JAKARTA, KOMPAS — Perekonomian Indonesia harus kembali menghadapi tantangan eksternal dan domestik pada 2019. Kolaborasi menjadi kunci agar pertumbuhan perekonomian dapat mencapai target.
Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2019 yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jakarta, Jumat (11/1/2019), menyampaikan, kerja keras dan kebersamaan diperlukan untuk menghadapi tantangan eksternal dan internal pada 2019. ”Kita optimistis hadapi 2019,” katanya.
Menurut Kalla, kolaborasi adalah suatu langkah yang menguntungkan setiap pihak. Keuntungan yang diperoleh pelaku bisnis harus juga dirasakan oleh konsumen. Pelaku bisnis besar diimbau untuk membantu pengembangan pelaku bisnis sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Perekonomian Indonesia masih harus menghadapi ancaman perang dagang AS-China, Brexit dari Inggris, serta konflik Timur Tengah. Indonesia dinilai perlu meningkatkan ekspor dan investasi agar perekonomian tetap terjaga.
Investasi yang masuk ke Indonesia harus dimanfaatkan untuk mengembangkan industri substitusi impor. Pemerintah telah berupaya membangun infrastruktur guna menekan biaya logistik yang selama ini menjadi momok.
Selain itu, koordinasi antara sektor perbankan dan pasar modal perlu dipantau dengan hati-hati karena saling memengaruhi. Suku bunga simpanan perbankan yang tinggi dapat membuat investor tidak melirik pasar modal.
Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menyampaikan, Indonesia berhasil melewati volatilitas selama 2018 dengan baik. Kolaborasi menjadi kunci keberhasilan tersebut. Strategi serupa perlu diterapkan pada 2019.
Suku bunga simpanan perbankan yang tinggi dapat membuat investor tidak melirik pasar modal
”Sinergi bersama antara OJK, kementerian, lembaga, dan pengusaha diperlukan. Dengan sinergi dan kolaborasi, niscaya bisa menghadapi tantangan,” kata Wimboh.
Pelaku industri jasa keuangan (IJK) diharapkan tetap optimistis untuk menggali peluang yang ada. Pertumbuhan kredit industri perbankan ditargetkan 12-14 persen. Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) diperkirakan 8-10 persen.
Dalam industri keuangan non-bank (IKNB), pertumbuhan aset asuransi jiwa dan umum masing-masing diperkirakan 10-13 persen dan 14-17 persen. Aset perusahaan pembiayaan dinilai akan tumbuh 8-11 persen.
Pada pasar modal, OJK memproyeksikan tambahan 75-100 emiten baru. Sementara target penghimpunan dana diperkirakan Rp 200 triliun-Rp 250 triliun.
OJK menyiapkan lima kebijakan dan inisiatif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada 2019. Contohnya, melalui pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan masyarakat kecil serta mendorong inovasi teknologi informasi IKJ.
Tahun 2019 dapat menjadi momentum bagi pertumbuhan IKJ. Ini karena bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, diperkirakan tidak akan agresif menaikkan suku bunga acuan. Perang dagang AS-China pun sedikit mereda.
Peluang mulai terlihat karena arus modal kembali mengalir masuk ke emerging countries, termasuk Indonesia, selama beberapa bulan terakhir. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menguat.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah kembali ke Rp 14.000 per dollar AS pada 5 November 2018, yang sebelumnya menyentuh Rp 15.000. Rupiah tercatat Rp 14.076 per dollar AS pada Jumat (11/1/2019).
Secara terpisah, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rusli Abdullah, berpendapat, perluasan dan pendalaman pasar keuangan penting untuk dilakukan guna meningkatkan literasi keuangan bangsa.
”Kelas menengah perlu didorong untuk menabung dan berinvestasi ketimbang menghabiskan uang di luar,” katanya.