AHY Bakal Tindak Puluhan Mafia Tanah, Termasuk Pejabat Pemerintah
Menteri ATR/BPN akan menindak puluhan mafia tanah, baik yang internal maupun eksternal pemerintah. Seperti apa?
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Agus Harimurti Yudhoyono dalam waktu dekat akan menindak puluhan target mafia tanah. Pemberantasan itu akan mencakup internal dan eksternal pemerintahan. Langkah itu dinilai baik, tetapi jangan sekadar memberantas kejahatan malaadministrasi yang dilabeli mafia tanah.
”Kami terus memproses, kami sudah punya puluhan target operasi, ya saya tidak mungkin bongkar (di sini) satu per satu, karena itu perlu pendadakan juga, perlu surprise,” ujar AHY di Kompleks Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat (3/5/2024).
Menurut dia, mafia tanah tak hanya merugikan masyarakat berpenghasilan rendah, tetapi juga mereka yang berpenghasilan tinggi. Para korban tak berdaya dan menimbulkan ketidakadilan terhadap hak atas tanah.
Dalam setiap kunjungannya ke daerah-daerah, masyarakat diklaim AHY kerap resah akibat praktik mafia tanah. Pemberantasannya nanti tak sekadar mafia tanah yang di luar Kementerian ATR/BPN, tetapi juga pejabat-pejabat yang bermain di dalamnya.
”Saya menyatakan ini berlaku di eksternal dan internal (Kementerian ATR/BPN). Mengapa? Karena kami tidak boleh hanya keras ke luar, tapi di dalamnya ternyata masih banyak masalah yang tidak diselesaikan. Kami juga ingin bersihkan ke dalam,” ujarnya.
Malaadministrasi berlabel mafia
Di sisi lain, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika menyampaikan, pihaknya mendukung pemberantasan mafia tanah yang tengah dilakukan pemerintah. Namun, langkahnya perlu ditingkatkan agar bisa membongkar praktik sindikat pertanahan.
Kami terus memproses, kami sudah punya puluhan target operasi, ya saya tidak mungkin bongkar (di sini) satu per satu, karena itu perlu pendadakan juga, perlu surprise.
Sejauh ini, lanjut dia, AHY cenderung memberantas kejahatan malaadministrasi pertanahan yang dilabeli sebagai mafia tanah. Padahal, mafia merupakan sindikasi tingkat tinggi yang melibatkan pejabat-pejabat menengah ke atas menjadi beking mafia tanah.
”Pemberantasan mafia tanah yg dilakukan ATR/BPN lebih mengacu ke kelompok yang sesungguhnya belum layak kami sebut mafia, karena mereka pejabat-pejabat level bawah di pemerintah, kepala desa, dan lainnya,” tutur Dewi.
Selain pelaku, lokasi pemberantasan juga menyasar daerah-daerah yang kurang strategis dalam perspektif ekonomi. Lokasi praktik mafia tanah itu berkaitan dengan proyek strategis nasional, kawasan pertambangan, perkebunan, dan industri yang merugikan negara serta masyarakat luas.
Harus di upgrade sehingga membongkar sindikat mafia tanah yang besar. Sehingga pemberantasan mafia berkorelasi dengan penuntasan konflik agraria yang selama ini langgeng berjalan.
”Harus di upgrade sehingga membongkar sindikat mafia tanah yang besar. Sehingga pemberantasan mafia berkorelasi dengan penuntasan konflik agraria yang selama ini langgeng berjalan,” katanya.
Tanah IKN
Jika Otorita IKN bisa menyelesaikan dengan baik, lahan itu clean and clear baru ATR/BPN mengeluarkan sertifikat. Hanya itu yang bisa kami lakukan. Isu lahan di IKN, yang penting jangan sampai masyarakat menjadi korban.
Sebagai informasi, terdapat 2.038 hektar tanah di Ibu Kota Nusantara (IKN) yang masih bermasalah. AHY menyebut dirinya terus berkomunikasi dengan DPR soal penyelesaian lahan yang masih bermasalah di IKN.
Menurut dia, masalah pertanahan yang terjadi di IKN tak seluruhnya merupakan domain dari Kementerian ATR/BPN. Sebab, Otorita IKN terlebih dahulu menyelesaikan lahan berkonflik hingga tuntas, baru Kementerian ATR/BPN menerbitkan sertifikat.
”Jika Otorita IKN bisa menyelesaikan dengan baik, lahan itu clean and clear baru ATR/BPN mengeluarkan sertifikat. Hanya itu yang bisa kami lakukan. Isu lahan di IKN, yang penting jangan sampai masyarakat menjadi korban,” katanya.
Adapun proses penyelesaian bakal ditempuh lewat skema ganti rugi atau Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan (PDSK). Langkah yang diambil tetap bersifat humanis tanpa menghentikan proses pembangunan yang tengah berlangsung. ”Pembangunan tak boleh terhenti, terhambat akibat isu satu dan lain yang masih terjadi di lahan pembangunan,” katanya.