Tri Rismaharini: Bergandengan Tangan Membantu Anak-anak Asmat
Oleh
R. ADHI KUSUMAPUTRA DAN NINUK M. PAMBUDY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, masyarakat Indonesia harus bergandengan tangan untuk membantu anak-anak Asmat di Papua yang mengalami gizi buruk dan penyakit campak.
“Indonesia bukan negara miskin. Kita harus peduli dengan apa yang terjadi di dekat kita,” kata Rismaharini dalam wawancara khusus ketika berkunjung ke Redaksi Harian Kompas di Jakarta, Senin (15/1) malam.
Indonesia bukan negara miskin. Kita harus peduli dengan apa yang terjadi di dekat kita
Bantuan yang diberikan Pemerintah Kota Surabaya untuk anak-anak di Asmat, Papua termasuk bantuan yang pertama. “Setiap kali terjadi bencana di berbagai daerah di Indonesia, saya selalu mengajak teman-teman di Pemkot Surabaya, kalau bisa menjadi pihak pertama yang datang membantu. Mengapa? Karena saya tidak ingin bencana semacam itu terjadi di Surabaya,” ungkap Risma.
Karena itu, kata Risma, jajarannya di Pemkot Surabaya sudah terbiasa, bahkan kadang tanpa perlu “pengawalan” Risma. Dalam hal bantuan untuk anak-anak Asmat di Papua, Risma menilai mereka harus cepat dibantu. Dia berusaha agar bantuan tiba secepatnya agar tak ada korban lagi yang berjatuhan.
Dinas Kesehatan mencari obat-obatan, sedangkan Risma mencari bahan-bahan umum seperti biscuit, roti dan susu. “Setelah itu saya memikirkan pengiriman barang-barang bantuan itu seperti apa. Kami harus menggunakan pesawat paling pertama yang tiba di sana. Ternyata Garuda yang mendarat paling pagi di Timika. Setelah saya kontak, Pak Bupati Timika sendiri yang menjemput bantuan Pemkot Surabaya,” cerita Risma bersemangat.
Risma mengatakan dia tidak melihat daerah Asmat itu sulit dijangkau. Dia membandingkan ketika terjadi bencana longsor di Pacitan di mana semua jalan kea rah sana terputus, dia berpikir pasti ada jalan yang bisa dilewati. “Saya percaya, kalau kita punya tujuan baik, pasti ada jalan,” katanya.
Ketika ditanya apakah hanya perempuan yang menjadi pemimpin daerah yang lebih peka dengan bencana, Risma menjawab, “Ini bukan soal perempuan atau lelaki. Ini soal kepedulian. Kita tidak ingin bencana semacam itu terjadi menimpa keluarga dan kerabat kita kan? Semuanya harus peduli dan lebih peka dengan orang-orang di sekitar kita.”
Risma yang masih punya kesempatan tiga tahun lagi memimpin Kota Surabaya itu mengatakan, dia bercita-cita agar semua warga Kota Surabaya mendapatkan pendidikan berkualitas baik dan memiliki akses berusaha dengan baik.
Seperti diwartakan Harian Kompas tiga hari terakhir ini, terjadi krisis dan bencana kesehatan di Asmat, Papua. Jumlah korban meninggal akibat kejadian luar biasa (KLB) campak dan gizi buruk selama empat bulan terakhir di Kabupaten Asmat, Papua, tercatat 61 anak. Pemerintah Kabupaten Asmat menyiapkan imunisasi massal untuk semua kampung di kabupaten itu yang akan dilaksanakan mulai Senin ini. Hal ini dilakukan setelah pengobatan dan vaksinasi dilakukan di wilayah-wilayah terparah.
Korban terbaru adalah Theresia Bewer yang selama sepekan dirawat di Rumah Sakit Agats, ibu kota Kabupaten Asmat, karena gizi buruk. Theresia mengembuskan napas terakhir, Minggu (14/1).
Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat Steven Langi mengatakan, dari pendataan empat tim terpadu penanggulangan campak dan gizi buruk, 59 korban meninggal berasal dari tiga distrik (setingkat kecamatan), yakni Fayit, Aswi, dan Pulau Tiga. Dua korban lain meninggal di RS Agats, termasuk Theresia.
Di Fayit dan Aswi, yang terdiri atas 16 kampung, tim menemukan 22 anak balita meninggal. Sementara di Pulau Tiga, tim menemukan 37 kasus kematian anak di Kampung Mappi, Kampung Nakai, Kampung As, dan Kampung Atat. Kematian itu terjadi sejak Oktober 2017.
Tim terpadu Pemkab Asmat diterjunkan ke tujuh distrik sejak Selasa hingga Sabtu (9-13/1). Ketujuh distrik itu adalah Swator, Aswi, Fayit, Pulau Tiga, Kolf Braza, Jetsy, dan Siret.