Bisnis Pengiriman Ikan di Maluku Semakin Bergairah
Oleh
Fransiskus Pati Herin
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS - Bisnis pengiriman ikan dari Maluku ke sejumlah daerah di Indonesia dan keluar negeri semakin bergairah. Hal ini merupakan hasil dari penataan sistem pengelolaan sektor perikanan di Indonesia yang mulai gencar dilakukan sejak akhir tahun 2014. Namun, bisnis tersebut kini terusik mahalnya tarif kargo pesawat terbang.
Berdasarkan data yang dihimpun Kompas dari Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Perikanan (BKIPM) Ambon pada Rabu (13/2/2019), ekspor ikan dari Maluku tahun 2019 sebanyak 1.165 ton meningkat menjadi 1.538 ton pada tahun 2018. Sementara pengiriman ke sejumlah wilayah di Indonesia yang pada tahun 2017 sebesar 17.228 ton meningkat menjadi 109.065 pada tahun 2018.
Menurut Kepala BKIPM Ambon Ashari Syarief, sebagian ikan yang dikirim ke daerah lain di Indonesia seperti Surabaya, Jawa Timur; Denpasar, Bali; dan DKI Jakarta, juga sebagian akan dieskpor. "Jadi ekspor ikan itu tidak semuanya langsung dari Maluku. Kontribusi Maluku terhadap ekspor ikan di Indonesia termasuk yang tertinggi," katanya.
Saat ini, pelaku ekspor ikan dari Maluku terus bertambah. Saat ini terdapat 15 perusahaan di Maluku yang melakukan ekspor. Beberapa lagi sedang mengajukan permohonan untuk ekspor. Jumlah tersebut lebih dari dua kali lipat dibandingkan sebelum penataan sistem pengelolaan perikanan dimulai. "Pengusahaan bergairah melakukan ekspor karena produksi meningkat," ujarnya.
Sepanjang tahun 2018, ada tujuh negara tujuan ekspor dari Maluku, yakni Jepang, Amerika Serikat, Vietnam, Australia Singapura, Canada, dan Saudi Arabia. Frekuensi ekspor tertinggi adalah Jepang sebanyak 273 kali dengan volume 683 ton yang nilainya Rp 49,7 miliar. Selanjutnya Amerika Serikat sebanyak 40 kali dengan total volume 649 ton senilai Rp 60,2 miliar.
Ia mengatakan, volume dan nilai ekspor dari Maluku pada tahun 2018 sudah melampaui volume dan nilai ekspor dari Maluku sebelum tahun 2015 atau sebelum pemerintah melalukan penertiban sektor perikanan di Indonesia. "Dulu banyak ekspor tapi itu dilakukan oleh perusahaan asing. Dan juga pengiriman secara ilegal. Indonesia kehilangan banyak sumber penghasilan," tambahnya.
Dulu banyak ekspor tapi itu dilakukan oleh perusahaan asing. Dan juga pengiriman secara ilegal. Indonesia kehilangan banyak sumber penghasilan
Gubernur Maluku Said Assagaff mengatakan, bergirahnya pengiriman ikan dari Maluku itu disebabkan produksi ikan yang terus meningkat setelah kapal-kapal asing diusir dari perairan Indonesia. Sebelum tahun 2015, Maluku menjadi surga bagi pelaku ilegal, unreported, unregulated fishing. Dari sekitar 10 juta ton potensi perikanan di Indonesia, Maluku menyumbang sekitar 30 persen.
Selain itu, pemerintah juga melakukan upaya jemput bola dengan membentuk tim percepatan ekspor di Maluku. Tim yang dibentuk dari sejumlah instansi terkait termasuk BKIPM Ambon itu mendorong penguasahaan untuk melakukan ekspor. "Kemudahan perizinan itu menjadi salah satu kerja tim. Saya dengar, pendapat negara dari hasil ekspor itu naik hingga 300 persen," katanya.
Oleh karena itu, lanjut Said, Maluku sudah bisa ditetapkan menjadi lumbung ikan nasional sebagaiman janji pemerintah pusat sejak era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Dengan begitu, pengolalaan perikanan nasional akan terpusat di Maluku. "Ikan sudah banyak. Sekarang tinggal fasilitas penunjung. Semua bisa langsung ekspor dari Maluku," katanya.
Anjas, nelayan asal Ambon yang dihubungi secara terpisah mengatakan, produksi ikan di perairan cukup tinggi. Namun, banyak nelayan lokal belum bisa mengoptimalkan lantaran terkendala fasilitas. Di Maluku terdapat sekotar 115.000 nelayan. Dari jumlah tersebut, hanya 10.persen yang baru dapat difasilitasi pemerintah.
Ikan sudah banyak. Sekarang tinggal fasilitas penunjung. Semua bisa langsung ekspor dari Maluku
Biaya Kargo
Lebih lanjut Ashari menambahkan, pengiriman ikan dari Maluku ke sejumlah daerah yang menggunakan pesawat udara terganjal biaya kargo yang semakin mahal. Sebelum Oktober 2018, biaya bagasi untuk satu kilogram ikan nonhidup sebesar Rp 7.590 kini naik menjadi Rp 16.400.
Pada periode September hingga Oktober 2018, volume pengiriman menggunakan pesawat sebanyak 87 ton. Pada periode Januari hingga Fabruari 2019, volume pengiriman terjun bebas menjadi 10 ton. "Ini menjadi ganjalan terbesar saat ini," katanya.