Rekor Tiga Bupati Sidoarjo Terjerat Korupsi
Tiga bupati terpilih dari proses pemilihan langsung di Sidoarjo telah tersandung kasus korupsi.
Penetapan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali sepertinya bukan sesuatu yang asing lagi. Sejarah merekam tiga kepala daerah dari wilayah penghasil udang ini tak lepas dari jeratan korupsi.
Penetapan status tersangka kepada Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali yang diduga terlibat dalam kasus korupsi pemotongan insentif ASN Badan Pengelola Pendapatan Daerah (BPPD) Kabupaten Sidoarjo senilai Rp 2,7 miliar ini semakin menambah deretan panjang sejarah kepala daerah yang terjerat kasus rasuah.
Khusus di Sidoarjo, Muhdlor adalah bupati ketiga yang terpilih dari proses pemilihan kepala daerah langsung sejak 2005 yang terjerat kasus korupsi.
Gus Mudhlor, demikian sang bupati muda yang terpilih di pilkada serentak tahun 2020 ini biasa dipanggil, pada akhirnya harus merasakan rompi orange khas KPK setelah lembaga antirasuah tersebut menetapkannya sebagai tersangka pada 16 April 2024.
Isu santer terkait dugaan sang bupati terjerat korupsi sebenarnya sudah muncul sejak masa kampanye Pemilihan Presiden 2024 lalu.
Saat itu, isu yang muncul adalah penetapan tersangka Muhdlor di kasus korupsi. Namun, isu ini sedikit mereda, terutama dengan perubahan sikap politik Muhdlor yang juga kader PKB Sidoarjo ini, yang semula mendukung pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, tiba-tiba mengarahkan dukungannya kepada pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Spekulasi kemudian berkembang, perubahan sikap politik ini untuk ”menahan” upaya penetapan tersangka kepada sang bupati.
Secara rekam jejak politik, Muhdlor merupakan darah biru politik dan sosok politisi muda di Sidoarjo dan Jawa Timur pada umumnya. Gus Mudhlor adalah putra keenam dari tokoh besar NU, KH Agoes Ali Masyhuri atau Gus Ali, pengasuh Pondok Pesantren Bumi Solawat, Sidoarjo.
Gus Muhdlor ini tercatat masuk jajaran kepala daerah muda di Jawa Timur. Saat terpilih di Pilkada 2020, usianya saat itu masih 29 tahun. Di pilkada tersebut Muhdlor berpasangan dengan Ketua DPC PKB Sidoarjo Subandi yang dilantik menjadi pasangan bupati dan wakil bupati secara resmi pada 22 Januari 2021.
Pasangan Muhdlor dan Subandi ini dinyatakan sebagai pemenang pilkada setelah meraih 387.766 suara atau 39,01 persen dari total suara sah dalam Pilkada Kabupaten Sidoarjo tahun 2020.
Ditetapkannya Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi ini tidak hanya semakin menambah daftar panjang kepala daerah hasil pemilihan langsung yang terjerat tindak pidana rasuah, tetapi bagi masyarakat Sidoarjo, khususnya, penetapan tersangka bupati ini juga semakin menambah rekor bupati di wilayah ini kerap tersandung masalah korupsi.
Baca juga: Malangnya Nasib Sidoarjo, Tiga Bupati Terjerat Korupsi
Bupati Sidoarjo dan korupsi
Penetapan Gus Muhdlor sebagai tersangka dugaan kasus korupsi semakin memperkuat penilaian yang selama ini berkembang bahwa kepala daerah di wilayah yang dikenal sebagai penghasil udang ini identik dengan kasus korupsi. Sebelum Mudhlor, dua bupati Sidoarjo lainnya yang juga terpilih di pilkada langsung tersandung masalah yang sama.
Kasus pertama menjerat Bupati Sidoarjo dua periode, yakni Win Hendrarso. Win Hendrarso memimpin Sidoarjo di periode 2000-2005 dan 2005-2010. Di periode keduanya, ia terpilih sebagai Bupati Sidoarjo pertama kali melalui pilkada langsung.
Saat itu Win berpasangan dangan calon wakil bupati Saiful Ilah yang juga Ketua DPC PKB Sidoarjo. Pasangan yang diusung oleh PKB ini berhasil memenangi Pilkada Sidoarjo tahun 2005 dengan meraih 459.206 suara atau sekitar 67,86 persen dari total suara sah.
Di periode keduanya inilah Win kemudian disorot publik setelah namanya terjerat dalam kasus korupsi dana kas desa senilai Rp 2,4 miliar. Win ditetapkan tersangka oleh kejaksaan pada 14 Januari 2011 atau tidak lama setelah ia lengser dari jabatan bupati.
Dalam kasus ini, Win sempat dinyatakan bebas dalam persidangan banding setelah divonis 1 tahun. Namun, di putusan kasasi Mahkamah Agung, Win dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara pada tahun 2013.
Pada Februari 2017, Win bebas bersyarat setelah menjalani hukuman 3 tahun 4 bulan. Kementerian Hukum dan HAM menilai, Win berkelakuan baik sehingga mendapatkan bebas bersyarat sebelum masa hukumannya habis.
Baca juga: Beralasan Sakit, Bupati Sidoarjo Batal Diperiksa KPK sebagai Tersangka
Dua kasus korupsi Bupati Sidoarjo Saiful Ilah
Pasca-kepemimpinan Win Hendrarso, di Pilkada Sidoarjo 2010, mantan Wakil Bupati Saiful Ilah maju berpasangan dengan kader PKB lainnya, yakni MG Hadi Sutjipto. Pasangan yang diusung koalisi PKB dan PKS ini berhasil memenangi Pilkada Sidoarjo dengan meraih 450.586 suara atau 60,46 persen dari total suara sah.
Saiful Ilah menjadi orang kedua setelah Win Hendrarso yang kembali terpilih di pilkada untuk periode kedua. Namun, di Pilkada 2015 Saiful tidak lagi berpasangan dengan MG Hadi Sutjipto. Keduanya pecah kongsi dan sama-sama maju sebagai calon bupati.
Saiful berpasangan dengan Nur Achmad Syaifudin, Wakil Ketua DPC PKB Sidoarjo. Di Pilkada Sidoarjo 2015 ini, pasangan Saiful Ilah-Nur Achmad Syaifudin menang dengan meraih 424.611 suara atau setara dengan 58,97 persen total suara sah.
Sayangnya, di perjalanan periode keduanya ini, Saiful harus dihadapkan pada jeratan kasus korupsi. Akibatnya, Saiful tidak bisa menyelesaikan periode kedua kepemimpinannya di Sidoarjo dan Nur Achmad Syaifudin-lah yang menggantikannya sebagai penjabat bupati. Saiful harus menghadapi tuduhan korupsi yang dialamatkan kepada dirinya, bahkan dia dua kali didakwa dengan kasus rasuh tersebut.
Kasus pertama adalah korupsi penerimaan suap senilai Rp 600 juta dari proyek Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Kabupaten Sidoarjo.
Di kasus pertama ini, Saiful ditetapkan tersangka oleh KPK pada 7 Januari 2020 atau di pengujung periode keduanya memimpin Sidoarjo. Saiful dituntut empat tahun penjara dalam kasus ini, tetapi pengadilan kemudian memvonisnya tiga tahun penjara pada 5 Oktober 2020.
Setelah menjalani hukuman tersebut, Saiful bebas pada Januari 2022. Namun, tidak berapa lama menghirup udara bebas, ia kembali dijerat dengan kasus korupsi yang lain.
Di kasus kedua ini, Saiful dituduh menerima suap gratifikasi berupa uang tunai, logam mulia, jam tangan, dan barang-barang mewah lainnya dengan nilai yang mencapai Rp 15 miliar.
KPK kembali menetapkan Saiful Ilah sebagai tersangka pada 7 Maret 2023. Dalam persidangan, ia dituntut 5,3 tahun penjara dan kemudian pengadilan menjatuhi vonis lebih ringan, yakni 5 tahun penjara pada 11 Desember 2023.
Artinya, jika melihat waktu yang berjalan, Saiful yang saat ini masih harus menjalani masa hukuman di kasus keduanya, masyarakat Sidoarjo kembali harus dihadapkan pada kenyataan pahit, kepala daerahnya kembali terjerat kasus korupsi.
Sidoarjo pun mencatatkan rekor tiga bupatinya yang pernah memimpin wilayah ini tersandung masalah korupsi. (Litbang Kompas)
Baca juga: Berstatus Tersangka, Ahmad Muhdlor Ali Tetap Pimpin Sidoarjo