JAKARTA, KOMPAS — Banyaknya aparatur sipil negara yang terjerat kasus korupsi membuat sektor birokrasi menjadi tren korupsi saat ini. Aparatur sipil negara menjadi aktor terbanyak dalam kasus korupsi karena dinilai memiliki akses sebagai pelaksana dalam sejumlah kegiatan.
Berdasarkan laporan dari Indonesia Corruption Watch (ICW) pada periode Januari-Juni 2018, tiga lembaga penegak hukum, yakni Kejaksaan Agung, Kepolisian, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), telah menindak 139 kasus korupsi. Data dari laporan tersebut merupakan kasus korupsi yang telah masuk tahap penyidikan dan memiliki tersangka.
Laporan ICW itu mencatat, ketiga lembaga tersebut telah menetapkan 351 tersangka dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 1,09 triliun dan nilai suap Rp 42 miliar.
Dari total 351 tersangka, aparatur sipil negara (ASN) menjadi aktor terbanyak yang terjerat kasus korupsi dengan total 101 orang. Aktor lainnya berasal dari ketua atau anggota DPRD sebanyak 68 orang, pihak swasta 61 orang, kepala daerah 22 orang, kepala desa 29 orang, dan pihak lain.
Wana Alamsyah dari Divisi Investigasi ICW, di Jakarta, Selasa (18/9/2018), menilai, ASN menjadi aktor terbanyak dalam kasus korupsi karena ASN merupakan pelaksana dalam sejumlah kegiatan. ASN bisa saja melakukan korupsi karena mengikuti perintah atasan dan takut dikenai pemindahan atau mutasi.
Menurut Wana, para tersangka dari 39 kasus menggunakan modus melalui penyalahgunaan anggaran dengan nilai kerugian negara mencapai Rp 86,5 miliar. Selain itu, modus lain yang digunakan ialah penggelembungan nilai (mark up), suap, pungutan liar, penggelapan, laporan fiktif, penyalahgunaan wewenang, gratifikasi, dan pemotongan anggaran.
”Modus penyalahgunaan wewenang ini menjadi perhatian. Meskipun tercatat hanya empat kasus menggunakan modus ini, nilai kerugian negara mencapai Rp 569 miliar,” ucapnya.
Data Badan Kepegawaian Nasional mencatat, 2.357 ASN di pusat dan daerah yang terlibat kasus korupsi telah divonis bersalah dan telah inkrah atau mempunyai kekuatan hukum tetap dalam kasus tipikor.
Sejak 6 September lalu, BKN telah memblokir status kepegawaian 2.259 ASN di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Sementara 98 ASN lainnya yang ada tingkat pusat masih dikoordinasikan dengan kementerian/lembaga terkait untuk dapat diberikan sanksi terhadap ASN tersebut.
Terkait status ASN ini, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo juga telah menandatangani surat edaran terbaru yang menyatakan agar memberhentikan dengan tidak hormat ASN apabila putusan hukumnya sudah berkekuatan tetap atau inkrah.
Surat edaran itu sekaligus membuat surat edaran sebelumnya yang bernomor 800/4329/SJ tanggal 29 Oktober 2012 dicabut dan tidak berlaku lagi. Surat tersebut dicabut karena tidak disebutkan pemberhentian tidak dengan hormat bagi PNS yang terbukti korupsi, tetapi hanya larangan PNS korup diangkat dalam jabatan struktural.
”Tata kelola pemerintah pusat dan daerah harus semakin efektif dan efisien untuk mempercepat reformasi birokrasi dan dalam upaya memperkuat otonomi daerah. Upaya ini diharapkan dapat membangun sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawa,” ujar Tjahjo.