Tindak Pidana Pencucian Uang Lintas Negara Semakin Marak
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
DEPOK, KOMPAS — Tindak pidana pencucian uang lintas negara semakin marak terjadi. Penyingkapan tindak pidana pencucian uang membutuhkan upaya yang maksimal akibat kompleksitas jaringan pelaku kejahatan.
Data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan, selama 2014 hingga Oktober 2017, terjadi 857 pertukaran informasi terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU) antara PPATK dan unit intelijen keuangan (financial intelligence unit) negara lain.
Dari 857 pertukaran informasi, jumlah permintaan bersama yang masuk (incoming mutual request) sebanyak 257 dan permintaan informasi proaktif keluar (outgoing proactive information) sebesar 65.
Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae, di Depok, Rabu (31/10/2018), mengatakan, jumlah pertukaran tersebut termasuk tinggi. ”Besaran permintaan informasi proaktif keluar bisa berarti pelaku kejahatan Indonesia juga melakukan TPPU di luar negeri,” kata Dian.
”Penyingkapan TPPU kasus korupsi, misalnya, bisa mencapai sembilan bulan,” kata Dian dalam The International Seminar on Foreign Predicate Offences: Meningkatkan Efektivitas Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Proses penyidikan memakan waktu lama karena TPPU menggunakan puluhan bahkan ratusan rekening bank dalam mentransfer uang. Pelaku juga menggunakan sejumlah tempat penukar uang untuk menghapus jejak.
Kompleksitas proses TPPU diibaratkan seperti jaring laba-laba. Selain itu, TPPU juga biasanya melibatkan lebih dari satu pelaku.
Secara global, lanjutnya, kerugian akibat TPPU mencapai lebih dari 1 triliun dollar AS. Untuk Indonesia, kerugian akibat TPPU juga tidak kalah besar.
”Terakhir, pencucian dana kejahatan narkoba mencapai Rp 6,7 triliun dan jumlah dana yang sekarang ditangani Bareskrim Polri mencapai Rp 18 triliun,” ucap Dian.
Wakil Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Komisaris Besar Daniel Tahi Monang Silitonga mengatakan, proses TPPU semakin bervariasi. Bahkan, orang asing juga langsung datang ke Indonesia untuk melakukan TPPU.
”Pernah ada 103 warga negara asing menyewa rumah di Indonesia,” ucapnya. Para warga negara asing tersebut menyewa rumah. Mayoritas dari mereka memiliki pengetahuan di bidang teknologi informasi sehingga dapat masuk ke dalam jaringan telekomunikasi masyarakat untuk meminta bantuan dana lewat pesan singkat.
Ia melanjutkan, tidak mudah untuk menyelidiki kasus TPPU lintas negara. Hal itu karena banyak prosedur yang harus dilaksanakan di negara tujuan. Beberapa di antaranya saksi tidak bisa langsung diperiksa dan waktu penyidikan yang terbatas.
Oleh karena itu, cara yang paling cepat dalam menangani TPPU adalah meminta pembekuan aset guna mencegah nilai aset berkurang. Namun, permintaan pembekuan aset juga harus memiliki dasar hukum yang kuat karena setiap negara memiliki kedaulatannya masing-masing.
Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin menambahkan, penting untuk mengintensifkan kerja sama internasional untuk mengatasi kejahatan transnasional. Unit intelijen keuangan di dunia harus proaktif dan reaktif dalam menangani TPPU.