Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta Tutup, Presiden: Itu Bagian dari Dinamika Pasar
Di tengah optimisme pertumbuhan ekonomi nasional 5,11 persen, ada saja pabrik tutup, di antaranya pabrik sepatu Bata.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah pertumbuhan ekonomi nasional yang tercatat sebesar 5,11 persen pada triwulan I tahun 2024, masih ada beberapa usaha dan pabrik yang terpaksa harus tutup dan gulung tikar. Menanggapi penutupan beberapa pabrik manufaktur di dalam negeri, seperti Pabrik Sepatu Bata di Purwakarta, Jawa Barat, Presiden Joko Widodo menyatakan fluktuasi semacam itu merupakan bagian dari dinamika pasar yang dipengaruhi oleh kompetisi, efisiensi, dan adaptasi terhadap barang-barang baru.
”Kalau masalah ada pabrik yang tutup, sebuah usaha itu naik turun karena kompetisi, karena mungkin efisiensi, juga karena bersaing dengan barang-barang baru yang lebih inovatif. Banyak hal, tapi yang jelas secara makro perkembangan ekonomi kita sangat baik 5,11,” kata Presiden Jokowi menjawab pers seusai peresmian Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi (BBPPT), Kota Depok, Provinsi Jawa Barat, Selasa (7/5/ 2024).
Menurut Presiden, hal ini juga menunjukkan daya tahan dan potensi pasar domestik serta kepercayaan investor. ”Saya kira dua hal itu (konsumsi dan investasi) yang sangat baik,” ucapnya.
Sebelumnya sejumlah perusahaan dilaporkan melakukan penutupan usaha dan pabriknya. Salah satunya PT Sepatu Bata Tbk yang menutup pabrik di Purwakarta, Jawa Barat, pada 30 April 2024. Keputusan menutup usaha dan pabrik PT Sepatu Bata ini tak lepas di antaranya dari kerugian yang terus dialami perusahaan selama ini.
Kalau masalah ada pabrik yang tutup, sebuah usaha itu naik turun karena kompetisi, karena mungkin efisiensi, juga karena bersaing dengan barang-barang baru yang lebih inovatif. Banyak hal, tapi yang jelas secara makro perkembangan ekonomi kita sangat baik 5,11.
Optimisme ekonomi
Terkait kondisi ekonomi nasional, Presiden Jokowi menyatakan optimismenya. Saat ini, pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 5,11 persen pada triwulan I tahun 2024. Apalagi, angka tersebut dicapai oleh Indonesia pada saat banyak negara besar justru mengalami resesi atau penurunan pertumbuhan.
”Ya, ini menumbuhkan sebuah optimisme bahwa negara-negara lain, negara-negara besar, sudah masuk ke jurang resesi. Negara lain juga turun growth-nya, tapi kita mampu tumbuh di 5,11 persen,” kata Presiden.
Sebelumnya, ketika memberikan arahan pada acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Tahun 2024, di Jakarta, Senin (6/5/2024), Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa situasi ekonomi global sedang dalam posisi tidak gampang. Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan cuma 3,2 persen. Dampak runtutan dari pandemi Covid-19 masih terasa sampai sekarang.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan I-2024 tercatat 5,11 persen secara tahunan (year-on-year). Pertumbuhan ini merupakan yang tertinggi sejak tahun 2015.
Sementara, tambah Presiden, beberapa negara telah masuk menuju pada resesi ekonomi seperti Jepang, Inggris, dan beberapa negara di Eropa. ”(Pertumbuhan ekonomi) itu saya kira, patut kita syukuri karena itu banyak didukung memang oleh konsumsi. Tetapi juga didukung yang kedua oleh investasi yang terus masuk ke negara kita,” ujar Presiden Jokowi.
Ya, ini menumbuhkan sebuah optimisme bahwa negara-negara lain, negara-negara besar, sudah masuk ke jurang resesi. Negara lain juga turun growth-nya, tapi kita mampu tumbuh di 5,11 persen.
Peningkatan pertumbuhan ini menjadi indikasi bahwa, meskipun menghadapi tantangan global, Indonesia tetap merupakan ekonomi yang kuat dan terus menarik investasi yang berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Efek Berganda
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Arief Budimanta juga menanggapi laporan BPS yang menyampaikan pertumbuhan ekonomi triwulan I 2024 tumbuh 5,11 persen (y-o-y). Komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga tumbuh 4,91 persen (y-o-y), konsumsi pemerintah 19,90 persen, investasi 3,79 persen, dan ekspor tumbuh 0,50 persen diikuti pertumbuhan impor sebesar 1,77 persen.
Menurut Arief, percepatan pertumbuhan pada triwulan I-2024 salah satunya ditopang oleh membaiknya pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,91 persen (y-o-y). Hal ini setelah sempat mengalami perlambatan pada triwulan IV-2023 yang hanya tumbuh 4,47 persen (y-o-y).
Bagaimanapun, pertumbuhan ekonomi kita masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga. Untuk triwulan ini, dari 5,11 persen pertumbuhan ekonomi nasional, lebih dari separuh atau tepatnya 2,62 persen merupakan andil dari konsumsi rumah tangga.
”Bagaimanapun pertumbuhan ekonomi kita masih didominasi oleh konsumsi rumah tangga, untuk triwulan ini dari 5,11 persen pertumbuhan ekonomi nasional, lebih dari separuh atau tepatnya 2,62 persen merupakan andil dari konsumsi rumah tangga,” kata Arief, Senin (6/5/2024).
Belanja pemerintah juga tumbuh tinggi, yakni hingga 19,90 persen (y-o-y) pada triwulan pertama. Pertumbuhan belanja pemerintah ini diharapkan dapat memberikan multiplier effect (efek berganda) yang lebih panjang dan besar terhadap pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun 2024.
Dengan demikian, pertumbuhan sektor ekonomi juga harus dapat menciptakan lapangan kerja yang dapat menjaga dan mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Arief menambahkan bahwa secara sektoral pertumbuhan ekonomi cukup menyebar terutama pada sektor akomodasi makanan dan minuman, pertambangan dan penggalian, transportasi dan pergudangan, serta informasi dan komunikasi yang tumbuh di atas 8 persen (y-o-y). Namun, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan justru mengalami kontraksi -3,54 persen dibandingkan triwulan I tahun 2023 lalu.
Artinya, meskipun Elnino sudah mulai mereda, dampaknya terhadap produksi ataupun ekonomi pada sektor pertanian khususnya masih perlu diantisipasi agar tidak meluas dan dapat segera rebound pada triwulan II ini. Ke depan, daya beli dan konsumsi rumah tangga juga tidak bisa dipisahkan, apalagi diabaikan, dalam pengembangan sektor ekonomi Indonesia.
”Dengan demikian, pertumbuhan sektor ekonomi juga harus dapat menciptakan lapangan kerja yang dapat menjaga dan mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga,” ujar Arief.