Mengukur Ketakutan Kita terhadap Virus Korona
Ketakutan terhadap suatu hal sering kali disebabkan kurangnya pengetahuan, termasuk tentang wabah Covid-19. Dengan mengetahui seluk beluk Covid-19, langkah pencegahan dan penanganan dapat lebih dipertanggungjawabkan.
”Truth is the antidote stronger,
transparency the first vaccine to equip ourselves with.”
(PM Italia Giuseppe Conte)
Pada 11 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa penyakit korona Covid-19 merupakan pandemi. Penetapan pandemi atas suatu penyakit menegaskan bahwa suatu wabah penyakit menular telah terjadi di wilayah geografis yang luas dan dengan prevalensi yang tinggi.
Dalam keterangan tertulis sehari setelahnya, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menjelaskan dua alasan WHO menetapkan wabah Covid-19 sebagai pandemi.
Pertama, kecepatan dan skala penularan wabah Covid-19 sudah sedemikian tinggi. Sejumlah 182.405 kasus dilaporkan oleh WHO dengan sebaran pada 155 negara dan wilayah di dunia sejak rilis pertama WHO terkait wabah virus korona jenis baru di China pada 21 Januari 2020.
Kedua, WHO melihat bahwa walaupun sudah selalu memberikan peringatan, beberapa negara tidak menunjukkan komitmen serius untuk mengontrol penyebaran virus tersebut di level politik.
Apabila WHO perlu menyatakan pandemi demi mengajak tiap negara semakin serius berkomitmen menanggulangi wabah Covid-19, seberapa besar kita harus takut terhadap wabah tersebut?
Keingintahuan publik
Perhatian publik terhadap wabah korona dapat dipotret, salah satunya dengan menilik keingintahuan orang terkait tema virus korona dari informasi Google Trends. Google Trends menunjukkan detak popularitas sebuah tema yang diketikkan orang melalui mesin pencari Google dalam wilayah dan kurun waktu tertentu. Oleh karena itu, perlu ditentukan kata kunci, wilayah, serta kurun waktu pencarian.
Pencarian di Google Trends dilakukan pada 13 Maret 2020 dengan menggunakan kata kunci ”virus korona” beserta dengan kata kunci terkait, seperti ”virus corona”, ”corona”, ”korona”, ”covid”, ”covid-19”, dan ”corona virus”, di wilayah Indonesia dan dunia dalam kurun 21 Januari 2020 hingga 13 Maret 2020. Tanggal 21 Januari digunakan sebagai titik mulai berbarengan dengan rilis pertama dari WHO terkait wabah virus korona jenis baru di China.
Dengan menerapkan batasan pencarian di atas, tampak bahwa di wilayah Indonesia, pada kurun waktu di atas cenderung datar dengan dua puncak pencarian yang naik dan turun secara ekstrem pada Januari dan Maret. Dua puncak tersebut dapat digunakan sebagai gambaran popularitas pencarian kata kunci informasi terkait virus korona di Indonesia.
Puncak pertama terjadi pada 27 Januari 2020 hingga mencapai angka 87 dalam skala popularitas pencarian. Puncak tersebut naik tajam dari angka 52 pada tanggal 25 Januari 2020. Puncak kedua terjadi pada 2 Maret 2020 hingga mencapai angka 100 dengan kenaikan ekstrem dari angka 18 pada 1 Maret 2020.
Di Indonesia, kedua puncak tersebut dapat didekati dengan peristiwa terkait virus korona yang ada di Indonesia. Dilihat dari sisi pemberitaan, puncak pertama, yakni 27 Januari 2020, berbarengan dengan pemberitaan adanya seorang pasien di RSUD Raden Mattaher, Jambi, yang didiagnosis terinfeksi saluran napas atas dan bawah. Pasien tersebut diduga terkena Covid-19 walaupun kemudian tidak terbukti.
Puncak kedua, yakni pada 2 Maret 2020, berbarengan dengan pengumuman Presiden Joko Widodo bahwa terdapat dua kasus warga negara Indonesia terinfeksi virus korona Covid-19.
Menggunakan batasan waktu yang sama, pencarian di tingkat global menunjukkan grafik dengan tren meningkat secara bertahap. Di tingkat dunia, pencarian tema virus korona beserta dengan turunannya bergerak naik dari angka 4 pada 21 Januari 2020. Sempat mencapai angka 31 pada 31 Januari 2020, naik hingga angka 54 pada 28 Februari 2020, dan mencapai puncak angka 100 pada 10 Maret 2020.
Naiknya detak pencarian pada 31 Januari 2020 di tingkat global berbarengan dengan penetapan WHO bahwa wabah virus korona Covid-19 merupakan darurat kesehatan publik yang membutuhkan perhatian internasional.
Peningkatan popularitas pencarian pada 10 Maret 2020 berbarengan dengan pernyataan WHO bahwa wabah virus korona Covid-19 memiliki karakteristik pandemik walaupun merupakan pandemi yang terkontrol.
Walaupun tidak langsung menunjukkan sebab-akibat, peristiwa-peristiwa yang berdekatan dengan kenaikan popularitas pencarian tema virus korona di atas menunjukkan kemungkinan adanya hubungan antara suatu peristiwa dan kenaikan popularitas pencarian di Google. Artinya, kenaikan pencarian informasi terkait virus korona berbarengan dengan peristiwa di Indonesia ataupun dunia tentang perkembangan virus korona.
Oleh karena itu, perlu penelusuran lebih detail terkait pertanyaan (query) terbanyak tentang informasi terkait virus korona, baik di wilayah Indonesia maupun dunia yang dicari lewat Google.
Pertanyaan terbanyak
Di wilayah Indonesia, sepuluh pertanyaan di Google dengan intensitas tertinggi terkait tema virus korona berturut-turut adalah Indonesia corona (100), virus corona Indonesia (50), corona di Indonesia (44), apa virus corona (43), gejala corona (41), ciri-ciri corona (38), ciri corona (37), apa itu corona (31), corona adalah (29), dan gejala gejala virus korona (29).
Jenis pertanyaan berbeda ditemukan di tingkat global. Sepuluh pertanyaan tertinggi terkait tema virus korona di dunia berturut-turut adalah the coronavirus (100), coronavirus symptoms (100), virus coronavirus (94), news corona virus (80), dan coronavirus update (73), china coronavirus (60), coronavirus italia (57), coronavirus cases (44), coronavirus map (43), dan coronavirus uk (41).
Dilihat dari sisi pemberitaan, puncak pertama, yakni 27 Januari 2020, berbarengan dengan pemberitaan adanya seorang pasien di Jambi yang diduga tertular korona.
Berbagai pertanyaan yang diajukan di atas dapat digolongkan menjadi empat jenis. Pertama pertanyaan terkait virus korona dan kewilayahan (Indonesia, China, Italia, Inggris, dan dunia). Kedua terkait pertanyaan tentang halnya, yakni virus korona. Kemudian ketiga, pertanyaan tentang ciri dan gejala virus korona, dan keempat pertanyaan tentang berita dan update virus korona.
Di wilayah Indonesia pertanyaan yang mendominasi popularitas pencarian adalah pertanyaan yang berkaitan dengan virus korona dan kewilayahan. Hal itu tampak dari pertanyaan Indonesia corona (100), virus corona Indonesia (50), dan corona di Indonesia (44). Pertanyaan tentang halnya (virus korona), ciri dan gejala virus korona, serta berita dan update virus korona berada di angka 40 atau kurang.
Dominasi pertanyaan yang berbeda terjadi di tingkat dunia. Di tingkat global, pertanyaan yang mendominasi dengan angka popularitas di atas 70 adalah pertanyaan tentang halnya (tentang virus korona), ciri dan gejala virus korona, serta berita dan update virus korona.
Dominasi tersebut tampak dengan pertanyaan the coronavirus (100), coronavirus symptoms (100), virus coronavirus (94), news corona virus (80), dan coronavirus update (73). Di tingkat global, jenis pertanyaan tentang virus korona dan kewilayahan relatif lebih rendah dibandingkan dengan jenis pertanyaan lain.
Penelusuran di atas menunjukkan bahwa keingintahuan orang di wilayah Indonesia terhadap virus korona berhubungan dengan wilayah Indonesia. Selanjutnya, keingintahuan terkait virus korona dalam porsi yang moderat (dalam angka popularitas 40-50) berhubungan dengan ciri, gejala, dan halnya (virus korona).
Kesimpulan sementara yang dapat ditarik adalah orang Indonesia cenderung lebih ingin tahu tentang virus korona apabila berhubungan dengan Indonesia, terutama berhubungan dengan wilayah Indonesia.
Di tingkat global, keingintahuan masyarakat dunia tentang virus korona dimulai dengan keingintahuan tentang halnya, yaitu apa itu virus korona, gejala virus korona, serta berita dan update tentang virus korona, baru kemudian tentang kewilayahan (China, Italia, Inggris).
Kesimpulan awal terhadap jenis pertanyaan orang Indonesia terhadap tema virus korona itu perlu ditegaskan dengan pencarian pemberitaan terkait virus korona dan Indonesia pada kurun waktu yang sama di Indonesia.
Dari pengamat menjadi korban
Terdapat dua peristiwa terkait tema virus korona dan tema Indonesia sepanjang 21 Januari-13 Maret 2020. Peristiwa pertama yang patut dicermati adalah pemulangan WNI dari Wuhan ke Indonesia pada 2 Februari 2020.
Pada tanggal itu, detak popularitas pencarian terkait virus korona dan turunannya di Indonesia berada di angka 22. Tak ada gejolak yang ditimbulkan oleh pemberitaan tersebut dibandingkan detak popularitas pencarian pada tanggal 27 Januari 2020.
Demikian juga dengan kabar tentang WNI yang berada di kapal pesiar Diamond Princess dan kapal pesiar World Dream sekitar akhir Februari 2020. Pada kurun 20 hingga 29 Februari 2020, rata-rata pencarian tentang virus korona juga berada di bawah angka 20.
Dari dua peristiwa itu, tema keindonesiaan dalam isu korona tidak menaikkan rasa ingin tahu orang Indonesia tentang virus korona. Hal ini semakin menegaskan bahwa ketertarikan orang Indonesia terkait virus korona yang berhubungan dengan tema Indonesia lebih bersifat geografis.
Secara sosiologis, hal ini sering disebut dengan fenomena not in my backyard (nimby). Fenomena ini menunjukkan keenganan manusiawi untuk mengalami sebuah peristiwa di wilayahnya.
Sebuah peristiwa, entah itu bencana alam, kerusakan lingkungan, atau wabah penyakit, mungkin terjadi dengan dahsyat di tempat lain, tetapi jangan sampai terjadi di daerahku. Karena sebuah peristiwa tragis terjadi dalam jarak geografis yang jauh, relasi yang terbentuk adalah relasi pengamat-peristiwa tragis.
Fenomena nimby menunjukkan relasi pengamat yang berjarak dengan sebuah peristiwa. Ketika jarak geografis semakin pendek, terjadi perubahan relasi menjadi relasi potensi pelaku/korban di hadapan sebuah peristiwa. Perubahan peran dari pengamat menjadi potensial pelaku/korban tersebut memunculkan kewaspadaan, bahkan tak jarang ketakutan.
Di tingkat global, pertanyaan yang mendominasi adalah pertanyaan tentang virus korona, ciri dan gejala virus korona, serta berita dan update virus korona.
Tak heran, pada awal Februari 2020, beberapa warga Natuna menolak keputusan penggunaan wilayahnya sebagai tempat isolasi WNI dari Wuhan. Dari kacamata fenomena nimby, saat itu warga Natuna tak lagi menjadi pengamat terhadap wabah korona. Status mereka berubah menjadi potensial pelaku atau potensial korban terhadap wabah korona.
Saat ini, kasus infeksi virus corona Covid-19 telah dikonfirmasi terjadi di Indonesia. Artinya, status pengamat yang berubah menjadi potensial pelaku/korban dialami oleh seluruh warga Indonesia. Terhadap situasi ini, seberapa besar kita harus menaruh rasa takut?
Pengetahuan yang kurang
Mengikuti seruan dari WHO, pandemi wabah korona di dunia saat ini merupakan pandemi yang terkontrol. Artinya, kewaspadaan terhadap virus korona Covid-19 merupakan hal serius dan perlu menjadi perhatian setiap pihak. Dalam hal ini, kita tidak perlu mencobai virus dengan bertindak seolah-olah tak terjadi apa-apa.
Sebaliknya, mengingat pandemi wabah corona Covid-19 merupakan pandemi terkontrol, dengan langkah yang tepat, penularan dan penyebarannya dapat diminimalisasi. Dengan demikian, ketakutan yang muncul pun merupakan ketakutan yang positif, yakni ketakutan yang memunculkan keingintahuan untuk mengatasi sumber ketakutan tersebut.
Ketakutan terhadap suatu hal biasanya terjadi karena pengetahuan yang kurang. Hal tersebut merupakah situasi khas manusiawi: kita sering takut terhadap hal-hal yang belum kita ketahui dengan baik.
Baca juga: Pandemi Covid-19 dan Siklus Ekonomi
Persoalannya adalah kita tahu, tetapi hanya sedikit bahkan sering kali tidak tepat. Minimnya pengetahuan akan memunculkan berbagai asumsi yang menimbulkan ketakutan dan kepanikan. Dengan demikian, berbagai hoaks terkait suatu hal, dalam hal ini virus korona, mudah sekali bermunculan.
Apabila ketakutan merupakan buah dari kurangnya pengetahuan, obat yang tepat bagi ketakutan dan kepanikan terhadap virus korona Covid-19 adalah mencari informasi yang tepat tentang isu korona.
Dalam hal ini, seruan PM Italia Giuseppe Conte di awal tulisan ini menemukan relevansinya. Kebenaran merupakan penawar penyakit yang lebih kuat, bahkan dapat menjadi vaksin pertama yang melengkapi diri kita. Artinya, pertama-tama kita perlu mengetahui dengan baik hal yang kita hadapi agar dapat menentukan langkah penanganan dengan lebih bertanggung jawab. Lantas, ke mana kita perlu mencari tahu?
Sumber tepercaya
Berdasarkan detak popularitas Google Trends itu, tampak bahwa keingintahuan orang Indonesia terkait tema virus korona lebih digerakkan dengan fenomena nimby, atau asal tidak terjadi di daerahku. Pencarian tentang seluk beluk virus korona itu sendiri kemudian menjadi relatif kurang populer.
Padahal, berbagai sumber informasi tepercaya telah tersedia di internet. Di tingkat global terdapat website WHO yang memberikan informasi lengkap dan up to date terkait virus korona serta perkembangannya.
Di dalam negeri, Kementerian Kesehatan memberikan update harian perkembangan virus korona melalui situs inveksiemergin.kemkes.go.id yang kemudian diperbarui menjadi covid19.kemkes.go.id. Selain itu, terdapat juga situs waspada korona dari Kantor Staf Presiden. Kedua situs tersebut, selain menyuguhkan informasi terkait perkembangan harian, juga memberikan berbagai panduan praktis yang mudah diunduh terkait virus korona.
Muncul juga upaya dari kelompok sipil yang terdiri dari akademisi dan praktisi untuk memberikan informasi lengkap terkait virus korona melalui situs web-nya kawalcovid19.id. Hingga saat ini, situs ini merupakan situs paling lengkap yang memberikan informasi, verifikasi, dan edukasi terhadap virus korona Covid-19 di Indonesia.
Berbagai informasi itu, tak akan berguna mengurangi ketakutan dan kekhawatiran apabila tak diakses dan dipraktikkan pengguna. Selain itu, informasi yang dikonsumsi biasanya adalah informasi yang muncul dari berbagai portal berita ataupun dari sosial media.
Dalam situasi semacam ini, kita perlu mencari informasi dengan sumber yang pasti dan telah terkonfirmasi. Biasanya, setiap portal media utama menerapkan metode verifikasi atas setiap pemberitaan yang diturunkan.
Mengingat pola keingintahuan orang Indonesia terkait virus korona dari Google Trends itu, penyebaran informasi terkait virus korona yang tepat dan mudah dicerna tetap perlu terus dilakukan.
Yang terbaru, Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa informasi terkait penanganan virus korona Covid-19 perlu disampaikan secara terpusat, satu pintu oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Inilah salah satu tantangan bagi Gugus Tugas yang baru dibentuk Presiden Jokowi. Selamat Bertugas! (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Mengapa Harus Membayar Berita Daring?