JAKARTA, KOMPAS — Pelaku industri otomotif nasional masih menunggu peraturan presiden tentang kendaraan listrik. Peraturan itu diharapkan dapat membuat harga mobil listrik lebih terjangkau.
Harapan itu mengemuka dalam acara bertajuk ”Prediksi Industri Otomotif Indonesia 2019”, di Jakarta, Kamis (24/1/2019). Selain para pelaku industri otomotif nasional, acara itu dihadiri juga oleh Vivek Vaidya, Vice President of The Mobility Practice Frost & Sullivan, perusahaan konsultan yang menyediakan riset pasar dan analisis.
Ketua Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Jongkie D Soegiarto mengatakan, hampir semua merek mobil di dunia, termasuk yang berproduksi di Indonesia, sudah mempunyai kendaraan karbon emisi rendah (LCEV). LCEV terdiri dari tipe hibrid, plug-in hibrid, dan kendaraan listrik penuh (EV).
”Kami sedang menunggu peraturan presiden, pengaturan pajak, dan infrastruktur pendukung. Tiga hal itu diperlukan untuk mengembangkan kendaraan listrik. Sekarang ada pemegang merek yang sudah berani ngomong dan ada yang bilang tunggu tarif dulu. Mereka akan berhitung, dengan tarif berapa harus dijual,” tutur Jongkie.
Jongkie menambahkan, peraturan presiden itu diharapkan dapat menurunkan harga mobil listrik supaya dilirik oleh pasar.
Kami sedang menunggu peraturan presiden, pengaturan pajak, dan infrastruktur pendukung. Tiga hal itu diperlukan untuk mengembangkan kendaraan listrik.
Khusus untuk tipe hibrid atau kendaraan yang memiliki sumber tenaga dari BBM dan listrik, lanjut Jongkie, sudah bisa diproduksi pabrik mobil dalam negeri. Hanya saja, komponen tambahan berupa invertor dan baterai masih didatangkan dari luar negeri.
Sebelumnya, pemerintah menjanjikan peraturan presiden tentang kendaraan listrik terbit triwulan I-2019. Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan, peraturan pertama berlaku bagi sepeda umum dan angkutan mobil umum di daerah. Selanjutnya, disusul mobil sedan (Kompas, 31 Desember 2018).
Tahun ini, program kendaraan listrik diperkirakan bisa dimulai. Pengalihan ke kendaraan listrik diharapkan bisa mengurangi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dan mengurangi ketergantungan pada impor BBM.
Presiden Joko Widodo menyebut penghematan bisa mencapai Rp 798 triliun. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menargetkan sekitar 20 persen kendaraan di Indonesia pada 2025 sudah berbasis listrik (Kompas, 15 Januari 2019).
Vivek Vaidya menyatakan, pemerintah harus segera menerbitkan regulasi kendaraan listrik. Tujuannya memberikan kepastian bagi industri otomotif di Tanah Air.
”Misalnya, industri ingin meluncurkan kendaraan elektronik, kendaraan baru, teknologi baru, memperbesar kemungkinan pasar, tetapi tanpa peraturan pemerintah, hal itu sulit diimplementasikan,” kata Vivek.
Transfer teknologi
Secara terpisah, ekonom Center of Reform on Economic (CORE), Mohammad Faisal, menyatakan, kehadiran investor asing dibutuhkan untuk mengembangkan kendaraan listrik sesuai selera pasar Indonesia. ”Berdasarkan informasi yang saya dengar, perusahaan otomotif Korea sudah ingin masuk ke segmen ini,” kata Faisal saat dihubungi dari Jakarta.
Transfer teknologi pembuatan komponen yang belum bisa diproduksi di dalam negeri juga diperlukan. Ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan kita terhadap impor.
Faisal melanjutkan, pengembangan industri kendaraan listrik juga perlu memperhatikan kesiapan industri pendukung di dalam negeri. Transfer teknologi pembuatan komponen yang belum bisa diproduksi di dalam negeri juga diperlukan. ”Ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan kita terhadap impor,” ucapnya. (INSAN ALFAJRI)