Kebijakan Pemerintah soal Ekspor Belum Dipahami Pelaku Usaha
Oleh
M Fajar Marta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan insentif dan penyederhanaan prosedur untuk mengurangi biaya dan alokasi waktu ekspor masih belum dipahami sepenuhnya oleh pelaku ekspor. Pelaku ekspor meminta pemerintah memperjelas maksud kebijakan tersebut serta mengajak pelaku ekspor untuk mengadakan simulasi.
Hal itu dikatakan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Perdagangan Benny Soetrisno saat dihubungi hari Rabu (9/1/2019). Pendapat Benny tersebut menanggapi lima kebijakan ekspor yang akan diuji coba, yakni perbaikan iklim usaha melalui sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik (online single submission/OSS), fasilitas insentif perpajakan, program vokasi, penyederhanaan prosedur untuk mengurangi biaya ekspor, dan pemilihan komoditas unggulan.
Bagi Benny, gagasan pemerintah untuk penyederhanaan prosedur buat mengurangi biaya ekspor cukup baik. Hanya saja, Benny masih belum memahami maksud dari kebijakan tersebut.
”Itu detailnya harus dipastikan dulu, kalau bisa pelaku usaha diajak duduk bersama. Jika perlu, adakan juga simulasi,” ucap Benny. Benny menambahkan, pemangkasan prosedur juga harus diikuti dengan penyederhanaan dokumen. Itu karena selama ini dia merasa prosedur pengurusan dokumen ekspor cukup panjang.
Benny mengusulkan, penyiapan dokumen barang impor untuk tujuan ekspor seharusnya bisa disiapkan sebelum kapal datang. Jadi, antara pelabuhan satu dan pelabuhan lain bisa terhubung. Pelabuhan keberangkatan dan kedatangan sebaiknya mendapatkan informasi terkait daftar mengenai muatan pada saat bersamaan. Dengan demikian, importir bisa menyelesaikan dokumen sebelum kapal datang. Hal ini akan berdampak pada lebih singkatnya waktu bongkar muat barang.
Senada dengan Benny, Ketua Umum Asosiasi Industri Perangkat Telematika Indonesia Ali Soebroto menyampaikan, dirinya belum tahu pasti apa yang akan dilakukan pemerintah. Namun, dia memprediksi kebijakan itu tidak akan begitu berpengaruh.
Insentif pajak
Insentif pajak merupakan salah satu bagian dari lima kebijakan ekspor yang akan diterapkan. Menurut Ali, insentif pajak bukanlah hal yang baru. Selama ini, insentif pajak belum dirasakan maksimal oleh eksportir sektor elektronik seperti dirinya. Dia merasa insentif pajak hanya menguntungkan beberapa pengekspor dengan profit tinggi.
Pemangkasan prosedur harus diikuti dengan penyederhanaan dokumen.
”Sekarang ini permasalahan pengekspor tidak bisa ekspor karena daya saingnya rendah. Harga komoditas yang diekspor tidak bisa memenuhi harga dunia. Percuma saja ada insentif kalau tidak ada yang bisa ekspor,” ujar Ali.
Menurut Ali, sebaiknya pemerintah bisa memberikan subsidi secara langsung, tetapi tidak terbuka. Sebab, dalam peraturan perdagangan dunia disebutkan bahwa pemerintah tidak bisa memberi subsidi sebelum laba bersih.
Pemerintah akan membuat perizinan usaha terintegrasi secara elektronik. Menurut Benny, itu adalah upaya yang baik. Hal itu efektif untuk memangkas waktu pengurusan perizinan.
”Peran OSS ini sangat penting. Harapannya adalah tidak ada gangguan teknis. Peran telekomunikasi harus kuat,” kata Benny.
Perang dagang
Belakangan koreksi pertumbuhan ekonomi global turun dari 3 persen menjadi 2,9 persen. Hal itu turut meredupkan dua raksasa ekonomi dunia, yakni Amerika Serikat dan China. Padahal, dua negara tersebut merupakan pasar utama ekspor Indonesia.
Terkait dengan hal itu, Ketua Kadin Rosan Roeslani mengatakan, saat ini pelaku ekspor sudah mulai membuka pasar-pasar baru, seperti Afrika dan Timur Tengah. Ia mengharapkan pembicaraan terkait dengan perjanjian perdagangan bebas dengan Eropa harus segera diselesaikan. (KRISTI DWI UTAMI)