Uji materi UU ASN tak bisa menjadi alasan penundaan pemecatan ASN pelaku korupsi. Penundaan dilakukan jika ada perintah dari MK.
JAKARTA, KOMPAS — Para pejabat pembina kepegawaian baik di pusat maupun di daerah diminta untuk tidak takut memberhentikan aparatur sipil negara yang berstatus terpidana korupsi. Alasan bahwa pemberhentian tidak dapat dilakukan karena ada proses uji materi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara di Mahkamah Konstitusi tidak dapat dibenarkan.
Penundaan pemberhentian ASN terpidana korupsi hanya dapat dilakukan jika ada perintah MK melalui putusan sela.
”Tak usah takut digugat karena ini melaksanakan putusan pengadilan. Kalau digugat, kami (Kementerian Dalam Negeri) akan memberikan bantuan hukum. Saya akan intervensi di kasus itu. Kalau Anda (sekretaris daerah) masih molor-molor, pasti akan kami beri sanksi. Karena kalau terus berlama-lama, potensi kerugian negara itu yang jadi lebih besar,” ujar Kepala Biro Hukum Kemendagri Widodo Sigit Pudjianto, Kamis (17/1/2019), di Jakarta.
Hingga 14 Januari 2019, baru 891 dari total 2.357 ASN terpidana korupsi telah diberhentikan dengan tidak hormat. Sisanya belum diberhentikan.
Sebelumnya, pada 11 Oktober 2018, Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Korpri Nasional menyurati para pejabat pembina kepegawaian (PPK) agar menunda pemberhentian para ASN terpidana korupsi dengan alasan ada uji materi UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN di MK. LKBH Korpri Nasional juga meminta agar hak para ASN seperti gaji dan tunjangan juga dibayarkan kembali.
MK saat ini tengah memeriksa perkara uji materi UU ASN yang diajukan oleh sejumlah ASN, yaitu Novi Valentino, Fatmawati, Markus Iek, Yunius Wuruwu, dan Sakira Zandi. Mereka didampingi oleh Nurmadjito dan Mahendra dari LKBH Korpri Nasional. Sidang terakhir digelar 8 Januari lalu, dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dan DPR.
Klarifikasi
Namun, surat LKBH Korpri Nasional tersebut kemudian diklarifikasi oleh Ketua Umum Dewan Pengurus Korpri Nasional Zudan Arif Fakrullah. Melalui surat yang disebar ke para PPK di pusat dan daerah, Zudan menegaskan bahwa yang dilakukan oleh Nurmadjito dan Mahendra tanpa koordinasi dengan Dewan Pengurus Korpri Nasional sehingga bukan merupakan representasi dari lembaga Korpri Nasional dan LKBH Korpri Nasional.
Widodo mengatakan, para sekretaris daerah tidak perlu khawatir terhadap kemungkinan munculnya gugatan apabila pemberhentian ASN terpidana korupsi dilakukan. Gugatan menjadi risiko dari langkah yang diambil. Yang jelas, pemberhentian tersebut diatur pada Pasal 87 Ayat 4 UU ASN. Disebutkan, ASN yang menjadi narapidana perkara korupsi harus langsung diberhentikan dengan tidak hormat. Untuk gaji yang sudah telanjur dibayarkan tak perlu dikembalikan.
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Febri Diansyah juga mengingatkan para PPK agar segera memberhentikan PNS yang telah terbukti korupsi sesuai aturan yang berlaku. Tim KPK turut memantau hal ini.
”Ini penting dilakukan. Selain untuk mempertegas komitmen pemberantasan korupsi juga agar tidak terjadi risiko kerugian negara yang lebih besar karena masih menggaji PNS yang terbukti sebagai pelaku korupsi,” kata Febri.
Secara terpisah, Feri Amsari dari Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas menyampaikan, penundaan eksekusi tidak dapat dilakukan dengan alasan proses uji materi. Penundaan bisa dilakukan apabila MK menjatuhkan putusan sela sesuai permohonan pemohon. ”Jika tidak ada, tidak mungkin dilakukan penundaan,” kata Feri.