Tidak semua warga diuntungkan dari proyek moda raya terpadu atau MRT Jakarta. Pembangunan stasiun di sepanjang Jalan RS Fatmawati, Jakarta Selatan, misalnya, mengakibatkan pelanggan toko-toko di tepi jalan berkurang. Para pemilik toko menyiasati pilar dan alat-alat bangunan yang menutupi pandangan menuju gerai miliknya dengan memasang spanduk di tepi jalan yang dilewati para pengendara.
Meskipun jalur layang MRT, yang bernama resmi Ratangga, di sepanjang Jalan RS Fatmawati arah Blok M telah selesai, hingga Rabu (26/12/2018) siang, dua stasiun di ruas jalan tersebut, Stasiun Cipete dan Stasiun Haji Nawi, masih dalam tahap pengerjaan. Area tepi jalan di bawah stasiun beralas pasir karena rusak.
Pilar beton stasiun dan scaffolding yang diletakkan di tepi jalan seakan menutupi pertokoan yang telah berdiri sebelum proyek MRT dimulai. Akibatnya, beberapa gerai seperti Holland Bakery dan toko perabotan Megah Sari yang berada di bawah Stasiun Cipete memasang spanduk di tepi jalan untuk mengumumkan bahwa toko mereka tetap buka.
Vera (18), pegawai di toko perabotan Megah Sari, menyatakan, pembangunan stasiun sungguh berpengaruh terhadap jumlah pelanggan yang datang ke toko yang telah 30 tahun berdiri itu. Akibatnya, menjadi sulit untuk mendapatkan pelanggan baru.
"Memang berpengaruh banget, orang jadi malas datang karena enggak keliatan. Selain itu, parkirnya juga susah. Kami saat ini lebih bergantung pada pelanggan lama, kebetulan kami sudah berdiri 30 tahun," katanya.
Selama empat tahun, proyek berlangsung, menurut Vera, tidak ada kompensasi yang didapat dari PT MRT sebagai ganti dari dampak pembangunan.
Hal senada dirasakan Alfi (60), pemilik toko cat Warna Indah Sentosa yang terletak di bawah stasiun Haji Nawi. Ia mengatakan, pelanggannya berkurang 70 persen sejak stasiun dibangun. Dampaknya, Alfi harus mengurangi pegawainya dari 3--4 orang menjadi satu orang saja.
"Orang pada bingung, ini tokonya di mana? Masuknya dari mana? Enggak kelihatan. Akhirnya mereka bablas ke toko lain. Pernah, sehari di awal pembangunan, enggak ada sama sekali pelanggan yang dateng," kata Alfi.
Jalan menuju toko cat milik Alfi memang tidak jelas akibat akses masuk yang berbentuk jalan berpasir di antara pilar-pilar beton stasiun. Akibatnya, tidak ada satu pun pelanggan terlihat di tokonya yang berhadapan dengan partisi seng dan scaffolding.
Kendati demikian, ia mengaku tidak pernah melihat ada pekerja yang aktif di depan tokonya. Rabu siang, tidak ada pekerja proyek yang terlihat di depan tokonya. Padahal, ia telah mengorbankan sebagian lahan parkirnya untuk dibeli pemerintah.
Ia berharap, jika pengerjaan stasiun sudah selesai, scaffolding dan alat-alat bangunan lainnya segera dipindahkan agar tokonya terlihat lagi. Ia juga kecewa karena, selain pembelian sebagian lahan parkirnya, tidak ada kompensasi yang diberikan oleh pihak penanggung jawab proyek.
“Toko saya sudah 30 tahun berdiri. Akhirnya, saya ngandalin pengiriman barang aja dari pelanggan-pelanggan lama, soalnya orang sudah malas ke sini,” kata Alfi.
Beberapa lainnya menyatakan masih yakin akan selalu ada pelanggan. Yulia (24), resepsionis di klinik dokter umum yang terletak di bawah Stasiun Haji Nawi, menyatakan dalam sehari tetap ada 30 pasien. Baginya, pengurangan jumlah pasien yang datang tidak begitu signifikan. Meski demikian, tidak ada siasat tertentu yang dibuat oleh para pegawai maupun dokter untuk mempertahankan jumlah pasien yang datang berobat, seperti memasang spanduk di pilar-pilar stasiun MRT.
Direktur utama PT MRT Jakarta William Sabandar mengatakan, operasi MRT di Jakarta akan dimulai Maret 2019. Untuk menyongsong pengoperasian penuh tersebut, akan dilaksanakan serangkaian uji coba (Kompas, Selasa, 11 Desember 2018). Meski demikian, kapan jalan dan akses menuju pertokoan di bawah stasiun diperbaiki masih menjadi pertanyaan. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)