JAKARTA, KOMPAS — Penyaluran bantuan sosial beras sejahtera atau bansos rastra yang beralih menjadi bantuan pangan nontunai berpotensi menimbulkan kenaikan permintaan. Oleh karena itu, pemerintah tengah mengkaji dampak peralihan itu terhadap fluktuasi harga beras.
Peralihan bansos rastra menjadi bantuan pangan nontunai (BPNT) menandakan penyaluran beras untuk keluarga penerima manfaat (KPM) diserahkan pada mekanisme pasar. ”Oleh karena itu, perluasan BPNT dapat meningkatkan harga beras di pasar karena permintaannya meningkat,” ujar komisioner Ombudsman RI, Ahmad Alamsyah Saragih, saat dihubungi, Selasa (12/2/2019).
Alamsyah memaparkan, KPM dapat membeli beras dengan paket nontunai dari pemerintah melalui mekanisme BPNT. Sebelumnya, dengan mekanisme bansos rastra, KPM langsung mendapatkan beras bantuan dari pemerintah.
Adapun paket nontunai untuk BPNT sebesar Rp 110.000 per bulan. KPM dapat menukar uang nontunai itu dengan 10 kilogram (kg) beras dan telur di tempat penyaluran yang disebut e-warong.
Berdasarkan penelitian yang dihimpun, Alamsyah mengatakan, salah satu penyebab kenaikan harga beras sepanjang 2018 ialah perluasan BPNT yang efektif pada pertengahan tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada Juli 2018 harga beras medium sekitar Rp 9.198 per kg dan pada Desember 2018 sekitar Rp 9.798 per kg.
Dalam hal ini, Alamsyah mengatakan, pemerintah mesti bersiap-siap untuk operasi pasar dalam rangka stabilisasi harga. Kualitas beras untuk operasi pasar menjadi kunci keberhasilan.
Direktur Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Tuti Prahastuti mengatakan, pihaknya masih menganalisis dan mengkaji pengaruh peralihan penyaluran bansos rastra menjadi BPNT terhadap fluktuasi harga beras di tingkat konsumen. Kebijakan pemerintah untuk menyikapinya juga menjadi pembahasan.
Secara umum, pengendalian harga beras di tingkat konsumen mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 57 Tahun 2017 yang mengatur harga eceran tertinggi (HET). Tuti mengatakan, jika harga beras di atas HET, pemerintah akan operasi pasar.
Di sisi lain, Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor sekaligus Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia Dwi Andreas Santosa berpendapat, peralihan bansos rastra ke BPNT tidak berdampak signifikan terhadap pergerakan harga beras di tingkat konsumen.
”Asalkan kemampuan produksi beras dalam negeri dapat dipertahankan,” ucapnya.