JAKARTA, KOMPAS -- Meskipun peraturan daerah terkait kawasan reklamasi pantai utara Jakarta belum terbentuk, aktivitas usaha kuliner di Pulau Maju atau Pulau D mulai terlihat. Hal ini membuat legalitas aktivitas usaha pusat jajanan serba ada atau pujasera tersebut dipertanyakan.
Rancangan Peraturan Daerah (raperda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Pantai Utara dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang turut mengatur kawasan reklamasi masih dalam daftar Program Legislasi Daerah (Prolegda) DPRD DKI Jakarta. Artinya, perda yang menjadi payung hukum kegiatan tersebut sesungguhnya belum disahkan hingga saat ini.
Saat ini, 100 persen Hak Pengelolaan Lahan (HPL) merupakan milik pemerintah provinsi. Namun, 35 persen di antaranya diberikan kepada pihak pengembang.
"Keberadaan (pujasera) itu sifatnya sementara," kata Sekretaris Daerah DKI Jakarta Saefullah, yang juga Badan Koordinasi Pengelolaan Reklamasi Pantai Utara Jakarta, saat dimintai konfirmasi soal ini di Jakarta, Jumat (25/1/2019).
Berdasarkan pantauan, Jumat (25/1/2019), setelah jembatan yang menghubungkan kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) dengan Pulau Maju, terdapat deretan bangunan semi permanen dan tenda di kiri jalan. Bangunan tersebut berada di depan barisan bangunan rumah toko (ruko) di jalan utama pulau tersebut.
Ada papan besar bertuliskan "Food Street Buka Setiap Hari pukul 17.00 - 24.00 WIB". Papan tersebut menjadi penunjuk lokasi deretan bangunan semi permanen dan tenda tempat pusat jajanan merupakan pujasera.
Pujasera itu terdiri dari sekitar 30 gerai. Sekitar pukul 16.30 WIB, tampak sejumlah pemilik dan pekerja berdatangan mulai menyiapkan tempat usahanya. Para pengunjung pun mulai berdatangan sekitar pukul 17.30 WIB.
Aktivitas usaha pujasera itu berlangsung di tengah belum disahkannya perda yang mengatur kawasan reklamasi. "Seharusnya tidak boleh ada aktivitas (jika Perda terkait belum ada)," kata Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Iman Satria saat ditanya soal ini, Jumat.
Pengelolaan seluruh kawasan reklamasi, yakni Pulau C (Pantai Kita), Pulau D (Pantai Maju), dan Pulau G (Pantai Bersama), kini berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 120 Tahun 2018. Aturan itu menugaskan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) untuk mengelola kawasan hasil reklamasi tersebut yang telah diberikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Direktur Pengembangan Bisnis Jakpro M Hanief Arie Setyanto menyatakan, aktivitas pujasera di Pulau Maju tersebut tidak berada dalam ranah penugasan. Saat ini, pihaknya masih dalam tahap perencanaan sesuai dengan penugasan berdasarkan Pergub 120/2018.
Dalam aturan itu, PT Jakpro ditugaskan untuk mengelola lahan kontribusi serta mengelola dan mengembangkan sarana, prasarana, dan utilitas umum di tanah hasil reklamasi pantai utara Jakarta. Lahan kontribusi merupakan bentuk kewajiban penyerahan lahan di tanah hasil reklamasi dari pemegang izin pelaksanaan reklamasi kepada pemerintah daerah (DKI Jakarta) seluas 5 persen dari total HPL.
Pengelolaan yang ditugaskan pada PT Jakpro meliputi perencanaan, pembangunan, dan pengembangan prasarana untuk kepentingan publik di lahan kontribusi. Prasarana yang dimaksud terdiri dari, rumah susun untuk masyarakat berpenghasilan rendah, pasar tematik ikan, restoran ikan, tempat ibadah, kantor pemerintah, dan dermaga.
Untuk mengelola sarana, prasarana, dan utilitas umum, PT Jakpro diperkenankan untuk mengadakan kerja sama. Bidang-bidangnya berupa, air bersih, pesampahan, air limbah, drainase, ruang terbuka hijau, ruang terbuka biru, dan transportasi.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyoroti izin yang dimiliki oleh pelaku usaha pujasera tersebut. "Tempat itu sudah dijadikan tempat terbuka, siapapun bisa masuk. Namun, kalau berkegiatan di situ harus izin," katanya.
Oleh sebab itu, Anies menginstruksikan jajarannya untuk mengecek legalitas pujasera di Pulau Maju tersebut. Jika tidak ada izinnya, pihaknya akan memberikan sanksi.
Saat dikonfirmasi melalui pesan Whatsapp dan telepon, Kuasa Hukum PT Kapuk Naga Indah (KNI), Kresna Wasedanto, tidak merespons hingga berita ini diturunkan. PT KNI merupakan anak usaha Agung Sedayu Group yang menjadi pengembang Pulau Maju.
Pedagang binaan
D (40), salah satu penjual di pujasera Food Street, mengatakan, pihaknya tidak tahu-menahu soal izin. Dia hanya sekadar diberikan tempat berdagang di sana sebagai binaan Agung Sedayu Group.
Koki di salah satu kios pujasera, A (55), bekerja sejak akhir Desember 2017 di kawasan tersebut. Dia mengikuti pemilik usaha yang juga membuka rumah makan di kawasan Jakarta Utara.
Idealnya, kata Kepala Seksi Komunikasi dan Informasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) DKI Jakarta Rinaldi, setiap pelaku usaha, termasuk pujasera, harus mengajukan izin sebelum beraktivitas. Perizinan untuk usaha makanan-minuman pujasera itu meliputi, izin mendirikan bangunan, tanda daftar usaha pariwisata, dan sertifikat laik sehat.
Hingga saat ini, Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah DKI Jakarta Faisal Syafruddin mengatakan, pelaku usaha di pujasera Food Street belum menjadi objek pajak. "Izin mereka di DPMPTSP mesti beres dulu baru bisa mengurus pajak di sini," ucapnya.