JAKARTA, KOMPAS – Meskipun Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG ditutup di zona hijau, bursa saham domestik masih rentan diterpa isu eksternal. Pelaku pasar modal masih mewaspadai prospek penyelesaian sengketa dagang antara Amerika Serikat dengan China.
Pada perdagangan Kamis (14/2/2018), IHSG diitutup menguat tipis 0,014 persen di level 6.420,02. Namun di hari yang sama, kelompok 45 saham unggulan atau indeks LQ45 bergerak turun 3,4 poin atau 0,34 persen menjadi 1.000,77. Adapun indeks Kompas 100 juga mengalami penurunan 2,48 poin atau 0,19 persen ke level 1.306,28.
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menilai, kenaikan IHSG ditopang oleh meredanya kepanikan pasar akibat penurunan rekomendasi terhadap pasar saham Indonesia oleh perusahaan sekuritas global Credit Suisse. Namun, pertumbuhan positif IHSG masih rentan terganggu sentiment eksternal yakni penguatan nilai tukar dollar AS.
“Pelaku pasar masih sedikit grogi dalam memandang pelemahan rupiah. Pelemahan ini sendiri banyak dipengaruhi oleh faktor perang dagang AS-China yang kali ini menjadi sentiment positif untuk penguatan kurs dollar AS,” ujar Hans.
Kenaikan IHSG ditopang oleh meredanya kepanikan pasar akibat penurunan rekomendasi terhadap pasar saham Indonesia oleh perusahaan sekuritas global Credit Suisse
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), nilai tukar rupiah hari ini berada di level Rp 14.093 per dollar AS, melemah 66 poin dari posisi hari sebelumnya yakni Rp 14.027 per dollar AS.
Hans mengatakan, keputusan Presiden AS Donald Trump untuk tidak bertemu Presiden China Xi Jinping dalam waktu dekat dinilai membawa kekhawatiran di pasar global mengenai prospek penyelesaian sengketa dagang kedua negara. Hal ini membuat investor cenderung kembali meninggalkan pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Sepanjang perdagangan hari ini, investor asing mencatatkan aksi jual saham sebesar Rp 963,84 miliar. Untungnya dampak window dressing pada akhir tahun lalu membuat secara tahunan investor asing masih mencatatkan aksi beli sebesar Rp 11,25 triliun.
Di tengah sentimen eksternal yang cenderung negatif, Deputy Chief Investment Officer Mandiri Investasi, Aldo Perkasa, optimistis prospek pertumbuhan pasar saham Indonesia dan negara berkembang lainnya pada tahun ini akan lebih baik dibandingkan capaian tahun lalu. Pasalnya, kenaikan suku bunga AS telah diantisipasi sejak akhir tahun 2018.
“Walau ada penurunan rekomendasi terhadap pasar saham Indonesia, bursa Indonesia diperkirakan tetap dapat menikmati keuntungan dari berbaliknya investor ke aset-aset berisiko,” ujarnya
Aldo mengakui saat ini saham-saham Indonesia tidak terlalu diincar oleh investor global karena konsensus ekspektasi pertumbuhan Indonesia relatif rendah pada kisaran 5,1 persen - 5,2 persen. Namun, setidaknya, penurunan ekspektasi dari pertumbuhan ekonomi negara maju membuat investor berbondong kembali ke pasar negara berkembang.
Selain itu, kekuatan investor domestik dinilai memengaruhi kekuatan IHSG kali ini setelah terkena aksi jual pada tahun lalu. Pelaku pasar tetap perlu waspada karena meski sejak awal tahun indeks cenderung terus melakukan reli, pada akhir triwulan I-2019 IHSG diprediksi akan tertekan aksi ambil untung.