KPK Jangan Beri Ruang pada Upaya Pelemahan
JAKARTA, KOMPAS — Kasus penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, yang sudah lebih dari setengah tahun belum juga terungkap, telah ditafsir publik sebagai upaya pelemahan terhadap lembaga antirasuah itu.
Beberapa warga yang dihubungi, Sabtu (4/11), mengatakan, komisioner KPK seharusnya tetap bersatu, berada pada barisan terdepan untuk menyatukan perbedaan di tubuh lembaganya.
Mereka berharap, KPK jangan sampai terbelah karena sejumlah persoalan pelik yang mereka hadapi.
Entah itu terkait dengan kasus Novel, dugaan pelanggaran kode etik saat Brigjen (Pol) Aris Budiman menjadi Direktur Penyidikan KPK, ataupun kasus rumit yang menyeret Ketua Umum DPP Golkar Setya Novanto.
”Jangan sampai persoalan yang mereka hadapi justru memecah belah internal dan membuat lemah KPK,” kata Isten Tamba, mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Kasus Novel terjadi tak lama setelah ada kisruh di tubuh internal penyidik KPK yang terbelah dalam kubu ”perekrutan internal” dan kubu penyidik dari kepolisian.
Saat Aris menjadi Direktur Penyidikan KPK, masalah ini mencuat ke permukaan. Dia diprotes saat mencoba merekrut kepala satuan tugas penyidikan dari kepolisian. Novel selaku ketua wadah pegawai KPK mengirim e-mail protes.
Visi harus sama
Menurut Isten, terhadap kasus Novel, pimpinan KPK seharusnya mengusulkan pembentukan tim gabungan pencari fakta, bukanya terbelah. Visi semua unsur pimpinan seharusnya sama.
Isten merasa aneh jika ada pimpinan yang setuju dengan pembentukan TGPF, tetapi di pihak lain masih ada juga komisioner KPK yang enggan dengan usulan itu.
Kondisi tersebut merupakan ruang rawan bagi setiap upaya pelemahan KPK oleh pihak-pihak yang tidak menghendaki lembaga tersebut eksis dalam misi pemberantasan korupsi.
Menurut Isten, KPK harus bersatu menghadapi persoalan pelik tersebut, termasuk dalam menghadapi masalah pengajuan hak angket DPR terhadap KPK.
Isten mengatakan, tampak jelas bahwa ada pihak-pihak yang berupaya memperlemah KPK, baik dari dalam maupun luar. ”Bahkan, ada anggota DPR yang secara terbuka menginginkan KPK dibubarkan.”
Rentetan persoalan yang dihadapi KPK menunjukkan banyak pihak yang merasa terganggu dengan pemberantasan tindak pidana korupsi yang sedang gencar dilakukan lembaga antirasuah itu.
Untuk menghadapi berbagai persoalan pelik tersebut, menurut Isten, KPK juga harus berkaca ke dalam dan membuka diri jika ada masukan atau kritik dari pihak luar.
Yanto Sudarmo, pengusaha di Jakarta, mengatakan, masalah yang tidak kalah pelik yang harus dihadapi KPK adalah perpecahan di internal penyidik KPK.
Perpecahan ini bahkan mengemuka setelah Aris Budiman yang melaporkan Novel atas dugaan pencemaran nama baik. Novel pun telah ditetapkan polisi sebagai tersangka.
Tugas bersama
Yanto mengatakan, menyatukan friksi-friksi di KPK adalah tugas lima komisioner KPK. Jangan sampai perpecahan justru terjadi di antara komisioner. Perbedaan pendapat harus dapat diselesaikan di tingkat pimpinan.
Ketua KPK Agus Rahardjo, di Jakarta, Jumat (3/11), menyatakan, pihaknya tidak menampik adanya perbedaan pendapat di antara pimpinan KPK, khususnya dalam upaya penuntasan kasus Novel.
Perbedaan pendapat terjadi terutama terkait pembentukan tim gabungan pencari fakta (TGPF). Meski berbeda pendapat, Agus yakin, pimpinan KPK masih akan tetap solid.
”Dalam pengambilan keputusan, kami collective collegial. Kami akan diskusikan lagi, tetapi kami optimistis melihat perkembangan. Mungkin saja akan ada pimpinan yang berubah sikap (setuju dengan pembentukan TGPF),” ujar Agus.
Agam Lenon S, karyawan di Medan, menuturkan, publik yakin bahwa KPK dapat mengatasi masalah internal yang mereka hadapi.
Menurut dia, soal pembentukan TGPF hanya masalah perbedaan pendapat. ”Perbedaan pendapat wajar dalam sebuah organisasi. Saya yakin, pimpinan KPK dapat mengelola perbedaan pendapat di internalnya,” ucapnya.
Agam mengatakan, KPK juga harus memperbaiki prosedur-prosedur penyelidikan. Kasus dugaan korupsi Ketua DPR Setya Novanto yang penetapan tersangkanya dibatalkan di praperadilan harus menjadi pelajaran bagi KPK.