BANDAR LAMPUNG, KOMPAS – Uang korupsi dari mantan Bupati Lampung Selatan Zainudin Hasan disebut mengalir ke keluarganya. Dana itu, antara lain digunakan untuk membeli aset bernilai miliaran rupiah dengan mengatasnamakan anak-anak Zainudin.
Hal itu terungkap dalam sidang pemeriksaan saksi kasus dugaan korupsi dan pencucian uang dengan terdakwa Zainudin Hasan yang digelar di Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Senin (11/2/2019), di Bandar Lampung. Sidang itu dipimpin Ketua Majelis Hakim Mien Trisnawati. Sidang yang dijadwalkan pukul 10.00 itu mundur hingga pukul 13.00 dan berlangsung selama lima jam.
Dalam sidang kali ini, Jaksa KPK Wawan Yunarwanto menghadirkan 11 saksi, di antaranya Sekretaris Rumah Sakit Airan Raya, Chinta Ariesstasia, Direktur RS Airan Raya, M Iqbal, dan Ketua Komisaris RS Airan Raya, Ridwan Irawan. Selain itu, dihadirkan pula M Lekok dan Alzier Dianis Tabrani, pemilik tanah yang dibeli Zainudin, Tarmizi selaku perantara penjualan tanah, serta Rudi Hartono selaku notaris.
Chinta mengungkapkan, anak Zainudin yang bernama Randy Zenata merupakan salah satu pemegang saham di PT Airan Raya Medika. Dia telah menyetorkan uang Rp 3,79 miliar untuk investasi di RS Airan Raya.
"Setoran awal Rp 1 miliar melalui transfer ke rekening perusahaan. Setoran berikutnya 200.000 dollar AS atau sekitar Rp 2,78 miliar. Randy memberikan langsung di Jakarta," kata Chinta saat bersaksi di hadapan majelis hakim.
Sementara itu, Iqbal mengatakan pernah bertemu langsung dengan Zainudin untuk membicarakan rencana pembangunan RS Airan Raya di Lampung Selatan pada tahun 2016. Dari pertemuan tersebut, pihaknya berinisiatif menawarkan pembelian saham rumah sakit itu pada Zainudin. "Kami menawarkan karena untuk modal," ujar Iqbal.
Selanjutnya, kata dia, proses pembelian saham rumah sakit diurus melalui orang dekat Zainudin, yakni Agus Bhakti Nugroho. Agus merupakan mantan anggota DPRD Lampung dari Fraksi PAN yang juga menjadi terdakwa dalam kasus korupsi ini.
Pembelian tanah
Selain dipakai untuk membeli saham rumah sakit, uang hasil korupsi juga disebut dipakai untuk membeli tanah di sejumlah lokasi. Tanah bernilai miliaran rupiah itu dibeli dengan mengatasnamakan Zaveena Zein, anak bungsu Zainudin yang masih di bawah umur.
Menurut keterangan Tarmizi, dia pernah menawarkan pembelian tanah di Desa Kedaton, Kecamatan Kalianda, Lampung Selatan pada Zainudin pada tahun 2017. Tanah tersebut, antara lain milik M Lekok seluas 1 hektar yang dibeli Zainudin seharga Rp 550 juta. Zainudin juga membeli dua bidang tanah lainnya melalui Tarmizi senilai Rp 950 juta.
"Saya terima Rp 1,5 miliar. Pembayaran tanah dilakukan tiga kali. Uang diberikan melalui sopir," kata Tarmizi.
Adapun Alzier mengaku pernah menjual beberapa bidang tanah di Lampung Selatan serta sejumlah ruko di Bandar Lampung pada Zainudin. Penjualan tanah dan ruko sekitar Rp 5 miliar itu dilakukan melalui perantara Agus.
Saat mengurus sertifikat jual beli tanah, Rudi selaku notaris diminta mengurus pembelian tanah atas nama Randy Zenata dan Zaveena Zein. Menurut dia, pencantuman nama anak Zainudin sebagai pemilik aset atas sepengetahuan Zainudin.
Terhadap keterangan para saksi, Zainudin mengatakan, uang yang dipakai untuk membeli saham RS Airan Raya merupakan uang pribadi milik anaknya. Dia mengaku tidak mengetahui tentang uang yang dipakai untuk membeli saham tersebut.
"Anak saya sudah dewasa. Dia usaha sendiri menggunakan uang pribadi yang uangnya sudah dikembalikan (pada KPK)," kata Zainudin.
Sidang kali ini merupakan sidang kelima dengan jumlah saksi yang telah dihadirkan sebanyak 28 orang. Sidang selanjutkan akan berlangsung Senin, (18/2/2019) dengan agenda pemeriksaan saksi.
Kasus korupsi yang menjerat Zainudin berawal dari operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh KPK Juli 2018 lalu. Ia didakwa menerima suap sebesar Rp 72,7 miliar selama 2016-2018. Uang itu bersumber dari sejumlah rekanan yang mendapat proyek dari Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Zainudin didakwa melanggar pasal 12 huruf a dan pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto pasal 65 ayat (1) KUHP.