KPK Selidiki Belasan Proyek Sistem Penyediaan Air Minum
Oleh
Khaerudin
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Komisi Pemberantasan Korupsi menyelidiki adanya dugaan suap pada belasan proyek pengadaan sistem penyediaan air minum oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat atau PUPR. Ini merupakan pengembangan dari penyidikan perkara di empat proyek tahun anggaran 2017-2018 yang melibatkan pihak swasta.
Hari ini, Rabu (13/2/2019), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil lima orang sebagai saksi atas dugaan suap terkait dengan pelaksanaan proyek pembangunan sistem penyediaan air minum (SPAM) di Kementerian PUPR. Mereka terdiri dari tiga pegawai negeri sipil (PNS) Kementerian PUPR yakni Indra Juliraf, Eddi, Indra Kartasasmita, dan mantan PNS Kementerian PUPR Hamdi Rahman. Keempatnya diperiksa untuk tersangka Anggiat Partunggal Nahot Simaremare, mantan kepala satuan kerja SPAM strategis/pejabat pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung.
KPK juga memeriksa seorang PNS Kementerian PUPR lainnya, Muhammad Sundoro. Dia diperiksa untuk tersangka Teuku Moch Nazar, mantan kepala satuan kerja SPAM darurat.
"Mereka dipanggil untuk mengklarifikasi proyek-proyek SPAM di Kementerian PUPR yang tersebar di banyak daerah. Setidaknya, saat ini ada 20 proyek dari tahun anggaran 2017-2018 yang penyelidikan dan penyidikannya terus dikembangkan," tutur Juru bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (13/2/2019).
Penyelidikan dugaan suap terhadap pengadaan proyek SPAM lainnya dilakukan KPK setelah mengembangkan pemeriksaan perkara hasil operasi tangkap tangan pada 28 Desember 2018. Saat itu KPK menangkap pejabat pembuat komitmen (PPK) Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dan sejumlah orang lainnya yang terkait. Dalam kasus ini, KPK menetapkan delapan tersangka.
Empat tersangka dari PUPR diduga sebagai penerima suap, yakni Anggiat Partunggal Nahot Simaremare, Teuku Moch Nazar, PPK SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah dan PPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.
KPK juga menetapkan empat tersangka dari kalangan swasta sebagai pihak yang diduga memberi suap yakni Dirut PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) Budi Suharto, Direktur PT WKE Lily Sundarsih, Direktur PT Tashida Sejahtera Perkara (TSP) Irene Irma dan Direktur PT TSP Yuliana Enganita Dibyo.
Selanjutnya, dalam pengembangan penyidikan kasus ini, KPK menduga bukan hanya empat orang pejabat di Kementerian PUPR yang disuap terkait proyek sejenis. Dugaan ini menguat setelah KPK menerima pengembalian uang senilai Rp 4,7 miliar dari 16 pejabat pembuat komitmen (PPK) pada sejumlah proyek SPAM, dalam kurun waktu beberapa minggu terakhir.
KPK pun menduga fungsi pengawasan dan pengendalian di internal Kementerian PUPR tidak berjalan semestinya. "Ini bisa terjadi tentu saja karena salah satu faktornya pengawasan internal juga belum bisa menjangkau atau mencium keberadaan dugaan penyimpangan-penyimpangan ini," ujar Febri.
Untuk mendalami hal tersebut, KPK turut memeriksa Inspektur Jenderal Kementerian PUPR, Widiarto sebagai salah satu saksi, pada Selasa (15/1/2019). Selain mengetahui adanya aliran dana, KPK juga mendalami mekanisme untuk memenangkan proyek pada pihak swasta.
"Semestinya kasus ini jadi pelajaran bagi pihak Kementerian PUPR untuk melakukan pengawasan lebih ke dalam. Juga, pemetaan risiko yang lebih serius pada proyek-proyek yang ada di Kementerian PUPR dalam hal ini khususnya untuk proyek pengadaan SPAM," pungkasnya.
Berbenah diri
Staf Khusus Menteri PUPR Bidang Air dan Sumber Daya Air Firdaus Ali, saat dikonfirmasi hari ini, mengatakan bahwa Kementerian PUPR berupaya membenahi internal mereka untuk merespons temuan perkara dugaan suap tersebut.
"Kami baru saja melakukan perubahan signifikan, dengan melantik beberapa pejabat baru beberapa waktu lalu. Kami lakukan ini dalam rangka antisipasi, agar ke depan kami bisa lebih baik," tuturnya.
Selain itu, ia meyakini, skema lelang yang digunakan saat ini untuk proyek infrastruktur, termasuk proyek SPAM, akan lebih baik dari sebelumnya. Kementerian PUPR kini banyak menerapkan alternatif kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) untuk pembangunan proyek infrastruktur, seperti diatur Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2015. Dengan skema itu, pembiayaan proyek dibebankan kepada swasta dengan kepastian pengembalian investasi.
"Kasus pada 28 Desember lalu, yang menjerat beberapa PNS di Kementerian PUPR itu terkait proyek yang dibuat dengan pembiayaan APBN. Proyek dengan APBN ini memungkinkan adanya kongkalikong antara pemerintah dengan pihak kontraktor yang dimenangkan. Dengan KPBU, biaya sosial atau politik makin berkurang karena tidak ada lagi yang bisa memeras dan mempersulit," tuturnya.
Sementara itu, pembangunan empat proyek SPAM di empat daerah di Lampung, Umbulan 3 di Jawa Timur, Toba 1 di Sumatera Utara, dan Katulampa di Bogor, tengah disidik KPK. Sejauh ini, delapan orang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap.
Empat tersangka yang diduga memberi suap adalah Direktur Utama PT Wijaya Kusuma Emindo (WKE) Budi Suharto, Direktur PT WKE Lily Sundarsih; dan dua Direktur PT Tashida Sejahtera Perkara (TSP) bernama Irene Irma serta Yuliana Enganita Dibyo.
Sementara, empat tersangka yang diduga penerima adalah Kepala Satuan Kerja (Satker) SPAM Strategis Lampung Anggiat Partunggul Nahat Simaremare, PPK SPAM Katulampa Meina Woro Kustinah, Kepala Satker SPAM Darurat Teuku Moch Nazar, dan PPPK SPAM Toba 1 Donny Sofyan Arifin.
Anggiat, Meina, Nazar dan Donny diduga menerima suap untuk mengatur lelang terkait dengan proyek pembangunan SPAM tahun anggaran 2017-2018 di Umbulan 3, Lampung, Toba 1, dan Katulampa. Dua proyek lainnya adalah pengadaan pipa High Density Polyethylene (HDPE) di Bekasi dan daerah bencana di Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
Lelang diduga diatur sedemikian rupa agar dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP. Kedua perusahaan itu kemudian diminta memberikan fee 10 persen dari nilai proyek. Fee tersebut kemudian dibagi 7 persen untuk kepala Satker dan 3 persen untuk PPK.
Menurut penelusuran KPK, Anggiat menerima Rp 350 juta dan 5.000 dollar AS untuk pembangunan SPAM Lampung dan Rp 500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3. Kemudian, Meina menerima Rp 1,42 miliar dan 22.100 dollar Singapura untuk proyek SPAM di Katulampa, dan Nazar mendapat Rp 2,9 miliar dalam proyek pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan daerah bencana di Donggala. Lalu, Donny menerima Rp 170 juta untuk proyek SPAM di Toba 1.
Akibat penerimaan suap tersebut, PT WKE dan PT TSP memenangkan 12 proyek SPAM Kementerian PUPR dengan total nilai Rp 429 miliar. (ERIKA KURNIA)