Kompolnas Ingatkan Sanksi Pemecatan dan Pidana bagi Polisi Pengguna Narkoba
Kompolnas mendorong pemeriksaan polisi yang diduga terlibat narkoba dilakukan profesional dan transparan kepada publik.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Kepolisian Nasional prihatin karena adanya anggota kepolisian yang diduga menyalahgunakan narkoba. Kompolnas meminta Polri menindak tegas dengan sanksi pidana dan sanksi etik berupa pemecatan.
Pada pertengahan April 2024 lima anggota kepolisian ditangkap karena diduga menggunakan narkoba. Mereka ialah Briptu FAR, Briptu IR, Brigadir DW, Briptu FQ, dan Brigadir PR. Empat orang bertugas di Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Metro Jaya dan seorang lainnya di Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur.
Di Sumatera Selatan, Polres Ogan Komering Ilir tengah mengusut kasus Briptu L, anggota Kepolisian Sektor Padamaran yang diduga menggunakan sabu.
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, pada Selasa (7/5/2024) menyatakan keprihatinan dan penyesalan atas adanya anggota kepolisian yang diduga menyalahgunakan narkoba. Kasus yang terjadi baru-baru ini dinilai menambah panjang deretan kasus narkoba yang melibatkan anggota Polri, seperti menyalahgunakan narkoba, mengedarkan narkoba, menjadi beking pengedar narkoba, dan menjadi bandar narkoba.
Khusus untuk lima polisi dari Polda Metro Jaya, Kompolnas telah mengirimkan surat klarifikasi kepada Polda Metro Jaya untuk menanyakan kasus dan penanganannya. ”Jika ada anggota berani mengonsumsi narkoba, maka yang bersangkutan sudah tidak layak lagi dipercaya menjadi anggota Polri,” kata Poengky.
Menurut Poengky, seorang polisi seharusnya melaksanakan tugasnya, yakni melayani, mengayomi, melindungi masyarakat, serta menegakkan hukum, bukannya malah melanggar hukum. Hal itu semakin memprihatinkan ketika keterlibatan polisi terkait dengan narkoba yang menjadi musuh bersama.
Karena itu, Kompolnas mendorong agar pemeriksaan terhadap anggota kepolisian yang diduga terlibat dalam penyalahgunaan narkoba dilakukan secara profesional dan transparan kepada publik untuk menjaga akuntabilitas lembaga. Pemeriksaan tersebut diperlukan untuk mendalami asal para pelaku mendapatkan narkoba hingga dugaan keterkaitan dengan jaringan narkoba.
Mereka juga perlu diperiksa terkait dengan kemungkinan narkoba yang digunakan diambil dari barang bukti kasus narkoba. Jika salah satu hal itu terbukti, Kompolnas meminta agar pelaku dijerat dengan pasal pidana dan kode etik Polri. Untuk proses pidana, pasal yang disangkakan perlu berlapis, termasuk pasal pemberatan hukuman karena mereka adalah aparat penegak hukum.
”Jika benar empat pelaku berasal dari Reserse Narkoba Polda Metro Jaya dan satu orang dari Satuan Reserse Narkoba Polres Jakarta Timur, hal ini sungguh sangat ironis,” kata Poengky.
Selain pelaku, menurut Poengky, atasannya juga harus diperiksa karena mereka memiliki tugas untuk mengawasi anak buah. Ketika seorang anggota kepolisian melakukan pelanggaran dan tindak pidana, atasan langsung juga harus bertanggung jawab karena telah gagal mengawasi anggotanya.
”Bagi mereka yang diduga terlibat, langkah tegas berupa sanksi pidana dengan ancaman hukuman maksimal dan sanksi etik maksimal berupa pemecatan diharapkan dapat membuat efek jera,” ujar Poengky.
Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso berpandangan, kasus lima polisi dari Polda Metro Jaya yang diduga menyalahgunakan narkoba dinilai merupakan puncak gunung es dari polisi yang menyalahgunakan narkoba. Ia menduga jumlah polisi yang menyalahgunakan narkoba lebih banyak.
Menurut Sugeng, fenomena tersebut bisa jadi akan terus ada. Dalam konteks ini, polisi menjadi korban penyalahgunaan narkoba.
”Narkoba telah merasuk ke dalam diri anggota kepolisian. Artinya, tindakan pemberantasan narkoba harus lebih ekstra luar biasa karena, dugaan saya, narkoba beredar sangat masif di masyarakat,” ujar Sugeng.
Oleh karena itu, Polri diharapkan menguatkan sistem deteksi dini terhadap anggotanya yang menyalahgunakan narkoba atau sebagai pengguna narkoba. Sebab, jika sudah menggunakan narkoba, bukan tidak mungkin anggota kepolisian menjadi pengedar narkoba atau bekerja sama dengan bandar.
Lebih lanjut, menurut Sugeng, dari pengamatannya, anggota kepolisian yang menggunakan narkoba kebanyakan adalah setingkat bintara sampai perwira pertama. Hal itu menunjukkan polisi di bawah tampak rentan untuk menyalahgunakan atau menggunakan narkoba.
Hal itu perlu didalami terkait tekanan kerja, mentalitas yang lemah, atau adanya skenario dari bandar narkoba yang memang dengan sengaja menyasar anggota kepolisian.
”Jaringan ini mengejek polisi, bahwa anggota-anggotamu bisa disusupi dengan menggunakan narkoba,” ujar Sugeng.
Sugeng berharap tindakan keras dan tegas dilakukan terhadap para pelaku. Bagi pengguna narkoba, anggota kepolisian mesti direhabilitasi. Bagi pengedar, Sugeng meminta agar diproses hukum. Hal yang jelas, sanksi kode etik tetap harus diterapkan bagi keduanya.
Secara terpisah, Direktur Tindak Pidana Narkoba Badan Reserse Kriminal Polri Brigadir Jenderal (Pol) Mukti Juharsa mengatakan, pihaknya tidak akan pandang bulu terhadap anggota kepolisian yang diduga menyalahgunakan narkoba. Untuk jajaran di Bareskrim, pihaknya akan melakukan tes urine mendadak.
Jika terdapat anggota kepolisian yang terbukti menyalahgunakan narkoba, menurut Mukti, yang bersangkutan mesti dijatuhi sanksi tegas berupa pemecatan. ”Yang penting sekarang kita mawas diri saja sendiri dulu. Kita akan tetap melakukan operasi tanpa pandang bulu,” ujar Mukti.