KPU Putuskan Tak Memasukkan Nama Oesman dalam Surat Suara
Oleh
PRADIPTA PANDU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum memastikan tidak memasukkan nama Ketua Dewan Perwakilan Daerah Oesman Sapta Odang dalam kertas surat suara calon anggota DPD yang akan segera dicetak. Hal ini karena Oesman tidak menyerahkan surat pengunduran diri dari kepengurusan partai sampai batas waktu yang telah ditentukan, yakni 22 Januari.
”OSO (Oesman Sapta Odang) sudah pasti tidak masuk DCT (daftar calon tetap). Selanjutnya kami tinggal cetak surat suara,” terang anggota KPU, Ilham Saputra, sebelum mengikuti sidang kode etik di Kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta, Rabu (23/1/2019).
Keputusan KPU tidak memasukkan Oesman ke dalam DCT calon anggota DPD RI mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 30/PUU-XVI/2018 yang menyatakan larangan pengurus partai politik untuk menjadi calon anggota DPD. Saat ini, Oesman masih berstatus sebagai Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).
Oesman Sapta Odang sudah pasti tidak masuk daftar calon tetap.
Ilham menyatakan, seluruh komisioner KPU siap menghadapi konsekuensi dan semua laporan dari berbagai pihak terkait keputusan KPU ini. ”Mau dilaporkan ke mana saja kami tetap memegang apa yang sudah kami putuskan bahwa konstitusi berada di atas segala-galanya,” ungkapnya.
Anggota KPU lainnya, Evi Novita Ginting, menyatakan bahwa KPU memperlakukan seluruh peserta caleg dengan setara dan adil. ”Peraturan MK itu sudah berlaku. Apalagi konstitusi mengatakan bahwa mereka (caleg DPD) itu harus mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik,” katanya.
Sebelumnya, anggota KPU, Wahyu Setiawan, menyampaikan bahwa KPU telah menunggu surat pengunduran diri Oesman dari kepengurusan partai hingga 22 Januari pukul 00.00. Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, Oesman tidak menyerahkan surat pengunduran diri tersebut.
Wahyu menyebutkan, keputusan KPU ini merupakan keputusan bersama para komisioner secara kolektif kolegial. Keputusan dihasilkan dalam rapat pleno yang merupakan forum tertinggi untuk mengambil setiap keputusan KPU.
MK telah menjatuhkan putusan, yakni melarang pengurus partai politik menjadi calon anggota DPD.
Sebaliknya, Oesman menegaskan, dirinya tidak akan mundur sebagai Ketua Umum Partai Hanura. Dia juga bersikeras sikapnya tersebut mengacu pada putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang mengabulkan gugatannya agar namanya tetap masuk dalam DCT calon anggota DPD Pemilu 2019.
”Saya tidak akan mundur selama KPU tidak melaksanakan perintah institusi,” katanya.
DKPP jadi kunci
Pengajar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Bivitri Susanti, mengatakan, berlarut-larutnya persoalan pencalonan Oesman sebagai calon anggota DPD di KPU itu semestinya tak perlu terjadi. Sudah semestinya seorang peserta pemilu untuk pemilihan anggota DPD itu mengikuti konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan.
Apalagi, katanya, MK telah menjatuhkan putusan, yakni melarang pengurus partai politik menjadi calon anggota DPD. Putusan MK merupakan putusan yang berlandaskan UUD 1945 dan tidak perlu dipersoalkan teknis berlakunya.
Atas dasar putusan MK itu, KPU pun menolak melaksanakan keputusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang memerintahkan KPU untuk memasukkan nama Oesman dalam DCT anggota DPD Pemilu 2019.
Sesuai dengan Pasal 464 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, Bawaslu dapat mengadukan sikap KPU yang tidak menindaklanjuti putusan Bawaslu itu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Bivitri pun berharap, DKPP sebagai lembaga yang bertugas memutuskan laporan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dapat menyelesaikan persoalan ini. Sebab, jika persoalan ini dibiarkan berlarut-larut dapat merugikan pemilih, penyelenggara dan peserta pemilu, serta mengganggu jalannya demokrasi.
”Saya berharap DKPP bisa berlaku adil dan melihat persoalan ini secara konstitusional sekaligus dalam konteks politik yang besar. Termasuk fakta bahwa justru OSO yang diistimewakan dalam hal ini dibandingkan 200-an caleg DPD lainnya yang juga memilih mundur dari kepengurusan partai,” papar Bivitri.