JAKARTA, KOMPAS — Indonesia membutuhkan tenaga auditor sertifikasi halal sekitar 35.000 orang. Kebutuhan ini semakin mendesak sebab pemerintah menargetkan sertifikasi halal seluruh produk berlaku pada 2019.
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah seusai konferensi pers menolak rencana kerja sama bebas sertifikasi halal antara Indonesia dan Malaysia di Jakarta, Rabu (6/1/2019), mengatakan, Indonesia membutuhkan paling sedikit 35.000 auditor halal.
Dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), auditor halal adalah orang yang melakukan pemeriksaan kehalalan suatu produk.
”Perhitungan kebutuhan itu berdasarkan asumsi bahwa minimal ada 3.500 usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang aktif mengeluarkan produk, jumlah produk yang dapat ditangani satu auditor, serta lama proses sertifikasi. Butuh sekitar 10 tahun bagi Indonesia untuk memenuhi target tersebut,” tutur Ikhsan.
Ikhsan melanjutkan, keberadaan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai badan untuk menangani pendaftaran dan sertifikasi halal dari pemerintah merupakan momentum yang tepat untuk mencetak auditor halal. BPJPH dapat merekrut lulusan universitas untuk menambah jumlah auditor.
Namun, operasional BPJPH masih menunggu peraturan turunan dari UU No 33 Tahun 2014 tentang JPH. Rancangan peraturan pemerintah pelaksana UU JPH sedang menanti persetujuan presiden. Karena itu, kerja sama Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai otoritas pemberi sertifikasi halal saat ini menjadi penting.
Secara terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal Bidang Fatwa MUI Salahuddin al-Ayyubi menambahkan, MUI baru memiliki 1.000-1.500 auditor yang tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah tersebut masih jauh dari kebutuhan saat ini.
Mengutip dari situs resmi Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI, LPPOM memberikan 17.398 sertifikasi halal pada 2018. Jumlah ini meningkat pesat dibandingkan dengan 8.157 sertifikasi halal yang diberikan pada 2017.
Secara keseluruhan, LPPOM MUI telah menyalurkan 69.985 sertifikasi halal selama kurun waktu 2011-2018. Sementara jumlah produksi secara total mencapai 727.617 produk pada periode yang sama.
”Kompetensi auditor yang dibutuhkan pun berbeda-beda. Ada auditor yang menangani produk yang relatif mudah untuk disertifikasi, misalnya makanan dan minuman. Namun, kami juga membutuhkan auditor senior untuk menangani produk yang sulit seperti vaksin,” tutur Salahuddin.
Pencarian auditor berkualitas akan menjadi tantangan pada tahun ini. Apalagi, pemerintah menargetkan sertifikasi halal seluruh produk berlaku pada 2019.
Salahuddin melanjutkan, MUI telah berkoordinasi dengan BPJPH untuk membahas standar kompetensi auditor, tetapi pembahasan lebih lanjut terkendala peresmian peraturan turunan UU No 33 Tahun 2014. Pembahasan peraturan dinilai lama karena kewenangan BPJPH beririsan dengan sejumlah kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, MUI, serta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Lebih rendah
Ketika dikonfirmasi, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso menilai kebutuhan jumlah auditor halal di Indonesia lebih rendah dari perkiraan IHW. ”Indonesia butuh minimal 25.000 auditor,” katanya.
Ia melanjutkan, BPJPH selalu berkolaborasi dengan para auditor MUI. Hingga 2018, BPJPH sudah melatih 120 auditor. Adapun jumlah Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) 20 unit per Februari 2019.