Cegah Depresi Mahasiswa, Layanan Konseling Dibutuhkan
Oleh
Khaerudin
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Layanan konseling bagi mahasiswa perlu dilakukan di perguruan tinggi, khususnya yang berisiko mengalami depresi. Pendampingan psikologis dinilai dapat memengaruhi keadaan emosi dan motivasi belajar mahasiswa.
Hal ini disampaikan pada Seminar Diseminasi Paparan Hasil Penelitian tentang Layanan Kesehatan di Perguruan Tinggi, Jumat (25/1/2019) di Jakarta. Penelitian ini dilakukan oleh dosen Fakultas Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Jakarta Theresia Indira Shanti dan tim. Ada tiga tahap penelitian yang digelar.
Penelitian pertama dilakukan dengan 327 mahasiswa dengan teknik pengambilan sampel probabilitas. Hasilnya, dukungan orangtua, teman, dan universitas memegang peranan penting untuk menentukan emosi mahasiswa. Hal ini berpengaruh pula pada motivasi belajar mahasiswa.
“Hasil penelitian menunjukkan perlunya intervensi yang membuat siswa merasakan dukungan dari orangtua, teman, dan lembaga pendidikan. Intervensi baiknya meliputi tindakan preventif, kuratif, dan promotif,” kata Theresia.
Penelitian tahap selanjutnya dilakukan dengan 1.831 mahasiwa angkatan 2018 sebagai responden. Metode yang digunakan adalah kuantitatif deskriptif. Mahasiswa kemudian akan dikelompokkan pada lima area permasalahan, yaitu kecenderungan depresi, kemampuan pengendalian emosi, kondisi fungsi keluarga, kualitas pertemanan, dan keyakinan berhasil di perguruan tinggi.
Hasilnya, dari seluruh responden, ada 383 orang yang berisiko mengalami lima masalah tersebut. Dari jumlah itu, sebanyak 88 orang berisiko mengalami depresi.
Ada sejumlah faktor yang dinilai mendorong terjadinya depresi pada milenial, contohnya pada mahasiswa tahun pertama. Mereka mengalami tantangan besar karena harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Selain itu, mereka juga menghadapi tuntutan akademis dan perubahan relasi dengan orangtua dan teman.
“Masing-masing anggota keluarga pun semakin fokus pada pencapaian kebutuhan fisik. Kebersamaan dan hubungan emosional antaranggota keluarga menjadi berkurang,” kata Theresia. Ia menambahkan, pesatnya perkembangan teknologi informasi turut memicu depresi pada mahasiswa atau milenial.
Pengetahuan dan kesadaran akan kesehatan mental dinilai penting bagi kehidupan sehari-hari. Ketua Program Studi S2 dan S3 Psikologi Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Irwanto mengatakan, depresi yang tidak ditangani bisa mengarah pada hal negatif. Orang yang depresi memilih bergaul dengan kelompok pergaulan yang membawa pengaruh negatif, hingga menyakiti diri sendiri.
Keadaan mental yang baik pada mahasiswa dinilai berpengaruh pada kualitas belajar. Membangun suasana belajar yang kondusif dapat membuat mahasiswa siap untuk belajar, baik secara emosional, maupun secara kognitif.
Irwanto mengatakan, layanan konseling yang ideal harus mencakup dua hal, yaitu tindakan promotif dan kuratif. Menurutnya, tindakan yang paling banyak dilakukan selama ini bersifat kuratif, yakni tindakan yang diambil ketika seseorang membuat masalah karena depresi.
“Tindakan promotif juga harus kita perhatikan. Sebab, tindakan promotif dilakukan sebelum ada peristiwa lanjutan akibat depresi. Itu bisa dilakukan dengan seminar, diskusi, atau praktik-praktik yang menarik (tentang kesehatan mental),” kata Irwanto.
Ia menambahkan, layanan konseling di lembaga pendidikan juga harus mampu mengembangkan potensi mahasiswa secara optimal. Layanan ini dapat dilakukan dengan membuka ruang-ruang untuk berdiskusi, bercerita, hingga untuk bekerja sama.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Theresia dan tim, ada 68 mahasiswa yang setuju untuk mengikuti layanan konseling. Namun, hanya 63 orang yang menjalani konseling.
Dari jumlah orang yang mengikuti konseling, sebanyak 100 persen orang menyatakan konseling itu bermanfaat bagi mereka. Beberapa di antara mereka mampu menyesuaikan diri dengan kesulitan yang dialami setelah konseling. Ada pula beberapa orang yang membutuhkan konseling lanjutan.
Theresia mengatakan, belum banyak universitas yang menyediakan layanan konseling bagi mahasiswa. Ia menambahkan, hingga kini, pihaknya masih mengembangkan dan menyiapkan layanan konseling di kampus.
“Kesiapan dan komitmen tenaga ahli perlu kami pertimbangkan. Selain itu, harus ada dukungan dari pimpinan universitas dan dosen-dosen. Fasilitas untuk layanan konseling pun juga harus dipertimbangkan,” kata Theresia. (SEKAR GANDHAWANGI)