Fasilitas Umum di Kotawaringin Timur Masuk dalam Lokasi Izin Tambang
Kasus korupsi yang menimpa Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi dinilai merupakan bentuk keserampangan pemberian ijin pertambangan di Kalimantan Tengah. Lokasi ijin yang diberikan meliputi kawasan rumah sakit, jalan-jalan raya kabupaten, bahkan kantor camat.
Oleh
Dionisius Reynaldo Triwibowo
·4 menit baca
SAMPIT, KOMPAS — Kasus korupsi yang menimpa Bupati Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, Supian Hadi dinilai merupakan bentuk keserampangan pemberian izin pertambangan di Kalimantan Tengah. Lokasi izin yang diberikan meliputi kawasan rumah sakit, jalan-jalan raya kabupaten, bahkan kantor camat.
Hal itu disampaikan Ketua DPRD Kabupaten Kotawringin Timur Jhon Krisli saat ditemui Kompas pada Senin (4/2/2019) lalu. Jhon mengungkapkan, kasus tersebut sudah mencuat pada tahun 2010 saat dirinya masih menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur di periodenya yang sama.
”Kami sudah sampaikan bahwa yang dilakukan bupati saat itu tidak sesuai dengan aturan. Sikap DPRD saat itu adalah meminta pemerintah eksekutif untuk meninjau kembali perizinannya,” ungkap Jhon.
Sebelumnya, Jumat (1/2/2019) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Kotawaringin Timur Supian Hadi sebagai tersangka terkait dugaan korupsi. Kerugian negara diperkirakan Rp 5,8 triliun dan 711.000 dollar Amerika Serikat. (Baca Bupati Supian Hadi Tersangka, Kerugian Negara Tembus Rp 5 Triliun )
Selama menjadi Bupati Kotawaringin Timur pada periode 2010-2015, Supian diduga telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dan menyalahgunakan kewenangan yang merugikan keuangan negara dalam pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada PT Fajar Mentaya Abadi (FMA), PT Billy Indonesia (BI), dan PT Aries Iron Mining (AIM) di Kabupaten Kotawaringin Timur.
Saat itu kami sudah melakukan rapat dengar pendapat dan juga turun langsung ke lokasi dari tiga perusahaan itu, malah sampai dihalang-halangi oleh petugas perusahaan sehingga harus disiasati lewat sungai.
Dari pantauan citra satelit, izin yang diberikan oleh bupati melingkupi jalan-jalan di kabupaten. Bahkan, Rumah Sakit Pratama Parenggean masuk ke dalam kawasan yang ditambang, begitu juga dengan kantor Kecamatan Parenggean.
Setelah mengadakan rapat dengar pendapat, DPRD Kabupaten Kotawaringin Timur mengeluarkan rekomendasi untuk meninjau kembali perizinan pada ketiga perusahaan tersebut. Surat itu juga ditembuskan ke Gubernur Kalteng dan beberapa instansi kementerian.
Setelah surat peninjauan kembali itu keluar, Gubernur Kalteng yang saat itu dijabat oleh Agustin Teras Narang juga mengeluarkan rekomendasi untuk menghentikan aktivitas pertambangan. Namun, perusahaan tetap beroperasi hingga beberapa tahun berikutnya.
Dari pantauan Kompas, di beberapa lokasi pertambangan yang diberikan izin oleh Supian Hadi saat ini tidak ada lagi operasi pertambangan. Namun, beberapa lokasi di Kecamatan Parenggean masih dijaga oleh pihak keamanan perusahaan. ”Sekarang sudah tidak ada lagi yang beraktivitas,” ungkap Jhon.
Ilegal
Pada Maret 2011, Supian menerbitkan Surat Keputusan (SK) lzin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi seluas 1.671 Hektar kepada PT FMA yang berada di kawasan hutan. Padahal dia tahu, PT FMA belum memiliki sejumlah dokumen perizinan, seperti izin lingkungan/amdal dan persyaratan lainnya yang belum lengkap. Sejak November 2011, PT FMA telah melakukan kegiatan operasi produksi pertambangan bauksit dan melakukan ekspor ke China.
Pada akhir November 2011, Gubernur Kalimantan Tengah Agustin Teras Narang mengirimkan surat kepada Supian agar menghentikan seluruh kegiatan usaha pertambangan oleh PT FMA. Namun, PT FMA tetap melakukan kegiatan pertambangan hingga 2014. Pemberian izin pertambangan yang menyalahi aturan juga dilakukan Supian terhadap dua perusahaan lainnya.
Supian juga menerbitkan SK IUP Eksplorasi untuk PT BI pada 2010 tanpa melalui proses lelang wilayah izin usaha pertambangan (WIUP). PT BI sebelumnya juga tidak memiliki kuasa pertambangan (KP). Pada Februari 2013, Supian menerbitkan SK IUP tentang Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi
kepada PT BI meski tanpa dilengkapi dokumen amdal.
Pada April 2013, Supian menerbitkan Keputusan tentang Izin Lingkungan Kegiatan Usaha Pertambangan Bijih Bauksit oleh PT BI dan Keputusan tentang Kelayakan Lingkungan Rencana Kegiatan Pertambangan Bijih Bauksit oleh PT BI. Berdasarkan perizinan tersebut, sejak Oktober 2013, PT BI melakukan ekspor bauksit.
Kepada PT AIM, Supian menerbitkan IUP Eksplorasi PT AIM tanpa melalui proses lelang WIUP, padahal PT AIM sebelumnya tidak memiliki KP. PT AIM lalu melakukan kegiatan eksplorasi yang merusak lingkungan sehingga perusahaan itu diduga menimbulkan kerugian lingkungan (Kompas, Jumat 1/2/2019).
Terkait rekomendasi pemberhentian operasi perusahaan yang bermasalah dari Gubernur Kalteng saat itu, Wakil Bupati Kotawaringin Timur Taufiq Mukri mengaku tidak lagi mengingatnya. Menurut dia, saat itu Gubernur Kalteng memiliki kewenangan penuh untuk memberhentikan atau menerbitkan izin.
Meskipun demikian, ia mengakui bahwa rekomendasi, izin lokasi, dan beberapa persyaratan lain untuk menunjang izin usaha pertambangan (IUP) dikeluarkan oleh kabupaten.
”Kami, kan, tidak punya kewenangan untuk memberhentikannya,” ujar Taufiq yang ditemui di sela-sela kegiatan peluncuran Pertamax Turbo di Sampit, Kotawaringin Timur.
Dengan adanya kasus ini, pemerintah kabupaten tak memiliki banyak upaya untuk mengantisipasi kejadian serupa agar tak terulang. Menurut Taufiq untuk evaluasi perizinan sudah ditangani oleh pemerintah provinsi, sedangkan untuk pengawasan pihaknya sudah melakukan sosialisasi dengan pemegang izin bersama dengan kejaksaan dan kepolisian.
”Kami sudah tidak punya wewenang lagi, semuanya sudah diserahkan ke provinsi,” ujar Taufiq.
Menanggapi hal itu, Koordinator Save Our Borneo (SOB) Safrudin mengungkapkan, selama ini proses hukum hanya sebatas pada pelaku utama atau oknum tertentu. Namun, hal itu tidak memberikan efek pada kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pemberian izin yang korup.
”Hukumnya hanya untuk pejabat saja, baik pemerintah maupun korporasi. Tetapi korporasi yang izinnya ilegal, kan, operasinya juga ilegal, harusnya ada pencabutan izin. Ini juga bagian dari menjaga lingkungan, yakni penegakan hukum,” ungkap Safrudin.
Pemerintah dan penegak hukum, kata Safrudin, harusnya memberikan sanksi berat kepada perusahaan pemegang izin yang terlibat kasus korupsi. Pencabutan izin dan sampai larangan usaha di tempat lainnya di Indonesia menjadi putusan yang dinilai tepat. ”Ini yang membuat evaluasi perizinan mendesak dilakukan,” ujarnya.