Prabowo-Sandi Akan Perkuat Lembaga untuk Tuntaskan Kasus HAM
Oleh
Hendriyo Widi
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, akan menempatkan jaksa agung nonpartisan agar penuntasan kasus hak asasi manusia dapat berjalan. Sebab, jaksa agung harus profesional karena memegang peran penting menindaklanjuti rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Hal itu mencuat dalam diskusi membongkar visi dan misi pasangan calon presiden (capres) nomor urut 02 terkait komitmen pada penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (20/2/2019).
Salah satu misi itu tercantum dalam poin ketiga tentang membangun keadilan di bidang hukum yang tidak tebang pilih dan transparan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia melalui jalan demokrasi yang berkualitas sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua Komnas HAM Bidang Internal Hairansyah menilai, belum ada kepatuhan menjalankan rekomendasi penuntasan kasus-kasus HAM. Persoalannya, selalu normatif dan terkait sosial-politik.
Berkaitan dengan hal itu, Ansori Sinungan dari Tim Advokasi Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengatakan, penuntasan kasus-kasus HAM terhambat karena tidak ada komitmen.
”Tidak ada komitmen menjalankan rekomendasi Komnas HAM. Jaksa agung harus independen dan tentunya profesional,” ucap Ansori yang juga mantan anggota Komnas HAM (2012-2017).
Ia menambahkan, perundangan-undangan dan lembaga terkait HAM perlu dibenahi dan dikuatkan. Tidak ada yang tidak bisa dituntaskan jika mampu mengesampingkan kepentingan politik.
Tidak ada komitmen menjalankan rekomendasi Komnas HAM. Jaksa agung harus independen dan tentunya profesional.
Sementara itu, juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Habiburokhman, menyebutkan, ada dua hal yang relevan untuk dievaluasi ke depan. Pertama, hak mengemukakan pendapat dan, kedua, hak kesamaan di hadapan hukum.
”UU ITE rentan disalahgunakan untuk kepentingan politik dan membatasi masyarakat. Tentunya akan direvisi agar hak masyarakat mengkritik pemerintah tidak dibatasi,” kata Habiburokhman.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan, visi dan misi serta gagasan penuntasan persoalan HAM dari pasangan capres belum konkret. Hal yang sama selalu ditekankan, yaitu komitmen.
”Belum ada upaya konkret. Masih ada kepentingan politis. Penuntasan kasus-kasus HAM tentu tidak mudah dan perlu komitmen,” ujar Usman. (FRANSISKUS WISNU WARDHANA DHANY)