Penerima Nobel, Ahli Primata, dan Perenang Warnai Forum Ekonomi Dunia
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
DAVOS, SELASA — Penerima Nobel Perdamaian Kailash Satyarthi, ahli primata Jane Goodall, dan perenang ekstrem Ernst Bromeis dijadwalkan hadir dalam pembukaan pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia atau WEF 2019 di Davos, Swiss, pada 22-25 Januari 2019. Pembahasan terkait pencarian jalan keluar dari kepunahan dan penanggulangan pencemaran akibat plastik akan dikemukakan dalam pembukaan pertemuan itu.
Dalam keterangan pers WEF yang dikutip Kompas, Selasa (22/1/2019), pada pembukaan pertemuan itu akan diputar film bertajuk The Price of Free. Film itu memotret perjuangan Kailash Satyarthi dalam menghentikan perbudakan anak di India.
Satyarthi berhasil menyelamatkan lebih dari 80.000 anak yang bekerja di pabrik. Perjuangannya tersebut diganjar dengan berbagai macam penghargaan, baik nasional maupun internasional, salah satunya Nobel Peace Prize yang dia terima pada 2014.
Dalam kesempatan yang sama, Fareed Zakaria, wartawan dan kolumnis, akan berbincang santai dengan Jane Goodall. Goodall adalah peneliti simpanse yang berhasil menemukan fakta baru terkait kekerabatan genetik antara manusia dan simpanse pada 1960.
Sebelumnya, simpanse terkenal sebagai pemakan daging. Melalui penelitian tersebut diketahui bahwa simpanse juga pemakan daging. Masih pada tahun yang sama, Goodall juga meneliti tentang simpanse yang membuat dan menggunakan peralatan dalam kehidupan mereka. Penemuan ini dianggap sebagai salah satu penemuan terbesar dalam bidang pendidikan di abad ke-20.
Adapun perenang ekstrem dari Davos, Ernst Bromeis, akan menceritakan perjalanannya melintasi perairan Eropa. Bromeis akan menyarankan beberapa hal terkait apa yang sebaiknya dilakukan untuk menyelamatkan sumber daya terpenting di planet bumi itu.
Pertemuan WEF 2019 akan dihadiri sekitar 3.000 pemimpin perusahaan global, perwakilan pemerintah dan masyarakat sipil, akademisi, dan para ahli dari berbagai negara. Pada tahun ini, pertemuan itu mengusung tema ”Globalisasi 4.0: Membangun Arsitektur Global di Era Revolusi Industri Keempat”. Melalui pertemuan itu, diharapkan dihasilkan model-model baru pembangunan masyarakat yang berkelanjutan dan inklusif.
Laporan risiko global
Ketiga tokoh itu hadir untuk memberikan masukan sesuai kepakaran dan pengalaman mereka membenahi berbagai tantangan dan persoalan global. Mereka diharapkan menginspirasi perwakilan setiap negara yang menghadiri pertemuan yang digelar setiap musim dingin itu.
Presiden WEF Borge Brende mengatakan, saat ini dunia menghadapi semakin banyak tantangan yang kompleks dan saling terkait. Mulai dari melambatnya pertumbuhan global, ketidaksetaraan ekonomi yang terjadi terus-menerus, perubahan iklim, ketegangan geopolitik, hingga revolusi industri keempat.
”Ada beberapa tantangan mengkhawatirkan yang akan kita hadapi dalam waktu yang hampir bersamaan. Kita akan berjuang sangat keras jika kita tidak bekerja sama. Sebab, tidak ada kebutuhan yang lebih mendesak selain pendekatan kolaboratif dan multipihak untuk menyelesaikan masalah-masalah global ini bersama,” kata Brende.
Tidak ada kebutuhan yang lebih mendesak selain pendekatan kolaboratif dan multipihak untuk menyelesaikan masalah-masalah global ini bersama.
WEF juga mengeluarkan Laporan Risiko Global 2019. Brende berharap, laporan yang dipublikasikan bisa membantu setiap negara mempersiapkan diri menghadapi sejumlah tantangan. Tantangan itu antara lain gangguan geopolitik dan geoekonomi, kenaikan permukaan laut, ancaman biologis, dan ketegangan emosional serta psikologis yang meningkat belakangan ini.
Dengan adanya globalisasi, pengurangan tingkat kemiskinan secara global dapat tercapai. Namun, hal ini juga menunjukkan perlunya perubahan. Brende menambahkan, saat ini polarisasi sedang meningkat di banyak negara. Kontrak sosial yang menyatukan masyarakat di beberapa negara mulai berantakan.
”Sekarang ini kita sedang berada pada era yang memiliki sumber daya tak tertandingi. Hal itu juga dibarengi dengan kemajuan teknologi. Tapi, terlalu banyak populasi juga bisa membuat kita berada pada era ketidakamanan. Kita butuh cara mengatasi ketidakamanan ini bersama,” kata Brende. (KRISTI DWI UTAMI)