JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi kembali menetapkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik tahun 2011-2012, Jumat (10/11) di Jakarta. Penetapan kembali Novanto sebagai tersangka itu memperjelas penyidikan KPK dalam kasus megakorupsi tersebut.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang yang menyampaikan penetapan tersangka itu, Jumat sore di Gedung Merah Putih, dengan didampingi Juru Bicara KPK Febri Diansyah, mengatakan, KPK telah melakukan serangkaian langkah sebelum mengumumkan Novanto kembali sebagai tersangka kasus dugaan korupsi KTP-el.
KPK telah membaca secara cermat hasil putusan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 29 September lalu. Selanjutnya, pada 5 Oktober 2017, KPK melakukan penyelidikan baru untuk pengembangan kasus KTP-el. Dalam penyelidikan itu, KPK meminta keterangan sejumlah saksi, termasuk Novanto. Novanto dua kali dipanggil sebagai saksi, yakni 13 Oktober dan 18 Oktober, tetapi Ketua DPR itu tidak hadir dengan alasan ada urusan kedinasan.
KPK telah melakukan serangkaian langkah sebelum mengumumkan Novanto kembali sebagai tersangka kasus dugaan korupsi KTP elektronik.
”Setelah proses penyelidikan dan permintaan keterangan terhadap sejumlah saksi, KPK melakukan gelar perkara dalam kasus ini pada akhir Oktober 2017,” ujar Saut.
KPK kemudian menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru bernomor 113/01/10/2017 tanggal 31 Oktober 2017 atas nama tersangka Setya Novanto. Keluarnya sprindik itu menandai status baru Novanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi KTP-el.
Saut mengatakan, Novanto selaku anggota DPR bersama-sama dengan Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustinus, Irman, dan Sugiharto, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri dan/atau orang lain karena jabatan atau kedudukan sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya Rp 2,3 triliun dari paket proyek senilai total Rp 5,9 triliun dalam pengadaan KTP-el tahun 2011-2012.
Novanto disangkakan dengan Pasal 2 Ayat (1), subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20/2001, juncto Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Pemeriksaan saksi-saksi dari unsur anggota DPR dan pejabat kementerian telah dilakukan KPK dalam penyidikan terhadap Novanto.
Saut dalam pengumuman tersangka Novanto juga menegaskan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada Novanto. Surat itu diantarkan langsung ke rumah dinas Novanto di Jalan Wijaya Nomor 13, Melawai, Kebayoran Baru, Jumat sore, 3 November 2017. Surat itu kemudian beredar luas di publik sejak 6 November.
Saut di akhir pengumuman Novanto sebagai tersangka itu mengatakan, KPK mengharapkan semua pihak berkomitmen untuk membantu terwujudnya pemberantasan korupsi demi Indonesia yang lebih baik.
Kendati informasi tentang Novanto yang menjadi tersangka ini telah lama diketahui publik, antara lain dengan beredarnya dokumen SPDP dari KPK kepada Novanto, Febri menyebutkan, pengumuman ini baru bisa dilakukan sekarang setelah disesuaikan dengan kebutuhan penyidikan.
”Kapan diumumkan tentu dikoordinasikan sesuai kebutuhan penyidikan. Pengumuman ini sama seperti kasus yang lain, sebagai bentuk pertanggungjawaban KPK kepada publik,” ungkapnya.
KPK mengharapkan semua pihak berkomitmen untuk membantu terwujudnya pemberantasan korupsi demi Indonesia yang lebih baik.
Mengenai prosedur penetapan tersangka terhadap Novanto, Febri mengatakan, hal itu telah dengan cermat memperhatikan putusan praperadilan dan mempertimbangkan aturan undang-undang yang berlaku, seperti Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU Pemberantasan Tipikor, dan UU KPK yang bersifat khusus.
Laporkan KPK
Secara terpisah, Fredrich Yunadi, kuasa hukum Novanto, mengatakan, penetapan Novanto sebagai tersangka lagi oleh KPK merupakan hak penegak hukum tersebut. Akan tetapi, pihaknya juga akan melakukan langkah hukum untuk merespons langkah KPK tersebut.
”KPK menetapkan Pak Novanto sebagai tersangka itu berdasarkan alasan yang mereka anggap benar untuk penegakan hukum. Sekarang, saya pun akan melakukan langkah hukum sebagaimana yang saya anggap benar,” ujarnya.
Upaya KPK mengeluarkan sprindik baru terhadap Novanto, menurut Fredrich, merupakan tindak pidana. Pihaknya akan melaporkan tindak pidana itu kepada Badan Reserse Kriminal Polri atas tindakan KPK yang dinilai melanggar perintah hakim praperadilan yang telah membatalkan status tersangka Novanto pada 29 September lalu.
”Ini saya sedang menuju Bareskrim Polri untuk melaporkan tindak pidana yang dilakukan oleh KPK,” katanya, yang dihubungi Jumat malam.
Selain melaporkan KPK atas tindakan pidana, Fredrich juga akan melakukan upaya hukum berupa praperadilan atas penetapan Novanto sebagai tersangka kembali oleh KPK.