Potong Insentif Pegawai, Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali Ditahan KPK
Bupati Sidoarjo Ahmad Mudhlor ditahan KPK karena disangka menikmati uang potongan insentif pajak senilai Rp 2,7 miliar.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi akhirnya menahan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali, tersangka kasus dugaan korupsi pemotongan insentif aparatur sipil negara penarik pajak dan retribusi di Badan Pelayanan Pajak Daerah atau BPPD Sidoarjo, Jawa Timur. Muhdlor disangka menikmati uang pemotongan dan penerimaan insentif aparatur sipil negara hingga Rp 2,7 miliar. Saat ini, KPK juga tengah menyelidiki kemungkinan adanya tindak pidana pencucian uang dalam kasus tersebut.
Muhdlor yang ditetapkan sebagai tersangka perkara dugaan korupsi pada 16 April lalu akhirnya memenuhi panggilan KPK pada Selasa (7/5/2024) setelah dua kali mangkir. Bupati Sidoaro itu ditahan KPK setelah diperiksa sebagai tersangka selama kurang lebih 6,5 jam di Gedung Merah Putih, Jakarta.
Dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Selasa sore, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menjelaskan bahwa penahanan Muhdlor merupakan perkembangan perkara sebelumnya terkait dugaan korupsi di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah Kabupaten Sidoarjo. Sebelumnya, KPK sudah menahan Kepala Subbagian Umum BPPD Siska Wati dan Kepala BPPD Ari Suryono.
”Berdasarkan temuan tim penyidik, AMA (Ahmad Muhdlor Ali) selaku Bupati Sidoarjo diduga turut menikmati aliran uang dari para pihak yang sebelumnya telah ditahan KPK. AMA ditahan selama 20 hari pertama mulai 7 hingga 26 Mei 2024 di rutan cabang KPK,” ujar Tanak.
Menurut Tanak, Muhdlor sebagai bupati memiliki kewenangan mengatur penghargaan atas kinerja tertentu dalam melaksanakan pemungutan pajak dan retribusi di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo. Dengan kewenangan tersebut, Muhdlor membuat aturan dalam bentuk Keputusan Bupati sebagai dasar pencairan dana insentif pajak daerah bagi pegawai di lingkungan BPPD Sidoarjo untuk empat triwulan dalam Tahun Anggaran 2023.
Dengan kewenangan itu, Ari Suryono sebagai Kepala BPPD memerintahkan Siska untuk melakukan pemotongan dana insentif pajak bagi para aparatur sipil negara (ASN) di BPPD Sidoarjo dengan besaran 10-30 persen, sesuai dengan besaran insentif yang diterima. Sepanjang tahun 2023, Siska mampu mengumpulkan insentif dari para pegawai sebesar Rp 2,7 miliar.
Berdasarkan temuan tim penyidik, AMA (Ahmad Muhdlor Ali) selaku Bupati Sidoarjo diduga turut menikmati aliran uang dari para pihak yang sebelumnya telah ditahan KPK.
”Uang itu diperuntukkan untuk kebutuhan AS (Ari Suryono) dan lebih dominan peruntukan uangnya bagi AMA,” kata Tanak.
Ari Suryono juga mengatur teknis penyerahan uang secara tunai dari Siska kepada orang dekat Bupati Sidoarjo. Tak hanya itu, Ari pula yang mengoordinasikan pemberian potongan dana insentif kepada Muhdlor melalui perantaraan beberapa orang kepercayaan Bupati Sidoarjo tersebut.
”Terkait proses penerimaan uang ke AMA tersebut, penyerahannya dilakukan langsung oleh Siska dengan perintah AS dalam bentuk uang tunai, di antaranya diserahkan ke sopir Bupati. Setiap kali selesai penyerahan uang, Siska selalu melaporkannya kepada AS,” ucap Tanak.
Dalami pencucian uang
Tanak mengatakan, tim penyidik masih mendalami kemungkinan adanya tindak pidana pencucian uang yang dilakukan Muhdlor. Penyidik akan terus memintai keterangan sejumlah saksi yang terkait dengan perkara dugaan korupsi tersebut.
Atas perbuatannya, Muhdlor disangkakan melanggar Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi Asep Guntur Rahayu menambahkan, tim penyidik memiliki keterangan lain baik dari saksi maupun bukti-bukti yang telah dimiliki. Temuan setoran hingga Rp 2,7 miliar menjadi bukti awal bagi penyidik untuk menelusuri aliran penggunaannya. ”Saat ini, kami belum bisa sampaikan kepastian berapa total uang yang diterima tersangka karena perkembangannya masih dilakukan tim penyidik. Jadi, mohon ditunggu, ya,” kata Asep.
Dalam kesempatan itu, Asep juga menjelaskan tudingan lambatnya penahahan Mudlor karena sejumlah pihak yang diduga terlibat telah terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada 24 Januari lalu. Menurut Asep, OTT yang dilakukan KPK saat itu belum sempurna karena hanya berhasil menangkap Siska, bukan Bupati Sidoarjo.
Sebelumnya, Siska ditangkap bersama 10 orang lain dalam operasi tangkap tangan pada 24 Januari 2024. Namun, hanya Siska yang ditetapkan sebagai tersangka. Dalam OTT itu, penyidik KPK menyita uang tunai Rp 69,9 juta dari dugaan pemotongan dan penerimaan uang Rp 2,7 miliar pada tahun 2023.
”Perlu kami jelaskan bahwa OTT ini tidak sempurna, artinya tidak semua pejabat yang kami OTT berhasil dibawa. Kami bawa hanya Bu SW. Tetapi, dalam perkembangan penyidikannya akhirnya ka mitahan juga Kepala BPPD dan Bupati Sidoarjo,” ujar Asep.
Penahanan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali yang diduga terlibat dalam kasus korupsi pemotongan insentif ASN Badan Pengelola Pendapatan Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo senilai Rp 2,7 miliar ini semakin menambah deretan kepala daerah Kabupaten Sidoarjo yang terjerat kasus rasuah. Sebelum Ahmad Muhdlor Ali, Bupati Sidoarjo yang digantikan, yakni Saiful Ilah, juga ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus suap dan gratifikasi. Kepala daerah sebelumnya, Bupati Sidoarjo Win Hendarso, yang menjabat dua periode (2000-2010), juga tersandung kasus korupsi kas daerah senilai Rp 2 miliar (Kompas.id, 31/1/2024).
Terkait hal tersebut, Asep mengatakan, segala perkara yang telah selesai ditangani KPK hasilnya akan langsung dikirim ke deputi pencegahan KPK. Dengan demikian, praktik korupsi tersebut akan jadi bahan pencegahan oleh deputi pencegahan KPK.
”Jadi, ketika perkara selesai, kami sampai jangan melakukan ini. Ada pembelajaran yang diambil proses penyidikan yang telah selesai, seperti dibuat workshop agar tidak terjadi kembali,” ujar Asep.
Muhdlor yang ditanya wartawan mengenai kasus dugaan korupsi yang menjeratnya, seusai konferensi pers, memilih bungkam. Muhdlor terus menundukkan kepala ketika berjalan menuju mobil tahanan yang mengantarkannya ke Rumah Tahanan Cabang KPK.