Dewan Perwakilan Rakyat Papua menyebut kejadian yang menimpa dua pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK saat rapat Pemerintah Provinsi Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua, di Hotel Borobudur, Sabtu (2/2/2019) malam, hanya kesalahpahaman. Tidak ada niat untuk menghalang-halangi tugas KPK.
Oleh
Fabio Maria Lopes Costa
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dewan Perwakilan Rakyat Papua menyebut kejadian yang menimpa dua pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK saat rapat Pemerintah Provinsi Papua dan Dewan Perwakilan Rakyat Papua membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Papua Tahun 2019 di Hotel Borobudur, Jakarta, Sabtu (2/2/2019) malam, hanya kesalahpahaman. Tidak ada niat untuk menghalang-halangi tugas KPK.
”Kami, Pemerintah Papua mendukung dan tidak akan menghalangi tugas KPK,” ujar Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) Yunus Wonda saat dihubungi Senin (4/2/2019).
Menurut dia, yang terjadi hanya kesalahpahaman. Peserta rapat curiga dengan gerak-gerik kedua orang tersebut. Oleh karena itu, mereka diamankan.
”Kami mendukung segala upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK di Tanah Air, termasuk Papua,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, penganiayaan terhadap dua pegawai KPK terjadi saat mereka tengah mengecek informasi terkait adanya indikasi korupsi dalam rapat antara Pemerintah Provinsi Papua dan DPRP di Hotel Borobudur, Sabtu malam.
Materi rapat adalah penjelasan dari pegawai Direktorat Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kepada Pemprov Papua dan DPRP atas hasil evaluasi Kemendagri terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Papua Tahun 2019. Penjelasan ini agar hasil evaluasi dapat segera ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah Papua.
Kejadian versi Yunus
Menurut Yunus, pertemuan dihadiri sekitar 30 orang. Selain dirinya, ada pula Gubernur Papua Lukas Enembe dan perwakilan dari Direktorat Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri. Pertemuan dimulai pukul 19.00 hingga 22.00.
Kemudian setelah pertemuan usai, ketika rombongan hendak keluar hotel, dia dan beberapa orang melihat dua pemuda dari jarak beberapa meter hendak memfoto mereka dengan gawainya. Kamera diarahkan ke Lukas dan tas berisi dokumen yang dibawa oleh staf keuangan Pemprov Papua.
”Ajudan kami melihat orang itu sudah ada sejak awal rapat. Mereka lalu memfoto-foto rombongan kami. Lalu sekretaris daerah kami menghampiri mereka. Dia tanya, \'Mas bikin apa di sini? Apakah mas menginap di sini? Mengapa kami difoto-foto?\', dia (pegawai KPK) jawab \'Ah tidak, saya sedang mengabari keluarga saya kalau saya di sini\'. Setelah itu dia mulai grogi,” kata Yunus.
Karena curiga dengan gerak-gerik kedua pemuda itu, pihaknya memaksa agar hasil foto pemuda tersebut diperlihatkan. Mereka juga mengaku mengecek tas pemuda itu dan menemukan kartu identitas kepegawaian KPK.
”Pihak kami lalu menarik mereka hanya untuk memastikan apa benar mereka anggota KPK. Saat kami mintai surat perintah tugas, mereka tidak menunjukkan. Kami pun khawatir mereka menipu untuk meminta uang,” ujarnya.
Berangkat dari hal itu, mereka membawa keduanya ke Polda Metro Jaya.
Yunus menegaskan tidak ada penganiayaan terhadap para pegawai KPK itu.
Hal senada disampaikan oleh Kepala Bagian Protokol Pemprov Papua Gilbert Yakwar. ”Isu penganiayaan kedua petugas KPK itu sampai menyebabkan tindakan operasi pada bagian hidung atau wajah tidak benar. Sebab, tidak ada penganiayaan. Yang terjadi hanya dorong-mendorong karena perasaan emosional,” katanya dalam siaran pers yang diterima Kompas.
Perlindungan Presiden
Dalam siaran pers itu, Gilbert juga menyatakan, aktivitas kedua pegawai KPK itu dinilai telah mencederai hati Pemprov dan DPRP Papua yang telah serius mengikuti arahan KPK tentang pencegahan korupsi terintegrasi di Papua.
”Di mana atas rekomendasi KPK, kami telah membangun sistem e-planning, e-budgeting, e-samsat, e-perizinan, dan e-lapor. Pemerintah Provinsi Papua telah berusaha mendukung penuh arahan-arahan KPK melalui rencana aksi pemberantasan korupsi di Papua,” katanya.
Aktivitas pegawai KPK pun dinilai menimbulkan rasa takut untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan. ”Aparatur akan dihantui perasaan akan ditangkap sewaktu-waktu,” ujarnya.
Oleh karena itu, Pemprov Papua meminta perlindungan Presiden Joko Widodo agar Pemprov Papua dapat bekerja dengan tenang, jauh dari rasa takut, dan intimidasi dalam melaksanakan tugas di Papua.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyampaikan bahwa pihaknya telah menyerahkan laporan dan beberapa bukti ke Polda Metro Jaya terkait kejadian yang menimpa kedua pegawainya. Bukti yang dimaksud antara lain foto dan hasil visum dari pegawai yang mendapat kekerasan fisik.
”Bukti visual bisa berupa foto atau bentuk-bentuk lain. Tetapi, ini kurang tepat kalau disampaikan secara rinci karena ini bagian dari investigasi yang dilakukan pihak kepolisian. Kita tunggu bersama hasil investigasinya, semoga bisa lebih cepat menemukan pelaku,” ujarnya.
Febri menilai, upaya penyerangan ini tidak hanya mengancam KPK, tetapi juga penegak hukum lain yang bisa menjalankan tugas secara resmi di mana saja, seperti kepolisian atau kejaksaan.
Berkaca pada kejadian ini, KPK pun akan melakukan evaluasi internal, salah satunya terkait mitigasi pengamanan terhadap pegawainya yang sedang melaksanakan tugas.
Febri menegaskan, dalam melakukan upaya penyelidikan, KPK memiliki standar operasional sekalipun saat di lapangan, kondisi bisa terjadi di luar standar. Kalaupun itu terjadi, tidak boleh dijadikan alasan bagi pihak lain untuk melakukan kekerasan, seperti perampasan barang atau penganiayaan.
”Saya kira tidak ada yang perlu dikhawatirkan jika tidak ada penyimpangan atau tindak pidana korupsi yang dilakukan. KPK hanya akan memproses orang-orang atau pejabat-pejabat yang benar-benar melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan bukti-bukti yang ada,” katanya.
Sementara itu, dari lokasi kejadian di Hotel Borobudur, Koordinator Komunikasi dan Pemasaran Hotel Borobudur Milka Viona Riestaputri mengatakan, dugaan penganiayaan itu telah dilimpahkan ke Polda Metro Jaya sejak hari kejadian, Sabtu malam. Ia enggan menjawab dan mengaku tidak tahu mengenai detail peristiwa tersebut. (ERIKA KURNIA/ADITYA DIVERANTA)