Fenomena Golput dan Perhitungan Survei yang Tepat
Sah, pasangan Syamsuar dan Edy Natar Nasution dipastikan menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Riau terpilih pada Pemilihan Kepala Daerah 2018. Tidak ada lagi perdebatan. Rapat Pleno Komisi Pemilihan Umum Riau pada Minggu (8/7/2018) menetapkan Syamsuar sang Bupati Siak, memperoleh 38,20 persen dari total suara sah sebanyak 2.092.526.
Adapun petahana Gubernur Riau, Arsyadjuliandi Rachman – Suyatno (Bupati Rokan Hilir) berada di posisi kedua dengan meraih 24,24 persen, Firdaus (Wali Kota Pekanbaru) – Rusli Effendi (politisi PPP) mendapat 19,89 persen dan Muhamad Lukman Edy (politisi PKB) – Hardianto (politisi Gerindra) di posisi terakhir dengan perolehan 17,67 persen suara.
Angka itu nyaris sama seperti hasil hitung cepat yang dilakukan oleh lembaga Polmark Research Center pada 27 Juni 2018, yang menempatkan Syamsuar – Edy Nasution sebagai pemenang dengan perolehan suara 38,18 persen. Arsyadjuliandi Rachman – Suyatno mendapat 24,35 persen, Firdaus – Rusli Effendi 20,23 persen dan Lukman Eddy – Hardianto 17,25 persen.
Arsyadjuliandi Rachman pada apel pagi di halaman Kantor Gubernur Riau, Senin (9/7/2018) pagi, secara khusus mengucapkan selamat kepada Syamsuar sebagai pemenang pilkada Riau. Setelah pilkada usai, katanya, kini masanya melanjutkan pembangunan di Riau.
Ada beberapa catatan selama proses pilkada berlangsung. Pertama, masih sangat banyak warga yang tidak menggunakan hak pilih. Dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT) sebanyak 3.622.488 jiwa penduduk Riau, yang menggunakan hak pilih hanya 2.146.132 orang (termasuk suara yang tidak sah sebanyak 53.606) atau sebesar 59,24 persen.
Artinya, warga yang tidak datang mencoblos mencapai 1.476. 356 orang. Dengan kata lain, sebanyak 40,76 persen warga Riau masuk dalam kategori golongan putih alias golput. Angka itu sangat jauh dari target keikutsertaan warga yang ditetapkan KPU Riau sebesar 75 persen.
Apabila dibandingkan dengan perolehan total suara pasangan Syamsuar – Edy sebanyak 799. 289, maka sesungguhnya golputlah pemenang Pilkada Riau.
Maka sesungguhnya golputlah pemenang Pilkada Riau.
Menurut Ketua Bawaslu Riau, Rusidi Rusdan, besarnya jumlah golput disebabkan beberapa faktor. Pertama, jadwal pelaksanaan pilkada pada 27 Juni 2018, masih berada pada masa liburan panjang, yaitu libur Idul Fitri yang bersamaan dengan liburan anak sekolah.
Akibatnya, masih banyak orang tua memilih memperpanjang masa liburan daripada kembali untuk mencoblos di TPS dekat rumahnya. Fenomena itu dapat dilihat dari banyaknya keluarga, terutama ibu-ibu yang baru kembali ke rumahnya pada hari-hari menjelang anak sekolah masuk pada 9 Juli 2018. Indikasi itu juga terlihat dari penuhnya bangku pesawat dari dan ke Pekanbaru menjelang jadwal anak sekolah masuk kembali.
Di Kota Pekanbaru saja, petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) mengembalikan 160.000 lembar formulir C6, yang merupakan undangan buat warga terdaftar untuk memilih. Alasannya, petugas tidak menemukan orang di rumah warga saat mengantarkan surat undangan C6. Akhirnya surat C6 dibawa petugas kembali.
Angka pengembalian formulir C6 sebanyak 160.000 orang di Kota Pekanbaru, sangat fantastis karena jumlah DPT Pekanbaru mencapai 472.681 jiwa. Berarti, sepertiga warga Kota Pekanbaru yang memiliki hak pilih, tidak memperoleh undangan formulir C6.
Faktor golput juga disebabkan pada saat hari pencoblosan sebagian wilayah Kota Pekanbaru, dilanda hujan sejak malam harinya. Sejumlah wilayah di Pekanbaru tergenang air. Bahkan beberapa tempat pemungutan suara terendam air.
Meski demikian, jumlah golput yang mencapai 40,76 persen pada Pilkada Riau 2018 ini masih lebih bagus apabila dibandingkan dengan jumlah golput pada pilkada 2013 sebesar 49 persen. Setidaknya sudah ada perbaikan, meski belum sesuai target KPU Riau.
Jumlah pelanggaran politik uang yang kerap disebut dengan istilah money politic, juga terbilang sangat minim. Memang ada beberapa rumor bahwa tim pemenang pasangan calon membagi-bagi sembako dan sarung menjelang hari pencoblosan, namun lebih banyak yang tidak terbukti. Menurut Rusidi, jumlah laporan yang masuk ke posko Penegakan Hukum Terpadu Pilkada Riau 2018 hanya berkisar 3 laporan.
“Laporan yang masuk ke Gakkumdu tidak signifikan. Saya berterima kasih kepada Kepala Polda Riau yang berhasil menekan angka money politic di Pilkada Riau 2018,” kata Rusidi saat memberi tanggapan pada acara pleno KPU Riau Minggu kemarin.
Yusril Ardanis, salah seorang tokoh masyarakat di daerah perbatasan Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kampar menyatakan, pada pilkada 2018, tidak ada serangan fajar kepada warga di lingkungan perumahannya. Padahal, pada Pilkada Bupati Kampar pada 2017 lalu, serangan fajar dan pembagian sembako marak berlangsung.
Sembilan Kabupaten
Syamsuar – Edy Nasution, meraih suara terbanyak di sembilan dari 12 kabupaten/kota se-Riau. Syamsuar unggul di Pekanbaru, Siak, Pelalawan, Rokan Hilir, Rokan Hulu, Dumai, Kuantan Singingi, Bengkalis dan Kepulauan Meranti. Tiga daerah lainnya, dibagi rata oleh masing-masing peserta yaitu Indragiri Hulu dimenangkan oleh Arsyadjuliandi, Kampar dikuasai oleh Firdaus dan Indragiri Hilir oleh Lukman.
Proses rekapitulasi dalam rapat pleno KPU Riau yang berlangsung di sebuah hotel di Pekanbaru, berjalan sangat lancar, tanpa kendala. Meski demikian, suasana pleno terbilang paling sepi apabila dibandingkan dengan pleno pilkada sejenis tahun 2008 dan 2013 yang dipadati oleh simpatisan para calon.
Dari 150 kursi tamu dan undangan, hanya sekitar 120-an yang terisi. Itupun lebih banyak diisi tamu dari petugas KPU dan Bawaslu daerah. Saking sepinya tamu, jadwal acara yang semestinya dimulai pukul 9.00 diundur menjadi pukul 9.30.
Rapat Pleno KPU Riau rekapitulasi perhitungan suara pilkada Riau 2018, berlangsung lancar namun lebih sepi dibandingkan pleno sejenis tahun 2008 dan 2013
Undangan VIP yang hadir dalam rapat pleno hanya Kapolda Riau, Inspektur Jenderal Nandang. Sementara Gubernur Riau diwakili oleh Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik Chairul Riski. Pukul 10.30 suasana menjadi lebih sepi karena Nandang beranjak dari ruangan bersama beberapa petinggi Polda Riau lainnya.
Hasil berbeda
Diluar persoalan proses pilkada, penyelenggaraan jajak pendapat oleh lembaga survei terhadap elektabilitas pasangan calon gubernur Riau sebelum pilkada, sempat membuat warga bingung. Karena ada dua lembaga survei menyodorkan hasil jajak pendapat yang sangat berbeda.
Pada pertengahan Juni 2018, survei lembaga Polmark menyebutkan pasangan Syamsuar – Edy Nasution memiliki tingkat elektabilitas terbesar 27,4 persen, disusul Firdaus 13,3 persen, Lukman Edy 8,9 persen dan Arsyadjuliandi 8,5 persen.
Namun hanya berselang sehari, lembaga Lamda yang dibiayai oleh tim pemenang Firdaus – Rusli menyebutkan bahwa pasangan Firdaus memiliki elektabilitas tertinggi sebesar 25,4 persen mengungguli Syamsuar yang hanya mendapat 20,6 persen, Lukman Edy 13,2 persen dan Arsyadjuliandi 12,9 persen.
Hasil survei itu akan menjadi pelajaran buat warga untuk menentukan lembaga mana yang dapat dipercaya.
Apapun hasil jajak pendapat, yang jelas Syamsuar dan Edy Nasution sudah sah terpilih menjadi pemenang Pilkada Riau 2018. Hiruk pikuk pilkada berakhir sudah, namun sebentar lagi akan berlangsung pertarungan politik yang lebih besar dan lebih ribut untuk memilih Presiden, anggota DPR, DPD dan DPRD pada tahun 2019.