BNNP Jateng Dalami Kasus Pencucian Uang dari Transaksi Narkoba
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Tengah terus mendalami kasus tindak pidana pencucian uang yang bersumber dari transaksi narkotika dan obat-obatan. Kerja sama dengan perbankan terus diupayakan karena diyakini masih ada aksi-aksi pencucian uang untuk menutupi transaksi narkoba.
Kepala Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jateng Ajun Komisaris Besar Suprinarto, Selasa (5/2/2019), mengatakan, pelaku dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang terungkap baru satu tersangka, yang diduga terlibat dalam jaringan sindikat besar Cristian Jaya Kusuma alias Sancai, yang kini ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Super Maximum Security Batu, Nusakambangan.
Tersangka tersebut adalah Deden Wahyudi alias Dandi Kosasih yang ditangkap di Yogyakarta, Rabu (23/1/2019), dengan total nilai Rp 4,8 miliar. ”Kami pelajari semua transaksi dan ternyata terkait dengan Sancai. Kami terus mendalami ini, termasuk juga kemungkinan lain dalam praktik TPPU ini,” ucap Suprinarto.
Sebelumnya, Senin, 4 Februari, BNNP Jateng mengungkap kasus TPPU yang melibatkan tersangka Deden. Ia memiliki sejumlah nama di rekening bank karena menggunakan identitas palsu saat membuat rekening bank, baik bank BUMN maupun swasta. Ia dikendalikan Reza, yang saat ini masuk daftar pencarian orang (DPO).
Kepala BNNP Jateng Brigjen (Pol) Muhammad Nur menuturkan, apa yang dilakukan Deden merupakan modus baru yang sulit dilacak. ”Yakni dengan membuat surat keterangan KTP elektronik, KTP, dan kartu keluarga palsu untuk membuka rekening bank, seperti BCA, BNI, BRI, dan Mandiri,” ucap Nur.
Selain total dana sebesar Rp 4,8 miliar, Satgas TPPU Narkotika BNNP Jateng menyita dua sepeda motor dan dua televisi layar datar yang diduga dibeli dari uang narkotika. Penangkapan itu merupakan pengembangan dari kejadian transaksi narkotika pada 2018. BNNP bekerja sama dengan sejumlah bank.
Nur menambahkan, jaringan tersebut cukup berbahaya karena terbukti mengelabui sejumlah bank nasional untuk membuka rekening dengan identitas ganda/palsu.
”Tidak tertutup kemungkinan, digunakan juga untuk tindak kejahatan lain. Jaringan ini juga berhasil menembus sistem Dukcapil,” lanjut Nur.
Menurut Nur, semakin canggihnya pola dan modus operandi yang dilakukan sindikat jaringan narkotika, perbankan diharapkan semakin kooperatif. Hal ini penting untuk mengungkap transaksi terkait kejahatan itu.
Zuni Ristianto, Asisten Manajer pada Bank Indonesia Semarang, menekankan, pembuatan mutlak harus menggunakan identitas atau KTP asli. ”Kami juga mungkin akan sampaikan pentingnya kooperatif untuk memberikan informasi yang diperlukan untuk kasus tindak pidana seperti ini. Kami akan sampaikan kembali dalam pertemuan perbankan,” ucapnya.
Kepala Seksi Bina Aparatur Pendaftaran Penduduk pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Desa, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Jateng Dwi Agung Kurniawan mengatakan, terkait kasus Deden, surat keterangan KTP-el yang dibuat tersangka bukan dari Dispendukcapil. ”Formatnya salah, jadi kemungkinan membuat sendiri,” ujarnya.