Alkohol Beracun Picu Kegagalan Fungsi Organ
JAKARTA, KOMPAS — Konsumsi minuman keras oplosan yang mengandung alkohol beracun dapat menggagalkan fungsi organ. Sifat alkohol yang mudah diserap di lambung dan masuk ke dalam darah dapat dengan cepat memengaruhi fungsi enzim dan organ. Dampaknya mulai dari mual, perdarahan saluran cerna, kehilangan fungsi penglihatan, hingga kematian.
Selama awal April kemarin, sejumlah rumah sakit di Jakarta, termasuk rumah sakit di Depok, Bekasi, dan Kabupaten Bandung, Jawa Barat, itu dipadati korban miras oplosan. RSUD Cicalengka, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, dipadati 247 korban miras oplosan, dengan 34 orang di antaranya meninggal—33 orang meninggal di rumah sakit dan 1 korban datang dalam kondisi meninggal.
Evi Sukmawati dari Humas RSUD Cicalengka, pekan lalu, menyampaikan, korban miras oplosan yang masuk ke rumah sakit itu datang dengan keluhan, mulai dari penglihatan kabur, nyeri di ulu hati, sesak napas, penurunan kesadaran, hingga asidosis (peningkatan kadar asam pada darah). ”Ada yang sesak berat hingga penurunan kesadaran,” katanya.
Korban yang tak tertolong, menurut Evi, itu umumnya mengalami sesak berat, kemudian diikuti penurunan kesadaran, hingga akhirnya meninggal. ”Alkohol itu bersifat sangat racun terhadap otak. Kalau otaknya sudah terkena pengaruh racun alkohol, itu dapat berdampak fatal,” katanya.
RS Tugu Ibu di Depok juga kedatangan 28 korban miras oplosan dan 2 orang di antaranya meninggal. Para korban juga datang dengan keluhan yang hampir sama dengan para korban miras oplosan di RSUD Cicalengka. Hanya menurut Kepala Bagian Humas RS Tugu Ibu Nurzasmi, ada beberapa pasien yang harus dirawat inap karena mengalami komplikasi.
”Ya itu tergantung kondisi pasien. Ada beberapa pasien yang efek racun (alkohol) itu menjadi komplikasi ke penyakit lain sehingga pasien harus menjalani rawat inap,” katanya.
Penanganan medis
Penanganan korban miras oplosan pun beragam. HNF (26), korban miras oplosan di Jakarta Timur, ini salah satunya harus menjalani bilas lambung selama dirawat di Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta Timur.
Isi perutnya dikuras dengan cara disedot dengan selang lewat hidung. Hasil penyedotan isi perut itu diperoleh cairan warna hitam yang disertai gumpalan berwarna hitam yang ditampung dalam 2,5 tabung infus.
HNF merupakan korban selamat dari 5 korban miras yang dievakuasi ke RS Persahabatan. Dari 5 korban itu, ada 2 korban yang meninggal. Bahkan, 2 teman HNF meninggal di rumah setelah mengonsumsi miras oplosan yang mereka beli dari penjual miras oplosan di kawasan Kanal Timur, Jaktim.
Dokter Eppy yang menangani HNF mengungkapkan, tindakan bilas lambung terhadap HNF itu sesungguhnya sudah tak efektif sebab HNF dibawa ke RS Persahabatan sudah berselang sehari sejak dia mengonsumsi miras oplosan, sedangkan bilas lambung itu hanya efektif dilaksanakan 2 jam setelah korban mengonsumsi miras oplosan.
Namun, menurut Eppy, tindakan bilas lambung dengan memasukkan selang ke dalam perut lewat hidung itu tetap dilakukan karena HNF mengalami perdarahan di saluran cerna. ”Jadi itulah kenapa muntahannya menjadi hitam, menggumpal, karena ada pembekuan darah. Untuk mencegah, karena saat itu masih ada gangguan kesadaran, kita harapkan dengan pemasangan selang lambung, maka itu tak terjadi aspirasi atau tersedak. Memastikan pemberian obat juga dilakukan lewat selang,” katanya.
Eppy yang mendalami studi penyakit tropik dan infeksi, salah satunya keracunan akibat konsumsi alkohol, ini menyampaikan, masyarakat perlu mewaspadai konsumsi minuman beralkohol yang dijual secara tak resmi dan murah. Ada indikasi, minuman itu mengandung jenis alkohol yang berbahaya dikonsumsi. Hal itu mengingat miras yang didistribusikan secara legal itu umumnya dijual dengan harga tinggi, baik karena ada beban biaya impor maupun biaya cukai.
Empat jenis alkohol
Sementara di pasaran beredar 4 jenis alkohol, yang terbagi atas etanol, isopropanol, etilen glikol, dan metanol. Dari keempat jenis itu terbagi atas alkohol non-toksik dan yang toksik atau beracun.
Etanol merupakan satu-satunya alkohol non-toksik meskipun jika dikonsumsi berlebih dan dalam jangka waktu yang panjang, itu tetap meracuni tubuh. Tiga jenis alkohol lainnya tergolong alkohol toksik dan jika dikonsumsi dalam jumlah sedikit saja dapat langsung meracuni tubuh sehingga harus dihindari.
Sementara 5 korban miras oplosan yang dievakuasi ke RS Persahabatan, menurut Eppy, terindikasi mengonsumsi miras oplosan yang mengandung etanol dan metanol. Indikasi itu diketahui dari hasil pemeriksaan darah para korban.
”Yang terjadi, korban itu minum miras oplosan. Kemungkinan itu tak hanya etanol, tetapi juga metanol sehingga harganya murah. Tetapi, efek toksiknya jadi cepat karena metanolnya. Metanol itu sangat berbahaya karena dapat mengganggu fungsi hati, otak, dan juga menimbulkan kecacatan pada penglihatan,” katanya.
Eppy menyampaikan, pada dasarnya semua jenis alkohol terserap dengan cepat di lambung. Dalam dua jam saja sejak dikonsumsi, kadar alkohol di dalam darah dapat langsung meningkat, kemudian dengan cepat pula diekskresi, dan efek yang ditimbulkan juga cepat.
Intoksikasi atau keracunan akut akibat mengonsumsi tiga jenis alkohol yang toksik itu paling sering adalah timbulnya gangguan kesadaran, depresi pada susunan saraf pusat. Gangguan paling ringan itu mulai dari gangguan koordinasi, seperti linglung, hingga yang paling berat adalah koma dan tak sadar.
Sementara gangguan penglihatan itu biasanya muncul pada hari kedua setelah mengonsumsi miras oplosan yang mengandung alkohol toksik karena fungsi nervus optikus atau saraf mata mulai terganggu. Jadi, menurut Eppy, bisa saja pasien selamat pada dua hari pertama, tetapi pada hari berikutnya mulai mengalami gangguan pada kesehatan hingga tak berfungsinya saraf mata di otak yang dapat mengakibatkan gangguan penglihatan.
Gangguan kesehatan yang muncul karena konsumsi alkohol toksik itu terjadi akibat proses metabolisme tubuh yang merespons alkohol toksik, seperti metanol, itu akan menghasilkan asam format. Di dalam darah, asam format itu membuat darah menjadi asam. Sering kali meninggalnya korban itu akibat asidosis metabolik atau kadar asam pada darah meningkat.
Mematikan
Semakin tinggi kadar asam di darah, itu akan semakin berbahaya. Sel-sel dalam tubuh tak bisa bekerja karena PH darah terlampau asam. ”Nah yang sering begitu, PH darah hampir di bawah 7. Karena PH normal kan sekitar 7,3. Jika PH darah di bawah 7, semua enzim dan sel tubuh tak bisa bekerja sehingga mengganggu fungsi otak, kardiovaskular, dan fungsi hati,” katanya.
Namun, Eppy mengakui, tak semua korban miras oplosan itu tewas. Ada pula sebagian dari mereka yang selamat, bahkan ada yang tak mengalami gangguan kesehatan. Menurut Eppy, memang ada banyak faktor yang memengaruhinya, baik dari jenis minumannya, jumlah yang dikonsumsi, maupun pertolongan pertama yang dilakukan.
”Dan jangan lupa ada pengaruh genetik enzim. Alkohol yang dikonsumsi itu akan dimetabolisme (diolah) oleh tiga macam enzim di hati. Jika metabolismenya lambat, dia akan selamat,” katanya.
Namun Eppy juga mengingatkan, bagi orang yang metabolismenya lambat, itu tetap akan mengalami gangguan kesehatan di kemudian hari sebab tubuh tetap menghasilkan metabolit (zat hasil metabolisme tubuh) yang berbahaya. Contoh metanol, itu nanti diubah oleh tubuh dan menjadi asam format. ”Nah asam format ini yang nanti menimbulkan gangguan susunan saraf pusat hingga gangguan pada mata,” katanya.
Eppy pun mengingatkan, alkohol etanol yang tergolong aman dikonsumsi itu juga tetap menimbulkan efek toksik jika dikonsumsi berlebihan dan dalam jangka waktu lama. Salah satu gangguan kesehatan yang muncul itu adalah pengerasan hati.
Menurut dia, masyarakat tetap harus memperhatikan konsumsi alkohol dalam takaran yang aman. Dari hasil penelitian medis, volume miras yang aman dikonsumsi itu sangat bergantung pada kadar alkohol pada minuman. Bir, contohnya, dengan kadar alkohol 5 persen aman dikonsumsi dalam jumlah 341 ml. Semakin tinggi kadar alkoholnya, jumlah yang aman dikonsumsi juga semakin sedikit. Seperti vodka dengan kadar alkohol 40 persen, maka jumlah aman yang dikonsumsi tak lebih dari 43 ml.
”Ketika lebih dari batas aman dikonsumsi, itu biasanya menimbulkan mabuk. Jika dikonsumsi berlebihan dan dalam jangka panjang, itu akan menimbulkan gangguan kesehatan,” katanya. (RYAN RINALDI/BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA/DD16)