Fengshui Membuat Pedagang Pasar Tradisional Susah Rapi
Oleh
REGINA RUKMORINI
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS- Pedagang pasar sering kali tidak tertib dan tidak mematuhi aturan pembagian kawasan atau zonasi dalam pasar. Mereka kerap memilih lokasi berdagang dengan berdasar pada pertimbangannya pribadi, termasuk demi memenuhi faktor tertentu seperti fengshui.
“Sebagian pedagang pasar masih kerap bersikukuh berpegang pada fengshui, karena apa yang diatur dalam fengshui itulah yang mereka yakini bisa mendatangkan banyak keuntungan bagi aktivitas perdagangan yang dijalankan di pasar,” ujar Deputi Bidang Penerapan Standar dan Penilaian Kesesuaian Badan Standardisasi Nasional (BSN), Zakiyah, dalam acara peresmian Pasar Rejowinangun, Kota Magelang, Jawa Tengah, sebagai pasar berstandar nasional, Selasa (12/2/2019).
Sebagian pedagang pasar masih kerap bersikukuh berpegang pada fengshui, karena apa yang diatur dalam fengshui itulah yang mereka yakini bisa mendatangkan banyak keuntungan bagi aktivitas perdagangan yang dijalankan di pasar
Fengshui adalah ilmu topografi kuno dari China yang seringkali dipakai oleh seseorang untuk meningkatkan kemakmuran dan kesuksesan.
Ketidaktertiban pedagang tersebut, menurut dia, pada akhirnya menjadi salah satu faktor yang menyebabkan banyak pasar tradisional kurang bersih. Kegiatan pembersihan sampah tidak bisa dilakukan optimal karena sampah, atau sisa-sisa buangan produk yang diperdagangkan, demikian beragam, dan tidak bisa disatukan.
Padahal, Zakiyah mengatakan, masalah kebersihan menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi agar pasar tersebut bisa mendapatkan sertifikasi standar nasional Indonesia (SNI).
Standar Nasional
Sejak meluncurkan program sertifikasi SNI untuk pasar tradisional pada tahun 2015, saat ini baru ada 30 pasar tradisional yang berhasil mendapatkan sertifikasi SNI. Adapun, jumlah pasar tradisional di Indonesia, mencapai sekitar 9.000 pasar.
Pasar Rejowinangun di Kota Magelang menjadi pasar tradisional ke-30 yang bersertifikasi SNI di Indonesia, dan pasar bersertifikasi SNI ke-5 di Jawa Tengah.
Setiap pasar yang sudah mendapatkan sertifikasi, menurut dia, setiap tahun akan terus diawasi dan diaudit secara rutin oleh BSN. Dari hasil audit tersebut, jika memang ada temuan hal-hal buruk yang tidak sesuai dengan syarat dalam sertifikasi SNI, BSN akan mengeluarkan rekomendasi agar hal tersebut segera dibenahi dan ditindaklanjuti.
Jika kemudian temuan tersebut tidak ditindaklanjuti, maka sertifikasi SNI akan dibekukan, dan jika berulang hingga dua kali, maka, sertifikasi akan dicabut.
Zakiyah mengatakan, setiap pedagang dan pengelola pasar, diharapkan tidak sekedar mengejar mendapatkan sertifikasi SNI sebatas sebagai karena gengsi. Lebih baik, menurut dia, pencapaian semua syarat yang ditetapkan dalam sertifikasi SNI, harus digenjot sebagai bagian dari upaya peningkatan pelayanan dan meningkatkan kepuasan serta kenyamanan pembeli.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pasar Rejowinangun, Harri Soeprijadi, mengatakan, sertifikasi SNI yang sudah didapatkan Pasar Rejowinangun diharapkan dapat berdampak positif pada peningkatan pendapatan seluruh pedagang pasar.
“Kami berharap, ke depan, sertifikasi SNI ini setidaknya dapat meningkatkan omzet pedagang 10 persen dibandingkan sebelumnya,” ujarnya. Selama ini, omzet dari sekitar 4.000 pedagang Pasar Rejowinangun, mencapai lebih dari Rp 1 miliar per hari.
Kami berharap, ke depan, sertifikasi SNI ini setidaknya dapat meningkatkan omzet pedagang 10 persen dibandingkan sebelumnya
Sertifikasi SNI, menurut dia, nantinya akan dijadikan bahan untuk lebih menggencarkan promosi pasar melalui website Pemerintah Kota Magelang dan radio.
Dengan capaian sertifikasi SNI ini, Harri mengatakan, setiap pedagang di Pasar Rejowinangun diharapkan juga mampu lebih bertanggungjawab atas kualitas produk yang dijualnya.
“Kita, pihak pengelola dan seluruh pedagang, harus semakin hati-hati, karena pasar saat ini juga diawasi dan diaudit oleh BSN,” ujarnya.