JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memutuskan bakal mengimpor 500.000 ton beras yang diklaim sebagai beras khusus, antara lain dari Vietnam dan Thailand, untuk meredam kenaikan harga di dalam negeri. Beras dijadwalkan tiba pada akhir Januari 2018 sehingga dapat mengisi kekosongan sebelum panen musim rendeng meluas pada Februari-April 2018.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menyampaikan keputusan itu seusai memimpin rapat bersama peritel modern dan pengusaha perberasan di kantor Kementerian Perdagangan di Jakarta, Kamis (11/1) malam.
”Saya tidak mau berdebat soal pasokan, saya konsentrasi pada ketersediaan pangan. Sebab, masalah perut adalah prioritas dan tidak boleh ada kekosongan,” ujarnya.
Enggartiasto menyatakan, seluruh impor akan dilakukan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) Persero, salah satu BUMN bidang perdagangan dalam dan luar negeri. PPI diperbolehkan bermitra dengan pihak lain, tetapi Kementerian Perdagangan tetap mengawasinya.
Meski diklaim berkategori khusus, beras akan dijual dengan harga sesuai harga eceran tertinggi (HET) medium, yakni Rp 9.450 per kilogram (kg) di wilayah produsen.
Terkait keputusan itu, Enggartiasto menyatakan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2018, secara khusus mengatur impor beras. Selain itu, Kementerian Perdagangan bakal mengintensifkan operasi pasar, pengawasan bersama Satgas Pangan, serta penindakan bagi pelaku usaha perdagangan yang dinilai melanggar ketentuan untuk menstabilkan harga beras.
Keputusan ini dikhawatirkan kalangan petani. Sebelumnya, mereka khawatir harga gabah bakal anjlok di tingkat petani karena panen musim rendeng bakal terjadi pada Februari-April 2018.
Pada saat yang sama, instrumen perlindungan harga di tingkat petani dianggap lemah, antara lain karena harga pembelian pemerintah yang dinilai lebih rendah dari biaya produksi dan rata-rata realisasi harga di pasar.
Harga beras di Pasar Induk Beras Cipinang dalam beberapa hari terakhir cenderung naik karena stok beras tidak sebanding dengan besarnya permintaan. Sementara kualitas beras operasi pasar (OP) dari Bulog berada di bawah kualitas medium sehingga beras ini belum diminati pembeli. Akibatnya, beras OP belum bisa mengendalikan kenaikkan harga beras di pasar.
Ketua Koperasi Pedagang Pasar Induk Cipinang (KOPPIC) Zulkifli Rasyid di Jakarta mengatakan, kenaikan harga telah terjadi dalam kurun dua bulan terakhir. Ia mengatakan, harga beras sudah mulai merangkak naik menjelang akhir tahun. Untuk beras kualitas medium, hingga saat ini harganya lebih dari Rp 11.000 per kilogram di pasar.
Zulkifli mengatakan, beras OP yang diluncurkan tidak berdampak kepada kenaikan harga beras. Menurut dia, meskipun beras OP ditawarkan jauh lebih murah, yaitu Rp 9.300 per kg, masyarakat lebih suka membeli beras medium dari daerah yang berharga Rp 11.000 per kg.
Bulog memang menerapkan prinsip ”pertama datang, pertama keluar” atau first in, first out (FIFO) sehingga beras yang dikeluarkan untuk OP bukan beras baru. Pemerintah mengadakan OP beras sejak Oktober 2017 untuk mengatasi kenaikan harga beras. Sejak Selasa (9/1), Bulog memperluas jangkauan operasi pasar.
Bulog menambah wilayah operasi pasar beras dari 1.100 wilayah selama Oktober-Desember 2017 menjadi 1.800 wilayah mulai awal Januari 2018 untuk meredam gejolak harga beras.
Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, harga rata-rata bulanan beras medium nasional naik dari Rp 10.574 per kilogram (kg) pada Juli 2017 menjadi Rp 10.794 per kg pada November 2017.
Sementara itu, data dari Sistem Pemantauan Pasar Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kementerian Perdagangan menyebutkan, harga beras nasional per 11 Januari adalah Rp 11.205 per kg.
Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Siti Kuwati menyatakan, kualitas beras CBP seharusnya sesuai standar yang telah ditentukan. Beras tersebut telah diproses ulang setelah disimpan, seperti pengipasan (blowing), pencampuran (mixing), pengayakan, dan pemolesan (polishing).
”Beras Bulog adalah beras yang memang didesain untuk disimpan lama, berbeda dengan beras di pasar yang memang harus segera dijual,” ujar Siti Kuwati.
Kualitas beras pada saat dibeli memiliki standar yang sama dengan beras yang telah ditentukan, yaitu dengan kadar air 14 persen.
Syarat dan ketentuan kualitas beras lainnya tertera dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah.
Kualitas beras berkurang seiring berjalannya waktu. Perubahan warna serta adanya kutu dan debu merupakan hal yang tidak bisa dihindari. Keterbatasan fasilitas, biaya, tenaga, dan waktu membuat pengecekan kualitas beras secara menyeluruh sulit dilakukan. (DD12/DD13)