Targetkan Rehabilitasi 22.000 Pencandu Per Tahun, BNN Perkuat Kerja Sama
Oleh
DD01
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Di bawah pimpinan yang baru, Badan Narkotika Nasional menargetkan capaian yang lebih tinggi ketimbang tahun sebelumnya. Pengungkapan sindikat ditargetkan mencapai 26 sindikat, target rehabilitasi pun ditargetkan mencapai 20.000 hingga 22.000 orang per tahun. Namun, kemampuan BNN dinilai terbatas sehingga membutuhkan penguatan kerja sama lintas sektor.
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Inspektur Jenderal Heru Winarko dalam diskusi ”Pemerintah Serius Tangani Narkoba” di Forum Merdeka Barat 9, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta, Selasa (20/3), menargetkan, tahun 2018 ini, BNN mampu mengungkap 26 sindikat penyelundupan narkotika.
Dalam diskusi itu, hadir pula Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Purwadi serta anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan.
Heru melanjutkan, target pengungkapan sindikat lebih tinggi ketimbang capaian pada 2017, yaitu 24 sindikat. Kerja sama lintas sektor merupakan kunci untuk mencapai target. Salah satunya melalui kerja sama internasional.
BNN telah melakukan konferensi dengan 12 negara yang memiliki hubungan bilateral dengan Indonesia di Vienna, Austria.
BNN telah melakukan konferensi dengan 12 negara yang memiliki hubungan bilateral dengan Indonesia di Vienna, Austria, beberapa waktu lalu. Adapun negara yang mengikuti konferensi tersebut antara lain Singapura dan Malaysia, negara asal dari pengedar dan narkotika yang dikirim ke Indonesia. Dalam konferensi tersebut, ke-12 negara bersepakat untuk bekerja sama memberantas narkotika.
Sementara itu, di dalam negeri, kerja sama juga dilakukan dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Tentara Nasional Indonesia (TNI), serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan. Purwadi mengatakan, kerja sama lintas sektor terbukti efektif.
Sepanjang Januari hingga Maret, tim gabungan BNN, TNI, Polri, serta Bea dan Cukai telah menggagalkan penyelundupan 2,93 ton sabu dalam 79 kasus. Jumlah sabu tersebut sudah lebih banyak ketimbang total penangkapan pada 2017, yaitu 2,13 ton sabu dalam 342 kasus.
Berdasarkan data yang dihimpun Bea dan Cukai, dari 79 kasus tersebut, 52 kasus terjadi melalui moda transportasi udara. Negara asal penyelundup yang terbanyak adalah Malaysia, yaitu 32 kasus. Para penyelundup menggunakan berbagai modus, misalnya meletakkan narkotika di dalam barang bawaan dan menyembunyikan di badan.
Pintu masuk penyelundupan narkotika terdeteksi terjadi di beberapa daerah, yaitu Batam, Bandara Soekarno-Hatta, Bali, Juanda, dan Bandung. Selain itu, narkotika juga masih dari perbatasan di Entikong, Kalimantan Barat. Menurut Purwadi, untuk menghindari penjagaan di bandara dan pelabuhan cukup ketat, penyelundup juga telah mencoba pengiriman melalui pos kilat.
Berbagai cara dilakukan untuk menjual narkotika di Indonesia. Selain keberadaan jumlah pencandu, kata Heru, harga jual narkotika yang tinggi juga menjadi daya tarik para bandar. Di China, harga jual satu gram sabu sekitar Rp 20.000, sedangkan di Indonesia, 1 gram sabu bisa mencapai Rp 1,2 juta hingga Rp 2 juta.
Dalam ranah pengawasan, Bea dan Cukai memperkuat sistem dengan menambah anjing pelacak (K9), dari lima unit menjadi 11 unit dan melakukan operasi narkotika, psikotropika, dan prekursor (NPP). Sepanjang 1 Januari hingga 19 Maret, tercatat 80 kasus dengan total berat 3,04 kilogram NPP.
”Jika para bandar itu bersindikat, aparat penegak hukum dan masyarakat juga harus menghadapinya secara bersama-sama,” kata Pambudi. Menurut dia, penguatan kerja sama harus dilakukan, mengingat sindikat narkotika pun bekerja dengan perencanaan yang matang.
Menurut Arteria, kerja sama lintas sektor menjadi penting di tengah keterbatasan BNN. Ia mengatakan, anggaran untuk BNN minim. Sarana dan prasarana yang dimiliki pun terbatas. ”Di bidang pemberantasan saja hanya mendapatkan anggaran Rp 70 juta per tahun,” ucapnya.
Simultan dengan rehabilitasi
Heru menegaskan, menyelesaikan masalah narkotika tidak cukup dengan pemberantasan, tetapi juga harus diiringi dengan rehabilitasi. Berdasarkan data BNN, hingga saat ini jumlah penyalahguna narkotika sudah lebih dari 5 juta orang.
”Pemberantasan dan rehabilitasi itu harus berjalan simultan, tidak ada satu yang lebih diprioritaskan ketimbang yang lain,” ucap Heru.
Ia mengakui, saat ini kemampuan negara merehabilitasi pencandu narkotika masih kurang. Dalam setahun, baru 18.000 orang yang bisa ditangani. Pada 2017, pengadaan tempat rehabilitasi pun belum mencapai target. Dari 140 tempat rehabilitasi yang ditargetkan, baru 127 yang tersedia.
”Kami targetkan, tahun ini rehabilitasi bisa mencapai 20.000 hingga 22.000 orang per tahun. Untuk itu, kami akan membuat 160 tempat rehabilitasi,” ujar Heru.
Tambahan tempat rehabilitasi akan dibuat di lembaga pemasyarakat (lapas). Heru mengatakan, di Jakarta, akan ada dua atau tiga lapas yang menyediakan tempat rehabilitasi.