JAKARTA, KOMPAS — Permasalahan kota merupakan bagian dari cerminan Indonesia sebab sebagian besar penduduk tinggal di kota. Berangkat dari hal itu, pemerintah kota dituntut untuk menghadirkan solusi dalam meningkatkan kesejahteraan warganya sehingga masalah perkotaan dapat segera teratasi.
”Lebih dari 50 persen penduduk Indonesia ada di kota. Ini menunjukkan pemerintah kota harus bergerak memberikan solusi bagi Indonesia. Kalau kota ini banyak yang berkompetisi menjadi smart city, maka Indonesia yang akan baik,” ujar Wali Kota Manado Vicky Lumentut seusai acara penganugerahan Indeks Kota Cerdas Indonesia (IKCI) 2018, di Gedung Kompas Gramedia, Jakarta, Rabu (9/1/2019).
Anugerah IKCI 2018 dari Kompas diberikan kepada 12 kota yang dinilai telah mengimplementasikan konsep kota cerdas. Penilaian berdasarkan pengukuran oleh Penelitian dan Pengembangan Kompas itu dibagi dalam empat kategori, yakni kota metropolitan, kota besar, kota sedang, dan kota kecil. Indeks penilaian terdiri atas enam dimensi, yaitu ekonomi, lingkungan, pemerintah, kualitas hidup, mobilitas, dan masyarakat.
Kota Manado menduduki peringkat pertama untuk kategori kota sedang atau kota berpenduduk 100.000 hingga 500.000 jiwa, dengan skor total 59,04. Ibu kota Provinsi Sulawesi Utara ini berhasil mengalahkan 57 kota lain dalam kategori yang sama. Sementara peringkat kedua diraih Salatiga (58,99) dan peringkat ketiga Yogyakarta (58,96).
Vicky melanjutkan, solusi yang coba dihadirkan Manado, sehingga memperoleh predikat ”kota cerdas” itu, adalah dengan pengelolaan sistem pelayanan terpadu Manado yang disebut sistem Cerdas Command Center (C3). Melalui sistem yang dibangun sejak Februari 2017 itu, pemerintah dapat terus memonitor situasi kota dan merespons keluhan warga dengan cepat.
”Jadi kami cepat memantau, apakah ada jalan yang rusak, sampah belum diangkut, gangguan kriminalitas. Mereka menyampaikan kepada pemerintah melalui aplikasi kami, secepat itu pula kami akan respons atas keluhan yang disampaikan. Memasuki era teknologi ini, kami harus semakin mempermudah pelayanan ke masyarakat,” tuturnya.
Lahirnya C3 Manado itu, menurut dia, melalui proses yang panjang. Vicky mengaku harus mengadopsi beberapa inovasi dari sejumlah pemerintah kota yang dianggap lebih maju, seperti Yogyakarta, Jakarta, Surabaya, dan Bandung.
”Meski kami adopsi dari keempat kota besar itu, inovasi yang ada juga tetap kami kembangkan agar sejalan dengan kearifan lokal warga Manado,” ujarnya.
Pembangunan manusia
Selain soal teknologi, Pemerintah Kota Manado juga fokus dalam pembangunan manusia. Di tengah warga yang heterogen, toleransi antarumat beragama tetap menjadi fokus utama.
”Karena kalau daerah kita aman, itu bisa mendorong sektor lain. Kalau daerah kita sudah terganggu, kan, kita tak bisa kerjakan apa-apa,” kata Vicky.
Menurut sosiolog dari Universitas Indonesia, Daisy Indira Yasmine, yang juga hadir dalam acara penganugerahan, pembangunan kota memang tidak bisa dilepaskan dari pembangunan manusianya. Sebab, secara sosiologis, esensi dari kehidupan kota adalah kehidupan manusianya.
”Masyarakat harus ikut dilibatkan dalam proses pembangunan agar masyarakat merasa memiliki kota itu sehingga ada kepuasan apabila ada keberhasilan yang dicapai kotanya,” ujar Daisy.