Nelayan Cirebon Belum Memanfaatkan Informasi Cuaca
Sebagian besar nelayan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, belum memanfaatkan informasi cuaca untuk bekal melaut. Padahal, cuaca buruk yang ditandai gelombang tinggi dan angin kencang sangat berpotensi mengancam nyawa mereka.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
CIREBON, KOMPAS — Sebagian besar nelayan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, belum memanfaatkan informasi cuaca untuk bekal melaut. Padahal, cuaca buruk yang ditandai gelombang tinggi dan angin kencang sangat berpotensi mengancam nyawa mereka.
”Selama ini, nelayan melaut hanya mengandalkan perasaan. Kalau langit teduh, tidak hujan, aman untuk berangkat,” ujar Ahmad Sabrawi (24), nelayan asal Desa Gebang Mekar, Kabupaten Cirebon, Senin (28/1/2019).
Akan tetapi, pembacaan cuaca saja terbukti tak cukup. Ipar Ahmad, yang juga nelayan, Seli (28), ditemukan meninggal di perairan Gebang, Minggu (27/1). Seli sebelumnya hanyut sejak Jumat (25/1) setelah melaut untuk mencari rajungan. Almarhum berangkat melaut tanpa bekal informasi cuaca yang lengkap.
”Saat almarhum melaut, Jumat dini hari, cuaca bagus. Namun, waktu pulang siang hari, perahunya terbalik. Tiga nelayan selamat, tetapi Seli tidak,” ujar Ahmad. Seli melaut menggunakan perahu ukuran 5 gros ton (GT).
Menurut dia, selama ini, nelayan hanya tahu bahwa Januari adalah musim angin barat. Saat itu, gelombang laut bisa mencapai 5 meter. ”Hampir setiap tahun ada perahu yang terbalik. Tahun lalu, dua perahu terbalik, tetapi tidak ada yang meninggal dunia,” ujarnya.
Akan tetapi, hal itu tidak mengurungkan niat sejumlah nelayan untuk melaut. Alasannya, mereka terdesak beragam kebutuhan. Apalagi, godaan mendapatkan hasil tangkapan besar sangat tinggi ketika musim angin barat. Ketika gelombang tinggi, rajungan mudah ditangkap karena naik ke permukaan laut.
”Kalau tidak melaut, ya, menganggur. Padahal, saat ini, nelayan bisa meraup Rp 200.000 per hari,” ujar Ahmad yang tidak melaut empat hari terakhir. Senin siang, ratusan perahu hanya tertambat di Gebang. Sebagian besar nelayan hanya memperbaiki jaring dan kapal.
Ahmad mengaku trauma dengan insiden yang melanda iparnya. Namun, ia masih tetap ingin melaut agar mendapatkan pemasukan untuk menghidupi keluarganya.
Duladi (40), nelayan lainnya, mengatakan, belum mendapatkan informasi langsung terkait cuaca setiap hari dari prakirawan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Ia hanya mengandalkan pengalaman untuk melaut.
”Memang, nelayan lain bilang kalau sekarang gelombang tinggi, tetapi mau bagaimana lagi. Kalau enggak melaut, enggak dapat uang,” ujar Duladi yang sudah sepekan tidak melaut.
Saya masih trauma, tetapi masih tetap ingin melaut agar mendapatkan pemasukan untuk menghidupi keluarga.
Kepala Seksi Penangkapan Ikan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon Muhaemin mengatakan, pihaknya sudah mengimbau nelayan untuk tidak melaut saat ini. Di Cirebon, terdapat lebih dari 17.000 nelayan. ”Apalagi, sebagian besar perahu di Cirebon yang mencapai 6.000 unit adalah berukuran 5 GT. Kalau dihantam ombak, bisa terbalik,” ujarnya.
Prakirawan BMKG Jatiwangi, Ahmad Faa Iziyn, mengatakan, pihaknya telah menyebarkan informasi terkait potensi cuaca buruk di Cirebon melalui media dan dinas terkait. ”Gelombang di perairan Cirebon bisa mencapai 2,5 meter dengan kecepatan angin 25 knot atau sekitar 50 kilometer per jam. Kondisi ini diprediksi hingga akhir Januari. Nelayan harus waspada apabila tetap ingin melaut,” ujarnya.