Membuka Lipatan Sejarah Sepeda Lipat
Sepeda lipat merupakan salah satu jenis sepeda yang banyak dicari masyarakat dunia, terlebih saat pandemi Covid-19. Ringkas dan mudah digunakan menjadi kelebihannya.
Tren bersepeda di Indonesia di tengah masa pandemi membuat sepeda lipat kian populer. Lebih dari satu abad sepeda jenis ini telah mengalami penyempurnaan untuk memenuhi beragam kebutuhan pengguna.
Sepeda lipat muncul dari kebutuhan akan moda transportasi yang praktis dan ringkas. Melihat sejarahnya, sepeda lipat sudah diperkenalkan pada 1909. Awalnya, kebutuhan ini muncul dari pihak militer serta masyarakat urban, terutama penduduk kota-kota di Eropa dan Amerika Serikat.
Salah satu peristiwa pemantik kemunculan sepeda lipat adalah dari hasil putusan Komite Tentara Inggris pada 1888. Saat itu dibutuhkan moda transportasi sepeda untuk membantu mobilitas pasukan infanteri.
Spesifikasi yang diinginkan ialah harus ringkas, ringan, lebih lincah dan cepat daripada sepeda biasa. Selain itu, syarat lain adalah sepeda tersebut harus mudah digunakan serta dapat melintas di beragam kondisi jalan.
Sepeda dipandang lebih efisien dibandingkan dengan kuda kala itu. Harapannya, dengan bersepeda, pasukan dapat berpindah lebih dari 160 kilometer per hari. Kelebihan lain adalah menghemat logistik karena tidak lagi membutuhkan makanan dan minuman untuk kuda. Di samping itu, pergerakan pasukan lebih senyap dibandingkan dengan pasukan berkuda.
Bersamaan dengan itu, muncul pula kebutuhan dari masyarakat sipil terutama warga perkotaan terhadap sepeda yang ringkas, mudah dibawa, mudah digunakan, dan hemat tempat. Baik kebutuhan militer maupun warga sipil tersebut didorong oleh perkembangan teknologi sepeda yang kian nyaman untuk dikendarai.
Pada 1886, sepeda sudah dilengkapi rantai untuk menggerakkan roda belakang dan ukuran kedua rodanya sama. Kreasi John Kemp Starley yang menciptakan rantai penggerak roda membuat pengendara mudah dan nyaman mengendalikan sepeda.
Kemajuan sepeda disumbang oleh hasil ciptaan John Boyd Dunlop, yakni ban sepeda yang bisa diisi dengan angin atau pneumatic tire pada 1888. Melalui penggunaan ban ini, pengendara sepeda dapat melaju mulus tanpa getaran keras.
Walau perkembangan teknologi sepeda kian maju, pada era ini belum muncul istilah sepeda lipat atau folding bike. Sebelum era sepeda lipat, baru tersedia sepeda portabel yang mudah dibawa, tetapi belum cukup ringkas bentuk dan ukurannya. Sepeda lipat dengan desain yang dikenal saat ini pertama kali diproduksi tahun 1909.
Ban kecil
Sepeda lipat masuk dalam golongan sepeda tipe roda kecil atau small wheeled bicycle. Mayoritas sepeda lipat menggunakan ban berukuran diameter 16 hingga 20 inci, atau berkisar 40 sampai 50 cm.
Memilih ukuran ban adalah salah satu aspek penting untuk mengawali desain sepeda. Ketika merancang sepeda lipat, hal yang diutamakan adalah ukuran yang ringkas. Ban bergaris tengah kecil yang selanjutnya disebut ban kecil adalah pilihan yang tepat untuk kebutuhan ini.
Ban kecil memiliki kelebihan dan kekurangan yang menjadi poin pertimbangan. Kelebihannya antara lain ringkas dari segi dimensi, lebih mudah bergulir sehingga mendukung akselerasi yang cepat.
Lebih lincah dikemudikan, ban lebih kuat karena jeruji lebih pendek. Torsi yang dibutuhkan ketika mengayuh lebih kecil sehingga komponen rantai dan gir tidak menanggung beban berat.
Di sisi lain, kerugian ban kecil adalah lebih riskan terhadap guncangan dan lubang di jalan. Ban akan lebih cepat aus karena berputar lebih banyak ketika menempuh jarak yang sama dibandingkan dengan ban lebih besar.
Tekanan ban harus selalu relatif tinggi dari ban ukuran besar. Sulit untuk melalui jalan dengan permukaan tidak keras, misalnya jalan berlumpur dan berpasir. Tanjakan juga menyulitkan sepeda roda kecil untuk mendaki. Keuntungan dan kerugian tersebut harus disikapi oleh para desainer supaya dapat dimanfaatkan secara efektif.
Para penemu
Perkembangan rancang bangun sepeda portabel dimulai oleh Emmit G Latta dari New York, Amerika Serikat. Ia mendaftarkan paten rancangan sepeda lipat ciptaannya dengan nomor 378.253 pada 1888.
Sepeda rancangan Latta diproduksi oleh Kolonel Pope, pemilik merek sepeda Colombia. Namun, pasar tidak merespons positif terhadap produk rancangan Latta. Pengguna tidak menyukai posisi gagang setang yang berbeda dengan sepeda pada umumnya.
Upaya membuat sepeda portabel diteruskan oleh Michael Ryan dari Boston, AS, yang mendaftarkan paten untuk rancangan sepeda lipatnya. Sepeda rancangannya masih menggunakan rangka konvensional atau diamond frame. Hak paten diterimanya pada 1894 dengan nomor 518.330. Namun, desain Ryan dinilai terlalu rumit dan mahal untuk diproduksi massal.
Faun Folding Cycle kemudian membuat rancangan yang lebih sederhana menyaingi rancangan Ryan. Sepeda Faun mulai dijual di Inggris pada 1896. Di luar produk sepeda Faun, Michael Ryan kembali mendesain sepeda lipat dengan bentuk lebih sederhana dan mematenkannya pada 1898.
Walau berbeda rancangannya, sepeda portabel yang dibuat oleh Emmit G Latta, Michael Ryan, dan Faun Folding Cycle memiliki persamaan, yaitu masih menggunakan ban ukuran besar. Desain rangkanya juga belum banyak berubah dari sepeda konvensional.
1909 hingga kini
Idealnya, untuk membuat sepeda lipat supaya lebih ringkas, roda yang digunakan harus berukuran kecil. Menurut catatan dalam buku Bicycle Design: An Illustrated History (2014), sepeda lipat dengan desain yang dapat ditemui saat ini pertama kali dibuat pada 1909. Sepeda ini dibuat untuk kebutuhan militer dengan diberi nama The 1909 Fongers.
Pengembangan desain sepeda lipat terus bergulir pada 1939. Adalah Andre Jules-Marcelin dari Paris, Perancis, mematenkan ciptaannya yang diberi nama Le Petit Bi, atau sepeda kecil dengan roda berukuran 16 inci.
Versi awal Le Petit Bi belum dapat dikatakan sebagai sepeda lipat, hanya sebatas sepeda portabel. Desainnya disempurnakan pada Le Petit Bi versi tahun 1944. Sepeda ciptaan Andre menginspirasi desainer sepeda Norishige Yokomaki dari Tokyo. Yokomaki membuat sepeda Porta Cycle yang dipatenkan tahun 1957.
Popularitas sepeda beroda kecil, termasuk sepeda lipat, mulai meningkat di Eropa pada tahun 1950-an. Tren ini berlangsung cukup lama, yakni hingga akhir tahun 1980-an.
Dilihat dari lini masanya, pada waktu-waktu ini muncul pabrikan sepeda lipat kelas dunia yang sekarang dikenal. Beberapa di antaranya sepeda Alex Moulton dari Inggris yang didirikan pada 1962. Brompton pada 1975 di Inggris, kemudian Dahon didirikan pada 1982 di California, AS, dengan lokasi pabrik di Taiwan.
Hingga saat ini, menurut catatan dari The Folding Cyclist, lebih dari 200 pembuat sepeda lipat dari seluruh penjuru dunia. Satu merek Indonesia yang ikut tercatat adalah Polygon.
Belakangan ini, booming sepeda yang dipicu karena pandemi menjadikan sepeda lipat sebagai primadona di Indonesia. Sepeda jenis ini adalah yang paling populer dicari oleh masyarakat. Menurut data Google Trends, sepeda lipat mengungguli kata kunci pencarian dibandingkan dengan sepeda jenis lainnya.
Bukan hanya di mesin pencarian, penjualan sepeda lipat juga banyak dicari untuk dibeli warga. Di Indonesia, pembelian melalui toko daring terlihat sejak Maret hingga Juni 2020. Dalam periode itu, Bukalapak mencatat peningkatan transaksi penjualan sepeda hingga 156 persen dibandingkan dengan kondisi biasanya. Tren peningkatan juga terjadi di toko daring Tokopedia dan Blibli.
Sepeda produk dalam dan luar negeri laris manis terjual. Beragam jenis dan merek sepeda lipat ditawarkan. Muncul varian sepeda lipat sport dan petualangan hingga yang ditenagai listrik.
Baca juga : Menebak Arah ”Booming” Sepeda Setelah Pandemi
Saat ini, sepeda lipat didorong menembus batas, tidak hanya berkutat pada bentuk ringkas dan mudah digunakan. Dari kacamata konsumen, sekarang sudah tersedia sepeda lipat untuk berbagai macam kebutuhan. Sepeda lipat bisa diajak berkomuter, gowes jarak jauh, diajak melahap tanjakan, bahkan bersepeda lintas alam atau offroad pun juga bisa.
Sudah lebih dari satu abad sejak gagasan tentang sepeda lipat mengemuka. Inovasi dan kreasi mendorong terciptanya jenis alat transportasi yang serba bisa. Dari lembaran lipatan sejarah sepeda lipat, kemampuan mengadopsi teknologi dan mampu memenuhi kebutuhan pengguna membuat moda transportasi sepeda tetap bertahan melintas zaman. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga : Melacak Tren Perburuan Sepeda