Tersambungnya jalan Tol Trans-Jawa mendapatkan tanggapan positif dari banyak pihak. Namun, pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah agar perekonomian daerah di jalur non-tol tetap produktif.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Tersambungnya jalan Tol Trans-Jawa mendapatkan tanggapan positif dari banyak pihak. Namun, pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah agar perekonomian daerah di jalur non-tol tetap produktif.
Menteri Perhubungan (2007-2009) Jusman Syafii Djamal saat ditemui usai acara peluncuran bukunya, berjudul "Notes on The Tides of Technology in Turbulent Times", di Jakarta Railway Center Juanda, Jakarta Pusat, Sabtu (26/12/2019), mengapresiasi upaya pemerintah menghubungkan Jakarta-Surabaya dengan jalan tol Trans-Jawa. Sebab, selain menguntungkan masyarakat, jalan tol juga menguntungkan pelaku industri.
Selain itu, kehadiran Trans-Jawa berpotensi meningkatkan layanan moda transportasi bus dan kereta api. Layanan ini diyakininya akan meningkat karena keberadaan tol akan membuat persaingan keduanya untuk merebut calon penumpang semakin ketat.
“Persaingan ini berpotensi menyehatkan kedua sektor tersebut. Sebab, tanpa ada persaingan tidak akan ada proses inovasi. Tanpa inovasi, bisnis angkutan jalan menjadi tidak sehat,” tambah Jusman.
Namun setelah Trans-Jawa tuntas, pemerintah diharapkan tidak melupakan perekonomian kota-kota di jalur non-tol atau jalur lama. Perekonomian daerah yang dilintasi oleh jalur non-tol harus tetap produktif.
“Strategi yang bisa dilakukan pemerintah, adalah dengan mengarahkan kendaraan-kendaraan baik umum maupun pribadi untuk tidak semua berhenti di tempat istirahat atau rest area. Mereka bisa ditarik keluar tol untuk beristirahat di wilayah-wilayah yang dulu sering disinggahi misalnya, Tegal, Jawa Tengah,” kata Jusman.
Sementara Menteri Perhubungan (2004-2007) Hatta Rajasa yang juga hadir saat acara peluncuran buku Jusman, menyarankan agar pemerintah bersinergi dengan pelaku usaha untuk mengembangkan jalan non-tol.
“Harusnya jalan-jalan non-tol itu dikembangkan. Sehingga, roda perekonomian tetap berjalan merata, terutama daerah-daerah yang selama ini tumbuh karena transportasi,” ucap Hatta.
Positif dan negatif
Dikutip dari artikel berjudul "Ekonomi Jalur Nontol: Kreativitas Jadi Kunci agar Daerah Tak Mati" yang terbit di Kompas, 20 Juni 2018, hasil penelitian Litbang Kompas menunjukkan, setelah Jalan Tol Cikopo-Palimanan (Cipali) beroperasi 14 Juni 2015, sejumlah sektor ekonomi di daerah yang dilalui mulai terdampak. Jumlah rumah dan warung makan di jalur pantai utara (pantura) wilayah Kecamatan Losari, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah, turun dari 154 unit pada 2013 menjadi 111 pada 2016.
Kondisi serupa terjadi di wilayah jalur pantura lain, yakni di Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, Jateng. Jumlah rumah makan di kecamatan itu masih sebanyak 63 unit pada 2012. Pada 2016, jumlahnya berkurang menjadi 44.
Industri rumah tangga juga terdampak. Industri rumah tangga konfeksi di Ulujami semakin berkurang dari 1.211 unit usaha (2012) menjadi 778 (2016).
Kendati begitu, jalan tol pun berdampak positif bagi kegiatan pariwisata di sejumlah wilayah. Di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, misalnya, jumlah pengunjung hotel pada 2016 meningkat 88,2 persen dibandingkan dengan 2014 karena wisata pantai turut dikembangkan.
Pemerintah Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, juga mendapat berkah atas keberadaan jalan tol itu. Dinas Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (DPPTPM) Majalengka mencatat, hingga 2017 ada 38 perusahaan yang mengajukan proposal investasi. (KRISTI DWI UTAMI)