PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) merayakan ulang tahun korporasi ke-70 yang jatuh pada Sabtu (26/1/2019), di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Momentum ulang tahun dijadikan sebagai ajang kilas balik serta semangat untuk terus meningkatkan pelayanan.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) merayakan ulang tahun korporasi ke-70 yang jatuh pada Sabtu (26/1/2019), di Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Momentum ulang tahun dijadikan sebagai ajang membangkitkan semangat untuk terus meningkatkan pelayanan selain mengenang sekaligus merawat sejarah panjang maskapai tersebut.
Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra dalam acara tersebut, menyampaikan Garuda memiliki sejarah panjang, dan tidak sedikit diantaranya menjadi bagian penting dari perjalanan bangsa. Sebagai contoh, peristiwa yang terjadi di Tahun 1949.
"Pada 1949, Garuda Indonesia pernah mengantar Presiden Soekarno dari Jogjakarta ke Ibukota di Jakarta dengan pesawat Dakota RI-001 Seulawah. Hal ini merupakan bagian dari sejarah Indonesia," katanya.
Ini terjadi persisnya, 28 Desember 1949. Dikutip dari tulisan Sejarawan Asvi Warman Adam berjudul "Hari Lahir Garuda", di Kompas, 23 Oktober 2009, saat itu, pesawat Garuda Indonesian Airways digunakan untuk terbang perdana mengangkut Presiden Soekarno dan keluarga dari Maguwo, Yogyakarta, ke Jakarta. Pesawat itu menggunakan logo Garuda dan pada ekornya dicat bendera Merah Putih. Soekarno bersama Guntur, Megawati, dan istrinya yang sedang hamil, Fatmawati, menjadi penumpang penerbangan perdana Garuda.
Ari melanjutkan, sejarah panjang Garuda ini perlu dirayakan secara retrospektif. Dengan demikian, aset sejarah Garuda terus abadi, tidak hilang ditelan waktu. Namun bersamaan dengan itu, peningkatan layanan harus terus dilakukan.
Retrospektif pula yang mendasari munculnya ide, penerbangan ala 1970-an, yang mulai dioperasikan oleh Garuda, sejak akhir tahun lalu.
Dalam penerbangan itu, Garuda Indonesia memanfaatkan armada Boeing 737-800NG yang interiornya dilengkapi dengan atribut interior klasik. Selain itu, penumpangnya memperoleh kudapan tempo dulu yaitu roti bludder, roti yang diproduksi orang-orang Eropa tempo dulu, dan kemungkinan masuk di Indonesia di era penjajahan Belanda. Tak hanya itu, busana pramugarinya pun mengenakan busana yang tenar di era 1970-an.
Direktur Niaga PT Garuda Indonesia Tbk (Persero) Pikri Ilham Kurniansyah mengklaim, tema penerbangan itu berhasil menarik pelanggan dari kalangan berusia sekitar 40 tahun. Mereka mendominasi di antara sekitar 1.600 penumpang yang memanfaatkan penerbangan tersebut, di akhir tahun 2018.
Penambahan layanan
Tak berhenti di penerbangan ala 1970-an, menurut Pikri, Garuda Indonesia akan mengembangkan sejumlah layanan terbaru tahun ini.
Ada dua layanan penerbangan andalan, yaitu economy sleeping comfort dan economy comfort. Kedua layanan ini memanfaatkan ruang tiga kursi pada kelas ekonomi yang diubah menjadi sekelas perjalanan bisnis tetapi dengan harga yang lebih terjangkau.
"Layanan tersebut saat ini ditujukan untuk perjalanan Jakarta-London, yang mulai dioperasikan pada Selasa (22/1/2019)," kata Pikri.
Selain itu, Garuda Indonesia ingin memaksimalkan pengalaman menonton film selama penerbangan dengan memanfaatkan teknologi realitas virtual (virtual reality). Layanan ini untuk sementara baru diterapkan pada penerbangan Jakarta-Manado yang memiliki durasi perjalanan lebih dari dua jam.
"Mudah-mudahan, kami bisa mengekspansi layanan VR (virtual reality) ini pada rute-rute penerbangan lain yang durasinya juga lebih dari dua jam, seperti Jakarta-Makassar atau Jakarta-Aceh," tutur I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra.
Askhara berharap dengan pelayanan yang terus ditingkatkan dan diperluas bentuknya, dapat meningkatkan keuntungan Garuda di tahun ini.
Selama dua tahun terakhir, Garuda masih merugi. Pada semester I 2018 sebagai gambaran, Garuda Indonesia mencatatkan kerugian sebesar Rp 114 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 1,63 triliun. (Aditya Diveranta)