Lima Pengedar Narkoba Jaringan Lubuk Linggau Divonis 20 Tahun Penjara
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas I Palembang menghukum 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar terhadap lima terdakwa pengedar narkoba jaringan Lubuk Linggau, Sumatera Selatan, Jumat (15/2/2019). Jaringan ini dikendalikan oleh David Haryanto, narapidana narkoba di Lapas Kelas II A Lubuk Linggau.
Kelimanya terbukti mengedarkan 3 kilogram sabu dan 5.000 butir ekstasi. Mereka dinyatakan melanggar Pasal 114 Ayat 2 junto Pasal 132 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. ”Terdakwa tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas peredaran narkoba dan terlibat dalam permufakatan jahat,” kata Ketua Majelis Hakim Achmad Suhel.
Selain David Haryono sebagai pengendali, empat terdakwa lainnya adalah Iskandar, Peri Heryanto, Subhan, dan Heni Restiawati. Vonis ini sesuai dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum Fajar Dian Prawitama.
Dari kelima terdakwa, hanya Heni yang menerima putusan, sedangkan yang lain menyatakan pikir-pikir. Adapun Jaksa Penuntut Umum Fajar menyatakan pikir-pikir.
”Kenapa pikir-pikir. Mau Anda hukuman mati atau seumur hidup, ya?” kata Suhel. ”Saya mau sampaikan kepada pimpinan dulu yang mulia,” jawab Fajar.
Jaringan ini merupakan jaringan antarprovinsi yang membeli narkoba jenis sabu dari Aceh yang diduga dipasok dari Malaysia. Semua transaksi dikendalikan oleh David saat mendekam di dalam Lapas Kelas II A Lubuk Linggau. Jaringan ini ditangkap oleh petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Sumatera Selatan pada 9 Mei 2018.
Jaringan ini merupakan jaringan antarprovinsi yang membeli narkoba jenis sabu dari Aceh yang diduga dipasok dari Malaysia. Semua transaksi dikendalikan oleh David saat mendekam di dalam Lapas Kelas II A Lubuk Linggau.
David memesan narkotika dari Muhammad Yusuf alias Jon yang memasok narkoba dari Aceh. Menurut rencana, sabu tersebut akan disalurkan kepada Iskandar dan Peri untuk kemudian diserahkan kepada David yang ada di dalam penjara.
Namun, dalam perjalanan, tepatnya di kawasan Tanjung Api-api, Kecamatan Muara Telang, Kabupaten Banyuasin, petugas BNN Provinsi Sumsel mencegat Jon, Hendra Iskandar, dan Heni yang saat itu berada di dalam satu mobil.
Saat hendak ditangkap, Jon dan Hendra berusaha melarikan diri dari kejaran petugas menuju ke arah persawahan warga dengan membawa sebuah ransel. Petugas sempat melontarkan tembakan peringatan, tetapi tidak dipedulikan. Mereka sempat membuang ransel tersebut ke sawah. Keduanya pun ditembak dan tewas di tempat.
Setelah digeledah, ransel itu berisi 3 kilogram sabu yang dibungkus dalam kemasan teh bermerek ”Guanyinwang” dan 5.000 ekstasi.
Transaksi itu ternyata bukan pertama kali dilakukan. Sejak 29 April-9 Mei 2018, jaringan ini sudah mengedarkan sekitar 6 kg sabu, tetapi hanya 3 kg yang terungkap. ”Kemungkinan sisanya sudah beredar,” kata Achmad Syarifudin, anggota majelis hakim.
Pengacara Iskandar, Arif Rachman, menyatakan pikir-pikir dengan keputusan hakim. Menurut dia, Iskandar hanya bertugas sebagai pengemudi dan tidak terlibat langsung dalam peredaran narkoba. Namun, dalam fakta persidangan, Iskandar sudah beberapa kali mengantarkan sabu dengan upah setiap transaksi mencapai Rp 40 juta, tetapi baru dibayar Rp 20 juta.
Pengacara David, Ardi Mutahir, juga menyayangkan sikap majelis hakim yang mengesampingkan sejumlah fakta pengadilan bahwa jaksa penuntut umum tidak bisa membuktikan narkotika itu merupakan pesanan dari kliennya. ”Tidak ada bukti suara yang bisa membuktikan bahwa David berkomunikasi dengan Jon,” kata Ardi.
Ardi mengatakan, David memang merupakan narapidana kasus narkoba, tetapi bukan sebagai pengedar narkoba, melainkan sebagai pemakai dengan vonis 1 tahun 6 bulan penjara. ”Saat ditangkap, David akan bebas satu tahun lagi,” katanya.
Sebelumnya, pada Kamis (7/2/2019), Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kelas I Palembang memvonis mati sembilan terdakwa pengedar narkoba jaringan Jawa Timur yang dikoordinatori Nazwar Syamsu alias Letto.