Butuh Kajian Khusus untuk Menata Tanah Abang
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta masih butuh waktu untuk merencanakan proses penataan kawasan Tanah Abang. Diperlukan kajian khusus untuk membenahi kesemrawutan di beberapa titik wilayah Tanah Abang.
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra, Syarief, mengatakan, saat ini pemerintah masih belum membahas teknis penataan kawasan Tanah Abang. Pemerintah masih fokus untuk melakukan pendataan dan sosialisasi di kawasan Tanah Abang.
Permasalahan di kawasan Tanah Abang sangat kompleks. Bukan hanya dari sisi kemacetan, melainkan dari segi sosialnya juga.
”Permasalahan di kawasan Tanah Abang sangat kompleks. Bukan hanya dari sisi kemacetan, melainkan dari segi sosialnya juga,” kata Syarief di Kantor DPRD DKI Jakarta, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (8/11).
Syarief menjelaskan, gubernur dan wakil gubernur DKI sekarang tidak ingin membuat solusi tanpa data yang jelas. Data-data mengenai titik penumpukan warga dan kendaraan sedang dikaji agar bisa membuat konsep untuk penataan kawasan tersebut.
”Waktu itu sudah dilakukan pengecekan kawasan Tanah Abang dengan drone, titik-titik mana saja yang terjadi penumpukan. Saya belum bisa memberi tahu di mana saja dan lokasi mana saja yang terdapat penumpukan tersebut karena masih dikaji,” kata Syarief.
Menurut Syarief, setelah data-data terkumpul, semua pemangku kepentingan harus duduk bersama untuk merencanakan perannya masing-masing. Dinas-dinas terkait, seperti dinas perhubungan (dishub), dinas usaha mikro, kecil, dan menengah, serta pengusaha akan diajak untuk berkolaborasi mengatasi permasalahan Tanah Abang.
”Saya prediksikan untuk pendataannya membutuhkan waktu sekitar tiga bulan. Pendataan tersebut juga akan disandingkan dengan rencana pencabutan larangan sepeda motor melintas di kawasan Sudirman hingga Thamrin,” kata Syarief.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan berencana mencabut larangan sepeda motor melintas di kawasan Sudirman hingga Thamrin. Syarief menjelaskan, dengan adanya pencabutan tersebut, kemungkinan kemacetan di daerah Tanah Abang bisa berkurang.
”Karena Jalan Sudirman-Thamrin tidak boleh dilalui sepada motor, sebagian besar pengendara motor memilih melewati jalur di kawasan Tanah Abang. Nanti akan kami lihat apakah kemacetan di kawasan Tanah Abang bisa berkurang dengan dicabutnya larangan ini,” kata Syarief.
Syarief juga menjelaskan, penataan pejalan kaki di Tanah Abang harus mendapatkan perhatian khusus. Ia menjelaskan, selama ini terjadi penumpukan pejalan kaki di kawasan Stasiun Tanah Abang.
”Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno sempat mengeluarkan pernyataan bahwa penumpukan pejalan kaki menjadi salah satu penyebab kesemrawutan. Maksudnya adalah penumpukannya tersebut yang menjadi masalah, bukan pejalan kakinya,” kata Syarief.
Memecah penumpukan
Kepala Seksi Perencanaan Prasarana Jalan dan Utilitas Dinas Bina Marga DKI Jakarta Riri Asnita mengatakan, untuk memecah penumpukan pejalan kaki tersebut, dinas bina marga sudah membangun trotoar baru di kawasan Tanah Abang. Salah satunya berada di Jalan Jatibaru Raya, tepatnya di seberang Stasiun Tanah Abang.
”Ribuan orang turun dari Stasiun Tanah Abang dan harus difasilitasi dengan trotoar yang layak. Agar tidak menumpuk, pembangunan trotoar kami pecah arahnya ke beberapa sisi, yaitu ke arah Thamrin-Sudirman dan ke arah Pasar Tanah Abang,” tutur Riri.
Riri menjelaskan, sayangnya trotoar yang telah dibangun tersebut malah digunakan oleh pedagang kaki lima (PKL) dan tempat parkir kendaraan umum. Menurut dia, perlu tindakan khusus dari dinas UMKM untuk membina PKL dan dinas perhubungan untuk mengatasi masalah tersebut.
”Dinas bina marga hanya menyediakan fasilitas, sedangkan penindakan pelanggaran dilakukan dinas-dinas lain,” kata Riri.
Riri menjelaskan, pihak bina marga tidak mungkin membuat trotoar yang tinggi agar tidak ada kendaraan yang parkir sembarangan. Menurut Riri, trotoar yang dibangun harus ramah untuk penyandang disabilitas.
”Kami tidak mungkin membuat trotoar setinggi 30 sentimeter karena itu tidak ramah untuk disabilitas. Oleh sebab itu, ketinggian trotoar kami buat 15 cm,” ujar Riri.
Riri menambahkan, pihak bina marga juga bekerja sama dengan PT KAI untuk membangun pagar-pagar pembatas trotoar. Fungsi pagar tersebut untuk mengarahkan agar pejalan kaki dari stasiun naik kendaraan umum di tempat yang telah disediakan. Saat ini pembangunan pagar tersebut masih dalam proses.
Bina Marga bekerja sama dengan PT KAI membangun pagar-pagar pembatas trotoar. Fungsi pagar untuk mengarahkan agar pejalan kaki dari stasiun naik kendaraan umum di tempat yang telah disediakan. Saat ini pembangunan pagar tersebut masih dalam proses.
Semiarto Aji Purwanto, dosen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, menjelaskan, fungsi utama trotoar memang bagi pejalan kaki. Namun, apabila dilihat sebagai sebuah fenomena sosial, trotoar juga memiliki fungsi lain, yaitu ekonomi.
Ia menjelaskan, fungsi lain dari trotoar dapat muncul karena keberadaan komunitas yang hidup di trotoar. ”Selain pejalan kaki, ketika bicara Tanah Abang, pedagang kaki lima adalah salah satu komunitas itu,” kata Semiarto saat ditemui, di Departemen Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat.
”Masih wajar jika keberadaan komunitas itu tidak menjadi masalah. Namun, jika pedagang kaki lima itu malah menjadi mayoritas di trotoar, itu menjadi masalah,” kata Semiarto. ”PKL yang mengokupasi trotoar menegasikan fungsi utama trotoar yang diperuntukkan bagi pejalan kaki karena pejalan kaki menjadi terganggu.”
Berdasarkan pendataan terakhir, pekan lalu, Camat Tanah Abang Dedi Arif Darsono mengatakan, saat ini terdapat 276 PKL yang berjualan di trotoar dekat Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat. Mereka memenuhi trotoar sehingga hanya menyisakan 1-1,5 meter bagi pejalan kaki untuk berlalu-lalang.
Kesemrawutan yang terjadi saat ini merupakan buah dari keterlambatan pemerintah untuk memikirkan tentang fasilitas transportasi umum yang terintegrasi.
Ahmad Safrudin, salah satu pendiri Koalisi Pejalan Kaki, mengaku kecewa karena pejalan kaki justru dituding sebagai biang kerok kesemrawutan Tanah Abang. Ia beranggapan kesemrawutan yang terjadi saat ini merupakan buah dari keterlambatan pemerintah untuk memikirkan tentang fasilitas transportasi umum yang terintegrasi.
”Fasilitas untuk pejalan kaki itu sepaket dengan transportasi umum. Di mana ada transportasi umum, harus dipikirkan pejalan kakinya. Sebab, pengguna transportasi umum itu diasumsikan melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki,” kata Ahmad, di kantornya, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (8/11). Namun, perbandingan panjang trotoar di Jakarta dengan panjang jalannya terlalu jauh. Hingga 2013, panjang jalan di Jakarta adalah 6.690 kilometer, sedangkan panjang trotoarnya hanya 540,3 km.
Perbandingan panjang trotoar di Jakarta dengan panjang jalannya terlalu jauh. Hingga 2013, panjang jalan di Jakarta adalah 6.690 kilometer, sedangkan panjang trotoarnya hanya 540,3 km.
Hal itu tampak dari keengganan masyarakat untuk menggunakan transportasi umum. Berdasarkan data Dinas Perhubungan DKI Jakarta tahun 2012, total perjalanan yang tercatat di DKI Jakarta sebanyak 25.737.000 per hari. Dari jumlah tersebut, sejumlah 74,7 persen menggunakan kendaraan pribadi, sedangkan yang menggunakan kendaraan umum hanya 25,2 persen.
Wakil Kepala Dinas Perhubungan DKI Sigit Wijatmoko mengatakan, sebagai salah satu pusat transit, transportasi di Tanah Abang akan diintegrasikan agar lebih baik. Salah satunya dengan menata ulang trayek supaya lebih sederhana dan mudah bagi semua pengguna moda.
Selain itu, pengendara ojek akan ditata. Sigit mengatakan, di lokasi itu tersedia ruang berkapasitas sekitar 387 sepeda motor. Sekitar Jalan Jatibaru akan dijadikan kawasan ojek daring dan Jalan Jatibaru Bengkel untuk ojek pangkalan.
Sebagai salah satu pusat transit, transportasi di Tanah Abang akan diintegrasikan agar lebih baik. Salah satunya dengan menata ulang trayek supaya lebih sederhana dan mudah bagi semua pengguna moda.
Menurut Sigit, gubernur dan wakil gubernur juga sudah berkomunikasi dengan PT KAI untuk meminjam lahan guna menata dan merelokasi PKL. Selain opsi itu, pemprov juga sedang mengkaji rencana penutupan Jalan Jatibaru. Ketika Jalan Jatibaru yang ada di depan stasiun ditutup, PKL dan pejalan kaki dapat berbagi ruang di trotoar (Kompas, 4 November 2017).
Penataan PKL
Pengamat tata kota Nirwono Yoga mengatakan, saat ini harus melakukan pendataan secara rinci jumlah PKL di Tanah Abang. Nantinya, jumlah PKL tersebut bisa didistribusikan ke pasar rakyat, gedung perkantoran, atau ditampung dalam festival PKL.
”Dinas UMKM harus mendata ulang jumlah PKL dan jenis usahanya agar nanti penyebaran lokasinya bisa lebih jelas,” kata Nirwono.
Nirwono menjelaskan, usaha Jokowi ketika menjadi gubernur sudah baik untuk memindahkan PKL ke Blok G. Namun, setelah pemindahan tersebut butuh konsistensi dari pemerintah agar PKL tidak kembali turun ke jalan.
”Seharusnya dalam jangka waktu sekitar dua bulan sudah ada penertiban PKL tersebut, lalu untuk jangka panjangnya revitalisasi kawasan Tanah Abang dapat dilakukan agar kawasan tersebut bisa menjadi pusat perdagangan internasional sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang DKI Jakarta tahun 2030,” kata Nirwono. (DD05/DD16)