Produk Baja Impor Masih Mendominasi
JAKARTA, KOMPAS -- Konsumsi baja nasional masih didominasi produk impor hingga triwulan II-2018. Hal itu membuat PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, produsen baja milik Negara, merugi selama enam tahun berturut-turut sejak 2012.
Dalam laporan keuangan Krakatau Steel disebutkan, total rugi tahun berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk pada 2012 sebesar 20,43 juta dollar AS. Sementara pada 2013 dan 2014 kerugiannya sebesar 13,98 juta dollar AS dan 147,11 juta dollar AS.
Pada 2015, kerugian Krakatau Steel meningkat menjadi 302,02 juta dollar AS. Sementara pada 2016 dan 2017 kerugiannya turun menjadi 171,69 juta dollar AS dan 81,74 juta dollar AS.
Direktur Utama PT Krakatau Steel Silmy Karim, Jumat (4/1/2018), mengatakan, hingga triwulan III-2018, Krakatau Steel masih merugi. Kendati begitu, kerugiannya berkurang sebesar 50,19 persen menjadi 37 juta dollar AS.
Faktor-faktor yang menyebabkan kerugian itu adalah daya konsumsi baja domestik yang masih kalah saing dari besi dan baha impor. "Pasar besi dan baja Indonesia masih dikuasai baja impor, sebab harga baja impor lebih murah," kata dia.
Data South East Asia Iron and Steel Institute menunjukkan, sejak 2010 kebutuhan baja dalam negeri mayoritas dipenuhi baja impor. Konsumsi baja domestik dalam kurun waktu tersebut tak pernah lebih dari 50 persen dari total konsumsi baja nasional.
Pada tahun 2013 misalnya, konsumsi baja domestik di Indonesia hanya 35 persen dari total konsumsi baja nasional sebesar 12,7 juta ton. Kebutuhan baja sebesar 65 persen pada tahun itu dipenuhi oleh produk baja impor. Ini adalah dominasi produk impor paling parah sejak 2010.
Per Oktober 2018, total konsumsi baja nasional masih dikuasai produk baja impor, yakni sebesar 55 persen. Sementara itu, untuk serapan produk baja domestik sebesar 45 persen.
Revisi regulasi
Silmy mengklaim, selama ini Krakatau Steel selalu memproduksi baja dengan kualitas tinggi. Hal itu membuat biaya produksi serta harga jualnya tinggi. Sementara produk baja impor yang diimpor dibuat dengan bahan kualitas rendah, sehingga harganya lebih murah.
Selain di soal harga, salah satu regulasi yang menyebabkan impor besi dan baja meningkat adalah Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 22 tahun 2018 tentang Ketentuan Impor Besi dan Baja. Regulasi tersebut menghilangkan syarat rekomendasi impor dari Kementerian Perindustrian dan memindahkan pengawasan besi dan baja keluar kepabeanan.
Selain itu, importir cukup membuat pernyataan secara mandiri (self declaration)yang menyatakan telah memenuhi persyaratan impor besi dan baja. Hal itu menyebabkan besi dan baja dari luar negeri mudah sekali masuk ke dalam negeri.
"Tanpa adanya pertimbangan teknis begitu produk impor bisa dengan mudah masuk. Harusnya pemerintah mengecek dulu bagaimana kualitas bajanya. Kalau bagus tidak masalah, tetapi kalau tidak bagus bisa merusak pasar," ujar Silmy seusai paparan kinerja.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menyatakan, Kementerian Perdagangan telah merevisi Permendag Nomor 22/2018 menjadi Permendag Nomor 110/2018. Melalui permendag baru itu, syarat impor besi dan baja dikembalikan ke peraturan awal, yakni melalui rekomendasi Kementerian Perindustrian.
"Importir juga tidak bisa lagi membuat pernyataan secara mandiri sebagai syarat impor. Selain itu, pengawasan dari luar kepababeanan juga dikembalikan lagi ke kawasan kepabeanan," tegas Oke.
Permendag Nomor 110/2018 akan mulai berlaku pada 20 Januari 2018.
Upaya perusahaan
Untuk menyehatkan kondisi perusahaan, Krakatau Steel berencana melakukan tiga langkah perbaikan. Ketiga langkah itu adalah restrukturisasi bisnis dan utang, peningkatan kinerja, dan pengurangan konsumsi energy.
Direktur Keuangan Krakatau Steel Tardi mengatakan, restrukturasi bisnis akan dilakukan baik untuk perusahaan induk maupun anak perusahaan. Krakatau Steel akan bekerja sama dengan konsultan manajemen internasional McKinsey and Company dalam proses restrukturasi bisnis ini.
Restrukturasi bisnis yang akan dilakukan meliputi restrukturasi produksi, distribusi, rantai pasok, struktur organisasi, dan organisasi bisnis. Jika diperlukan, Krakatau Steel akan mencari partner strategis untuk mendukung upaya ini, seperti dari perbankan dan investor saham.
"Adapun untuk restrukturasi utang senilai 2 miliar dollar AS ditargetkan selesai pada bulan ini," kata dia.
Selain itu, lanjut Tardi, kinerja perusahaan akan dioptimalkan melalui peningkatan produktivitas dan peningkatan konsumsi nasional. Krakatau Steel telah mengoperasikan dan menyelesaikan beberapa proyek untuk mendukung peningkatan produktivitas dan menurunkan konsumsi energi.
Proyek yang dibuat antara lain, zero reformer untuk memangkas konsumsi gas dan mengoperasikan Pabrik Blast Furnace yang mampu memproduksi metal panas dengan kapasitas 1,2 juta ton per tahun. Krakatau Steel juga telah meresmikan Krakatau Nippon Steel Sumikin untuk meproduksi baja cold rolled coil (CRC) dan baja lapis untuk menyuplai sektor otomotif.
Sementara untuk meningkatkan konsumsi baja nasional, Krakatau Steel sudah menandatangani perjanjian kerja sama terkait pengadaan produk baja untuk pembangunan proyek infrastruktur.
"Kerja sama ini dijalin dengan beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) - Karya seperti, PT Waskita Karya, PT Wijaya Karya, PT Hutama Karya, PT Adhi Karya, dan PT Nindya Karya," kata tardi.
Upaya selanjutnya adalah penguatan fundamental perusahaan. Hal itu akan dilakukan dengan mengoptimalkan kinerja anak perusahaan pada sektor non baja, seperti PT Krakatau Tirta Industri, PT Krakatau Bandar Samudera, dan PT Krakatau Engineering.
Pekerjaan rumah
Kepala Riset Koneksi Capital Alfred Nainggolan mengemukakan, tahun ini Krakatau Steel dan pemerintah memiliki pekerjaan rumah yang cukup berat untuk menarik minat investor. Sebab, penurunan kinerja di tengah serbuan produk baja impor berdampak pada penurunan kepercayaan pasar.
"Harus ada upaya dari Krakatau Steel untuk bisa menepati target-target perencanaan proyek yang ada. Jangan terlalu banyak menunda penyelesaian proyek. Beberapa kali Krakatau Steel terlambat dalam menyelesaian proyek," ucap Alfred.
Alfred menambahkan, pemerintah juga harus mendukung penggunaan baja dalam negeri. Hal itu dapat dilakukan dengan memastikan seluruh pembangunan infrastruktur menggunakan baja produksi dalam negeri.
"Jangan hanya perjanjian di atas kertas saja kerjasama. Tapi di lapangan masih pakai produk baja impor. Itu harus dipastikan," tegas Alfred.
Alfred menambahkan, jika konsumsi pasar baja sudah dikuasai pasar domestik, bukan tidak mungkin kepercayaan pasar terhadap Krakatau Steel meningkat. Jika konsumsi pasar baja sudah dikuasai pasar domestik, bukan tidak mungkin kepercayaan pasar terhadap Krakatau Steel meningkat. (HEN/KRISTI DWI UTAMI)