Akses Layanan Kesehatan bagi Pasien Kanker Anak Masih Terbatas
Oleh
Khaerudin
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Akses untuk mendapatkan layanan kesehatan bagi pasien kanker anak dinilai masih terbatas. Fasilitas terapi, obat, dokter onkologi anak, dan edukasi belum mencukupi serta masih terpusat di kota-kota besar. Akibatnya, kanker pada anak terlambat ditangani.
Ketua Yayasan Kasih Anak Kanker Indonesia (YKAKI) Ira Soelistyo, ketika dihubungi di Jakarta, Rabu (13/2/2019), menilai, kasus kanker anak (usia 0-18 tahun) di Indonesia belum menjadi prioritas. Itu terlihat dari masih minimnya jumlah dokter onkologi khusus anak dan rumah sakit yang bisa menangani kanker pada anak.
“Jumlah dokter spesialis kanker anak terbatas, cuma 70 orang di seluruh Indonesia dan umumnya di kota-kota besar, terutama Jakarta. Begitu pula dengan sarana dan prasarananya. Tidak semua rumah sakit besar bisa tangani kanker anak,” kata Ira.
Menurut Ira, terbatasnya akses itu menjadi kendala bagi orangtua untuk mengobati anak mereka. Meskipun biaya pengobatan lebih ringan setelah adanya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, biaya transportasi dan waktu yang dibutuhkan selama proses pengobatan masih menjadi beban bagi orangtua. Dampaknya, masih banyak kasus kanker pada anak yang terlambat ditangani.
Ira melanjutkan, kurangnya perhatian itu disebabkan oleh jumlah pengidap kanker anak yang cuma tiga hingga empat persen dari total keseluruhan kasus kanker di Indonesia. Meskipun kecil, semestinya itu tidak menjadi alasan. Apalagi kanker pada anak peluang untuk sembuhnya lebih besar, terutama jika diketahui pada stadium awal.
Dewan Pengawas Yayasan Kanker Anak Indonesia (YKAI) Ruth Setiabudi mengatakan, pada dasarnya penanganan kanker terhadap anak memang sama dengan orang dewasa, seperti kemoterapi dan radiasi. Namun, dari segi perlakuan antara anak dan orang dewasa berbeda. “Anak tidak bisa disamakan dengan orang dewasa ukuran kecil,” kata Ruth.
Penanganan kanker anak di Indonesia belum menjadi prioritas. Jumlah dokter onkologi khusus anak dan rumah sakit yang bisa menangani kanker pada anak di Indonesia masih minim
Ruth melanjutkan, selain fasilitas kesehatan dan jumlah dokter, edukasi kepada orangtua terkait kanker juga belum optimal. Orangtua banyak yang tidak sadar kalau anaknya terkena kanker. Selain itu, banyak pula orangtua yang membawa anaknya berobat ke tempat alternatif dibandingkan ke rumah sakit. “Ketika dibawa ke rumah sakit, kondisinya sudah terlambat,” kata Ruth.
Ruth menambahkan, persoalan lainnya dalam penanganan kanker anak adalah ketersediaan obat juga menjadi kendala. Dalam beberapa bulan terakhir, YKAI kesulitan mencari obat bagi pasien kanker anak yang mereka bantu. Kondisi itu sangat menghambat proses pengobatan.
“Bulan ini mencari obat susah sekali. Sampai sekarang, kita belum punya solusi terkait masalah ini,” kata Ruth.
Meningkat
Ahli onkologi anak dari Rumah Sakit Kanker Dharmais Edi Setiawan Tehuteru mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir pasien kanker anak di rumah sakit itu meningkat.
Berdasarkan Sistem Registrasi Kanker Anak Departemen Kanker Anak Rumah Sakit Kanker Dharmais, jumlah penderita kanker anak meningkat terus, pada 2015 sebanyak 156 anak, pada 2016 sebanyak 164, dan pada 2017 sebanyak 278 (Kompas, 15/2/2018).
Peningkatan itu sejalan pula dengan peningkatan kasus kanker secara umum. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar, prevalensi tumor/kanker di Indonesia 1,79 per 1.000 penduduk (2018), meningkat dari 1,4 per 1.000 penduduk (2013).
Edi menduga, peningkatan itu turut dipengaruhi oleh hadirnya BPJS Kesehatan dan kesadaran terhadap kanker mulai terbangun. “Masyarakat mulai waspada, meskipun masih banyak yang datang dalam stadium lanjut,” ujarnya.
Kompas (17/2/2019) mencatat, ada enam jenis kanker pada anak, yaitu leukemia (kanker darah), retinoblastoma (kanker mata), osteosarkoma (kanker tulang), limfoma maglima (kanker kelenjar getah bening), neuroblastoma (kanker saraf), dan karsinoma nasofaring (kanker pada tenggorokan).
Ketua Komite Penanggulangan Kanker Nasional Soehartati Gondhowiardjo mengatakan, leukemia merupakan kanker terbanyak diidap anak diikuti retinoblastoma dan limfoma maglima. Persentase kanker leukemia pada anak berkisar 60-70 persen dari total kasus.
“Menurut data pasien kanker anak di RSCM (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo), perbandingan jumlah leukemia dengan retinoblastoma sekitar empat banding satu. Sementara itu, antara leukemia dan limfoma maglima delapan banding satu. Jenis kanker lain lebih kecil lagi,” kata Soehartati.
Soehartati menjelaskan, sejauh ini, penyebab kanker anak belum diketahui. Pada jenis kanker tertentu, seperti retinoblastoma, kerap ditemukan gen berisiko kanker yang dibawa dari lahir. Namun, itu bukan faktor tunggal seorang anak terkena kanker retinoblastoma.
“Tidak ada faktor tunggal. Gen bawaan itu tumbuh menjadi kanker jika didukung oleh faktor risiko lainnya yang didapat dari luar,” ujarnya. (YOLA SASTRA)