, PAN tidak mendapatkan kursi. Yang mendapatkan kursi Partai Kebangkitan Bangsa. Kalau diputus MK, PAN akan mendapatkan kursi kelima, menggeser PKB,” ujar kuasa hukum PAN.